Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | akbarpitopang.kompasianer@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pengalaman Mengamankan Konser Musik dan Pentingnya Manajemen Kerumunan EO

1 November 2022   00:10 Diperbarui: 7 November 2022   21:15 1337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama sekali, mari sama-sama kita sampaikan duka cita yang mendalam terhadap tragedi-tragedi yang menelan korban jiwa dalam jumlah yang sangat besar hanya dalam waktu tak berselang lama.

Tragedi yang menyebabkan hilangnya nyawa tersebut memang terjadi pasca dikeluarkannya aturan tentang pelonggaran penerapan protokol kesehatan.

Hingga akhirnya dimaknai oleh banyak orang sebagai momen untuk melepaskan diri dari rasa terkekang yang selama ini dirasakan dalam suasana pandemi.

Kini kita mengetahui bahwa berbagai pihak beramai-ramai menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang mengundang kerumunan seperti pertandingan olahraga, acara wisuda kampus, konser musik, festival, seminar, dan berbagai acara lainnya.

Semua orang tumpah ruah keluar rumah untuk berkumpul di pusat-pusat keramaian. semua orang terasa tak mau ketinggalan momen dan semua mau ambil bagian dari euforia itu.

Hanya saja kasus yang telah terjadi ini diakibatkan oleh over capacity, jumlah pengunjung melebihi kapasitas tempat atau lokasi yang disediakan.

Maka telah terjadi tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang pada suasana laga sepak bola yang merenggut ratusan korban jiwa akibat suasana kepanikan oleh adanya tembakan gas air mata sehingga pengunjung berhamburan mencari pintu keluar untuk menyelamatkan diri.

Kerumunan orang-orang yang berdesakan di gang atau lorong sempit di Distrik Itaewon, Seoul. (REUTERS via BBC INDONESIA)
Kerumunan orang-orang yang berdesakan di gang atau lorong sempit di Distrik Itaewon, Seoul. (REUTERS via BBC INDONESIA)

Belum tuntas sejarah tragedi duka kita yang masih menyeruak di Stadion Kanjuruhan. Kini kita mendengar kabar tragedi Itaewon, Korea Selatan tentang ratusan korban meninggal karena berhimpitan saat menyelenggarakan pesta Halloween.

Lalu pada akhir pekan yang sama, sebuah konser musik di Istora Senayan Jakarta juga akhirnya dibatalkan lantaran pengunjung melebihi kapasitas.

Di luar rasa duka mendalam yang kita alami bersama mengenai berbagai tragedi yang telah terjadi. Sepertinya 'kelatahan' terhadap kerumunan masih belum mampu membuat banyak orang jera atau berpikir ulang untuk berkumpul dalam kerumunan semacam itu.

Seakan-akan nyawa masih belum menemukan harga yang pas. Tidak adakah yang peduli dengan keselamatan nyawanya masing-masing?

Hanya karena kesenangan sesaat dan keinginan untuk berkumpul di luar ruangan. Hingga menyebabkan banyak orang yang kembali menjadi extrovert.

Tapi mau bagaimana lagi, segala kegiatan yang bersifat entertain tersebut memiliki pasar yang begitu besar. Tingginya antusiasme para penggemar maka disitulah peluang yang besar untuk mengadakan acara mengundang keramaian.

Namun demikian hendaklah para pengelola acara atau event organizer (EO) ini tetap mengutamakan kenyamanan, keamanan dan keselamatan jiwa para pengunjung.

Selain tentunya menyediakan petugas keamanan, pihak EO juga perlu menyediakan relawan kemanusiaan yang mampu memberikan pelayanan resusitasi jantung paru ketika ada pengunjung yang pingsan atau kehilangan kesadaran dalam sebuah kerumunan.

Sebagaimana pengalamanan penulis yang semasa kuliah menjadi relawan/korp sukarela (KSR PMI) di kampus dan juga dalam lingkup kota/kabupaten.

Dulu, penulis dan rekan relawan sempat mendapatkan kesempatan yang diamanahkan oleh PMI Kota Yogyakarta untuk ikut mengamankan suasana keramaian pada sebuah acara konser musik di Stadion Kridosono. 

Tujuan adanya relawan PMI ini agar dapat memberikan pertolongan pertama dalam bentuk resusitasi jantung paru atau cardiopulmonary resuscitation (CPR).

Resusitasi jantung paru-paru (RJP) adalah tindakan pertolongan pertama untuk bantuan hidup dasar pada orang yang mengalami henti nafas karena sebab-sebab tertentu. 

RJP ini bertujuan untuk membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama sekali dengan melakukan beberapa teknik pemijatan atau penekanan pada dada ketika menemukan kondisi darurat saat pasien atau seseorang yang tidak responsif atau tidak bernapas. 

Ilustrasi CPR. (Shutterstock via kompas.com)
Ilustrasi CPR. (Shutterstock via kompas.com)

Maka Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah langkah pertolongan medis pertama yang dapat dilakukan sebelum yang bersangkutan memperoleh bantuan medis dari petugas kesehatan.

Selain itu, hal yang penting lainnya yang menjadi tugas kami adalah langkah mencegah terjadinya kerumunan yang menyebabkan jatuhnya korban akibat adanya pengunjung yang berdesakan tanpa mereka sadari.

Jika melihat fenomena yang dapat menimbulkan pengunjung yang sesak nafas atau pingsan dari adanya aksi kerumunan pengunjung maka relawan akan segera menjaga jarak antar pengunjung agar mereka mendapatkan kadar oksigen untuk jalan nafas.

Alhamdulillah, selama kami bertugas menjadi relawan untuk mengamankan acara konser musik ini tidak ditemukan pengunjung yang mengalami sesak nafas atau pingsan.

Hal ini disebabkan karena pengunjung diedukasi atau diingatkan untuk selalu menjaga jarak aman agar tidak terlalu berdesak-desakan antar sesama pengunjung.

Serta hal yang paling penting yang kami ketahui bahwa saat itu EO atau panitia benar-benar memastikan pengunjung tidak melebihi kapasitas. Panitia menjaga kondisi keamanan secara ketat dengan tidak adanya pengunjung gelap atau orang yang menyelundup masuk secara sembunyi-sembunyi.

Belakangan ini ketika konser dan acara keramaian lainnya sering diadakan dengan menghadirkan artis atau penyanyi terkenal membuat pengunjung atau penggemarnya begitu histeris dan lupa untuk menjaga keselamatan jiwanya dari fenomena berdesak-desakan antara sesama pengunjung.

Demikianlah secuil kisah pengalaman penulis sebagai relawan PMI yang ikut terlibat mengamankan jalannya sebuah acara konser musik yang ramai sekali pengunjungnya. 

Dan demikian pula lah bentuk antisipasi yang dilakukan panitia penyelenggara (event organizer) demi menghindari aksi berdesak-desakan pengunjung yang dapat menimbulkan resiko berhimpitan dan korban jiwa akibat terbatasnya akses oksigen.

Semoga informasi ini ada manfaatnya terutama bagi para EO atau penyelenggara kegiatan yang mengundang keramaian pengunjung.

Kita berharap setelah ini tidak ada lagi terjadi tragedi yang merenggut korban jiwa hanya karena pola keramaian saat ini yang tidak tertib dan tidak memperdulikan keselamatan jiwanya. Padahal seharusnya nyawa jauh lebih berharga dibanding segala hiburan dunia tersebut.

 

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

Akbar Pitopang untuk Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun