Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pengaruh Kenaikan Cukai Rokok pada Stabilitas Finansial dan Kesehatan Masyarakat

5 November 2022   11:41 Diperbarui: 11 November 2022   09:32 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alokasi dana untuk membeli rokok dapat dialihkan untuk pemulihan keuangan keluarga atau rumah tangga. (SHUTTERSTOCK/AIRDRONE via Kompas.com) 

Dengan adanya kenaikan cukai rokok, mampukah menurunkan konsumsi rokok bagi masyarakat atau para perokok aktif?

Sebagaimana yang diberitakan kompas.com, Menteri Keuangan Sri Mulyani secara resmi memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok dengan rata-rata 10 persen pada 2023 dan 2024.

Disamping itu, kenaikan tarif cukai ini juga berlaku pada rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Pada rokok elektrik kenaikan tarif cukainya akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.

Dengan adanya kenaikan cukai rokok ini seharusnya dapat berdampak kepada perokok untuk mengendalikan hasratnya untuk merokok.

Jika dikaji secara cermat, dengan semakin mahalnya harga rokok dapat mempengaruhi intensitas maupun kuantitas baik terhadap jumlah rokok yang dibeli maupun jumlah perokok itu sendiri.

Kebiasaan merokok memang sangat sulit untuk ditinggalkan oleh para perokok aktif. Inilah salah satu kebiasaan masyarakat yang susah untuk dirubah atau dikendalikan jika tanpa adanya kesadaran dari individu tersebut. 

Namun belakangan sudah ada keinginan para perokok aktif untuk mulai meninggalkan kebiasaan buruknya tersebut. Sehingga dengan adanya kenaikan bea cukai rokok ini, ada beberapa hal yang akan mempengaruhi pola kebiasaan merokok di kalangan masyarakat.

Kenaikan cukai rokok seharusnya menumbuhkan kesadaran dan pengendalian diri agar tidak merokok

Merokok seakan-akan sudah menjadi salah satu budaya masyarakat Indonesia sejak dulu hingga kini. 

Tidak bisa kita pungkiri bahwa mungkin satu atau dua anggota keluarga kita ada yang merokok. Apakah itu bapak kita sendiri, abang kita, suami, dan lain sebagainya.

Regenerasi para perokok ini terbilang masih cukup masif terjadi di kalangan masyarakat. Karena bagi sebagian orang menganggap bahwa merokok bukanlah sebagai sebuah aib atau kesalahan fatal. 

Oleh sebab itulah maka kita melihat orang bisa dengan luwes atau leluasa untuk merokok di mana pun, kapan pun dan dalam kondisi apapun. Bahkan dengan santainya mereka merokok di ruang publik dengan seenaknya tanpa beban sosial sedikit pun.

Tidak hanya dalam pergaulan, namun banyak kita melihat orang yang juga merokok dalam acara-acara penting atau hal-hal yang bersifat formal.

Oleh sebab itulah maka banyak generasi muda atau bahkan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah yang sudah terpengaruh untuk mulai merokok.

Dan ini bukanlah sebagai sebuah hal yang tabu di masyarakat. Bahkan terkadang ketika kita melihat anak sekolah yang merokok itu berjalan atau di tempat keramaian. Masyarakat malah sudah menganggap hal tersebut sebagai sebuah hal yang biasa saja. 

Kenaikan cukai rokok seharusnya dapat membendung hasrat untuk merokok. (Thinkstockphotos via Kompas.com)
Kenaikan cukai rokok seharusnya dapat membendung hasrat untuk merokok. (Thinkstockphotos via Kompas.com)

Nah, dengan adanya kenaikan cukai rokok ini seharusnya dapat mempengaruhi para perokok aktif maupun orang-orang yang baru hendak membiasakan dirinya untuk merokok dapat mengendalikan hasrat dan keinginannya untuk merokok.

Diharapkan dengan adanya kenaikan cukai rokok ini maka keinginan masyarakat untuk merokok akan berkurang. Atau setidaknya jika ia waras maka ia akan berpikir dulu sebelum merokok.

Sebenarnya, kenaikan cukai rokok ini juga memiliki tujuan yang salah satunya untuk menurunkan angka perokok anak (10-18 tahun) menjadi 8,7 persen sebagaimana termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Kenaikan cukai rokok diharapkan mampu menstabilkan finansial warga

Jika adanya kenaikan cukai rokok tentu akan membuat harga penjualan rokok kepada masyarakat juga akan meningkat atau semakin mahal. 

Mengapa masyarakat terus saja membeli rokok jika harganya lebih mahal dari kebutuhan pokok?

Padahal menurut survei maupun menurut pengamatan secara langsung, kategori warga yang merokok adalah berasal dari kelompok masyarakat yang finansialnya belum stabil atau menengah ke bawah.

Jika masyarakat mau berhenti merokok maka dapat dipastikan keuangannya akan lebih stabil. Karena masyarakat dapat mengontrol pendapatan sekaligus biaya yang dikeluarkan.

Alokasi dana untuk membeli rokok dapat dialihkan untuk pemulihan keuangan keluarga atau rumah tangga. (SHUTTERSTOCK/AIRDRONE via Kompas.com) 
Alokasi dana untuk membeli rokok dapat dialihkan untuk pemulihan keuangan keluarga atau rumah tangga. (SHUTTERSTOCK/AIRDRONE via Kompas.com) 

Sudah banyak kisah dari orang yang berhasil berhenti merokok yang kemudian ia dapat membangun rumah, membeli kendaraan, bisa memiliki modal untuk berinvestasi, maupun untuk hal-hal yang tidak ia duga selama masih merokok.

Oleh sebab itu, dengan adanya kenaikan cukai rokok ini menjadi momentum bagi masyarakat untuk membangun kembali kekuatan finansial keluarga atau rumah tangga.

Kenaikan cukai rokok berdampak terhadap peningkatan kualitas kesehatan masyarakat

Dengan adanya kenaikan cukai rokok maka harga rokok akan semakin mahal. Di kehidupan saat ini yang semakin sulit dan dibayangi oleh resesi atau krisis seharusnya orang-orang akan enggan untuk membeli rokok. 

Karena tidak hanya harga rokok yang mahal namun berbagai kebutuhan pokok harganya juga akan mahal atau mengalami kenaikan. 

Ketika harga rokok sudah mahal maka masyarakat akan secara bertahap untuk berhenti merokok.

Ketika masyarakat sudah berhenti merokok maka kesehatannya pasti akan lebih terkontrol. Kebiasaan tidak merokok merupakan salah satu gaya hidup sehat yang sejatinya harus ditekankan kepada seluruh anggota masyarakat. 

Sehingga alokasi dana yang selama ini digunakan untuk membeli rokok dapat digunakan untuk proses pemulihan kesehatan.

Dengan berkurangnya jumlah perokok aktif maka hal ini juga akan berdampak positif kepada kesehatan para perokok pasif. 

Selama ini yang benar-benar dirugikan dari adanya kepulan asap rokok ini adalah para perokok pasif.

Seperti informasi yang dibagikan di media sosial berikut ini terkait informasi tentang dampak buruk asap rokok yang merugikan anaknya sendiri.


Maka sudah sekali bahwa merokok dan asap rokok ini berdampak buruk pada kesehatan masyarakat. 

Dengan semakin baiknya kualitas kesehatan masyarakat maka diharapkan produktivitas masyarakat juga akan semakin meningkat dan maju pesat.

Penulis sangat mendukung sekali adanya kenaikan cukai rokok ini. 

Jika masyarakat waras dan masih bisa berpikir dengan akal sehat seharusnya sudah waktunya bagi mereka khususnya bagi perokok aktif ini untuk berhenti merokok setelah adanya kenaikan cukai rokok.

Masyarakat yang berpenghasilan rendah seharusnya dapat berpikir ulang dan berpikir secara bijak jika hendak merokok.

Kebiasaan merokok memang sudah menjadi sebuah ironi di kalangan masyarakat. Sudah sangat miris kita melihat masih banyak masyarakat yang mau merokok padahal mereka mengetahui dampak buruk dari kebiasaan merokok tersebut terutama dalam hal finansial dan kesehatan. 

Namun, ketika masyarakat tetap tidak mau mengindahkan kenaikan cukai rokok ini maka hal tersebut memang benar-benar sudah sangat tragis.

Bagi penulis secara pribadi menilai informasi yang telah dicantumkan pada bungkus rokok masih belum lengkap dan mengena di hati dan pikiran masyarakat. 

Sebaiknya, selain ditulis "merokok membunuhmu", melainkan juga ditambahkan dengan kalimat "merokok membodohimu".

Atau, "merokok membodohimu, lalu membunuhmu". Penulis rasa itu kalimat yang sangat cocok untuk menggambarkan perilaku masyarakat atau para perokok aktif yang masih mau merokok hingga saat ini.

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

Akbar Pitopang untuk Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun