Nah, jika jawaban dari orangtuanya adalah bisa atau mereka bersedia membawa anaknya ke psikolog.
Jika timbul pertanyaan, apa tujuan anaknya dibawa ke psikolog? Maka guru atau pihak sekolah bisa menjelaskan bahwa tujuannya agar anak bisa mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki oleh sang anak.
Tujuan akhirnya tentu agar guru tidak keliru dalam memperlakukan siswa berkebutuhan khusus ketika belajar di kelas.
Agar tidak ada pengibaratan, anak didiagnosis sakit jantung tapi malah dikasih obat untuk sakit kepala. Tentu sangat tidak nyambung sama sekali.
Supaya orangtua tidak merasa keberatan dengan biaya pemeriksaan ke psikolog yang membuka praktik mandiri misalnya, maka orangtua bisa diarahkan ke universitas.
Di universitas yang punya jurusan psikologi biasanya punya klinik yang melayani pemeriksaan yang dimaksud. Selain harganya lebih murah namun hasilnya tetap berkualitas.
Jika sudah didapatkan hasil tentang apa saja bentuk “ketunaan” atau apa saja hambatan yang dihadapi siswa, maka hal penting berikutnya adalah para guru di sekolah reguler juga harus dilatih dan dibekali ilmu pengetahuan untuk dapat menangani siswa berkebutuhan khusus ini.
Idealnya, dalam satu sekolah hendaklah ada 2 orang guru reguler yang dilatih untuk dapat membimbing atau membina ABK. Alasannya adalah agar kedua guru tersebut dapat saling bertukar pikiran jika ada kendala pada siswa yang belum terpecahkan. Karena memang menangani ABK ini susah-susah gampang dan ada trik khusus.
Guru di sekolah reguler yang bukan guru dengan latar belakang Pendidikan Luar Biasa (PLB) yang akan ditunjuk ini harus dibekali pengetahuan tentang cara asesmen, bagaimana cara memberikan pembelajaran, hingga bagaimana cara mengisi hasil belajar atau rapor untuk ABK.
Khusus untuk hasil belajar ABK tentu guru PLB atau guru pendamping khusus yang menguasai caranya.
Namun, secara singkat caranya seperti ini.