Tentu hal tersebut didahului dengan dasar perhitungan total keseluruhan dari penghasilan suami istri setiap bulannya.
Jika suami sebagai seorang ASN golongan 3A atau sebagai pegawai tetap yang menerima gaji perbulan dengan besaran sekitar Rp3 juta serta menerima TPP (tambahan penghasilan pegawai) --- tapi belum tentu setiap bulan cair --- dan tunjangan lainnya.
Lalu, istri yang bekerja di rumah sakit atau instansi lain memperoleh penghasilan bulanan sekitar Rp3,5 juta.
Jadi total penghasilan suami dan istri perbulannya sekitar Rp6,5 juta.
Selanjutnya adalah menentukan satu kebutuhan penting yang hendak dipenuhi pertama kali. Boleh mendahulukan membeli rumah, ataupun lebih mendahulukan membeli mobil. Hal itu tentu tergantung kebutuhan yang dirasa cukup mendesak.
Jika misalkan pilihan pertama untuk membeli rumah seharga misalkan Rp180 juta. Maka untuk menyicil rumah menggunakan penghasilan bulanan dari suami. Dengan besaran cicilan Rp3 juta setiap bulannya, cicilan rumah bisa lunas dengan tenor 4 tahun saja.
Untuk penghasilan istri yang diterima setiap bulannya sebesar Rp3,5 juta bisa dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti membeli kebutuhan pokok, membayar listrik, ikut arisan, dikirim untuk orang tua, serta untuk kegiatan amal ibadah.Â
Sisanya dapat ditabung sebagai dana pegangan yang dapat digunakan ketika dalam keadaan terdesak. Dan sesekali jika memungkinkan maka pasangan muda ini bisa melakukan kegiatan yang bersifat entertain seperti makan di restoran atau berwisata keluarga.
Jika masih ada tambahan penghasilan seperti misalkan suami menerima TPP atau tamsil, maka tambahan pendapatan tersebut bisa ditabung.
Dengan cara seperti itu pasangan muda dapat terhindar dari jebakan dua sumber pengasilan atau two-income trap. Namun pasangan muda tetap dapat memenuhi kebutuhan penting dalam urusan rumah tangganya.