Sebagai orangtua yang menetap di perantauan serta dalam keadaan istri yang bekerja di bidang kesehatan masyarakat, mau tidak mau penulis selaku seorang suami berbagi peran dalam mengurusi segala keperluan dan kebutuhan buah hati.
Sejak lahir hingga kini usia putra kami yang merupakan anak pertama dan baru satu-satunya telah berusia 2 tahun 9 bulan, kami sama-sama terlibat aktif dalam segala tetek bengek pengasuhan bayi.
Walaupun di masa-masa awal ada mertua dan adik ipar yang ikut membantu mengurusi bayi yang baru lahir, namun masanya hanya sementara.
Selebih dan seterusnya kami berdua lah yang mengurusi buah hati kami. Memang seperti itu seharusnya.Â
Untuk urusan mengasuh dan mengurusi bayi, penulis sudah tidak perlu diragukan lagi. Penulis mampu melakukan hal-hal yang sering dibenci para suami diluar sana mulai dari memandikan bayi, membereskan kotoran bayi, hingga menyuapi MPASI (baca Makan Pendamping ASI) untuk bayinya.
Ketika bayi kami telah memasuki usia 6 bulan, kami mulai memberikan MPASI kepadanya.
MPASI ini sendiri dapat mulai diberikan kepada bayi setelah usia 6 bulan. Sedangkan pemberian MPASI ini sebaiknya dilakukan secara bertahap.Â
Para orangtua perlu memahami cara memberikan MPASI yang tepat agar asupan nutrisi bayi tetap tercukupi dan yang paling penting tidak membahayakan kesehatan bayi itu sendiri.
Kebetulan dalam hal ini penulis bisa menyerahkan segala keputusan pemberian MPASI ini mulai dari kapan dimulainya pemberian MPASI hingga jenis bahan makanan apa saja yang boleh diberikan kepada bayi, dengan mempercayakan seutuhnya kepada istri. Karena kebetulan istri memiliki latar belakang pendidikan di bidang kebidanan.
Dengan wawasan dan cakupan ilmu pengetahuan terkait pemberian MPASI yang telah dimiliki istri inilah dapat dijadikan bekal untuk upaya pengelolaan MPASI untuk buah hati.