Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Waspada "Child Grooming" sebagai Modus Pelecehan Seksual pada Anak

12 Agustus 2022   09:41 Diperbarui: 13 Agustus 2022   05:20 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua menghindarkan anak dari ancaman grooming (Shutterstock.com via Kompas.id)

Kejahatan terhadap anak lewat media sosial diungkap oleh Bareskrim Polri lewat modus yang dikenal dengan istilah grooming.

Grooming ini maksudnya adalah pelaku berupaya mendapatkan foto maupun video anak saat melakukan kegiatan yang diperintahkan oleh pelaku. 

Loh, kok bisa gitu ya? Bagaimana sebenarnya grooming pada anak ini dijalankan?

Maka mengenai apa itu grooming dan bagaimana cara orangtua memahami modus kejahatan yang terjadi terhadap anak-anak mereka.

Bahwa telah beredar sebanyak 1.300 foto dan video anak tanpa busana yang ditemukan Bareskrim Polri dari pelaku yang berinisial TR yang merupakan seorang narapidana di salah satu lapas di Surabaya. Lalu, ada 50 anak yang sudah teridentifikasi.

Inilah modus kejahatan seksual baru terhadap anak. Mari kita simak modus operasi yang berhasil diungkap oleh Bareskrim Polri berdasarkan laporan dari KPAI. 

Pertama, pelaku memalsukan akun media sosial seorang guru perempuan. 

Dalam kasus ini media sosialnya adalah Instagram. Nah, foto guru perempuan diambil atau dicuri oleh pelaku. Lalu pelaku membuat akun baru dengan mengatasnamakan guru tersebut. 

Pelaku juga melakukan profiling terhadap sang guru dan follower Instagram dari guru tersebut khususnya anak-anak. Kemudian akun Instagram para anak-anak tersebut di-follow satu per satu oleh akun palsu milik pelaku. 

Lewat akun palsu berkedok guru perempuan ini pula pelaku kemudian melakukan kontak dengan sejumlah anak.

Kedua, tahapan modus yang paling krusial adalah grooming itu sendiri. 

Yaitu pelaku berupaya untuk membangun hubungan kedekatan dengan anak-anak untuk mendapatkan kepercayaan. Ada pula hubungan emosional dengan anak yang diupayakan oleh pelaku. 

Serta pelaku berusaha meyakinkan korbannya bahwa tujuannya adalah agar bisa memanipulasi, mengeksploitasi dan melecehkan. 

Dalam proses grooming ini pula pelaku menggunakan banyak sekali taktik mulai dari berpura-pura menjadi kawan sebaya, memberikan hadiah, memberikan perhatian atau nasihat, yang pada akhirnya pelaku juga mengeluarkan ancaman jika korban tidak menuruti keinginan pelaku. 

Kemudian pelaku meminta korban untuk berfoto atau merekam video dalam melakukan tindakan-tindakan yang cabul. Foto dan video itu awalnya dikirim melalui pesan private di medsos atau direct message. 

Tapi kemudian pelaku mengembangkan aksinya dengan meminta nomor WhatsApp korban. Begitu mendapat nomor WhatsApp maka hubungan yang akan dijalin lebih pribadi atau lebih intens lagi. Di mana foto dan juga video yang direkam ini dikirimkan via WhatsApp, tidak lagi lewat pesan via media sosial. 

Siapa saja yang bisa menjadi groomer?

Nah, mari kita cermati siapa saja yang bisa menjadi groomer atau pelaku tindakan grooming pada anak ini.

Sebenarnya siapa saja bisa menjadi groomer. Bisa saja pelakunya merupakan orang asing dengan menggunakan akun palsu seperti yang ditemukan oleh Bareskrim Polri. Lalu, bisa juga bagian dari keluarga korban. 

Sementara peran yang bisa dilakukan pelaku adalah bisa sebagai mentor, kekasih, maupun sebagai figur idola.

Hal yang menarik yang telah diungkap oleh Bareskrim Polri yaitu pelaku adalah orang asing dengan menggunakan akun palsu. 

Siapakah pelakunya? Dia adalah seorang narapidana laki-laki di Surabaya berusia 25 tahun. Pelaku sendiri divonis 7 tahun 6 bulan penjara karena mencabuli tetangganya yang merupakan anak di bawah umur.

Pelaku sendiri ternyata baru menjalani 2 tahun masa pidananya. Loh, kok bisa seorang narapidana tapi punya akses terhadap handphone dan media sosial. 

Berarti jelas sekali bahwa aturan di lapas yang belum ketat untuk mengontrol penggunaan ponsel oleh para narapidana.

Ancaman hukuman bagi pelaku grooming pada anak

Sebetulnya banyak sekali hukuman yang akan mengancam pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Sebut saja misalnya Undang-undang Perlindungan Anak nomor 3 tahun 2014 pada pasal 76e yang menyebutkan larangan untuk membuat anak melakukan perbuatan cabul.

Lalu pasal 82 pada undang-undang yang sama yang menjelaskan tentang ancaman pidananya. Terkait ancaman pidananya adalah 5 tahun penjara dan denda 5 miliar rupiah.

Ada juga Undang-undang Pornografi nomor 44 tahun 2008, dimana pada pasal 29 ada aturan mengenai larangan memproduksi, memperbanyak, menyebarluaskan konten cabul dan ancaman hukumannya hingga 12 tahun penjara serta denda 6 miliar rupiah.

Masih ada lagi yaitu Undang-undang ITE nomor 19 tahun 2016, disitu disebutkan bahwa ada pasal 45 tentang larangan untuk distribusi dokumen elektronik yang memiliki muatan kesusilaan yang ancamannya adalah 6 tahun penjara dan denda satu miliar rupiah.

Nah, khusus untuk kejahatan seksual terhadap anak ini ada lagi Perpu nomor 1 tahun 2016 yang mengatur pemberatan hukuman bagi pelaku, mulai dari masa pidananya ditambah sepertiga. 

Lalu juga ada pengumuman identitas pelaku agar publik mengetahui siapa pelaku sebenarnya, selanjutnya dikebiri hingga pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Mari kita hitung hukumannya kalau misalkan semua jumlah ancaman hukuman tadi diakumulasi maka 5 tahun, 12 tahun, 6 tahun, serta 23 tahun dan kalau ditambah sepertiga lagi yaitu 7,6 tahun maka total menjadi 30,6 tahun penjara. Sementara dendanya jika diakumulasi bisa sampai 12 miliar rupiah.

Tapi kan ternyata tidak seperti itu yang akan dijerat kepada pelaku. Hukuman yang akan dikenakan kepada pelaku hanya satu yaitu hukuman 15 tahun hingga 20 tahun penjara atau bisa juga terkena hukuman mati dan dendanya 5 miliar rupiah.

Oleh sebab itu, maka kepada orangtua dan juga orang-orang dewasa di sekitar anak seperti guru dan atau pengasuh harus benar-benar selalu memperhatikan perilaku anak terutama di dunia maya. 

Kita perlu waspada apabila menemukan ciri-ciri yang menjadi indikasi bahwa anak adalah korban dari grooming. 

Mari kita cermati lagi tentang ciri-ciri anak yang terkena grooming ini.

Pertama, anak menjadi sangat tertutup. Bahkan untuk aktivitas sehari-hari seperti kegiatan yang dilakukan bersama teman-temannya, anak menjadi sangat tertutup dan tidak lagi menceritakannya kepada orang-orang dewasa di sekitarnya. Termasuk juga anak enggan bercerita kepada orangtua.

Kedua, anak memiliki pacar yang usianya jauh lebih tua. Di media sosial, anak bisa saja akan menjalin hubungan dengan orang yang lebih tua darinya. Awalnya anak dirayu dan diimingi-imingi berbagai hal.
Selanjutnya pelaku akan memanfaatkan kisah atau curhatan korban. Akhirnya pelaku seolah-olah sebagai penyelamat korban dari berbagai masalahnya yang pada akhirnya menjadi orang yang spesial dan berlanjut menjadi sepasang kekasih.

Ketiga, tiba-tiba anak memiliki banyak sekali barang baru. Orangtua harus curiga jika tiba-tiba anak memiliki barang baru sedangkan orangtua tidak memberikan uang untuk membeli barang baru tersebut. Orangtua perlu menanyakan secara baik-baik terkait asal atau bagaimana cara anak mendapatkan barang-barang baru tersebut.

Keempat, anak punya uang yang berlebih. Anak akan memiliki lebih banyak uang dibandingkan dengan jumlah uang jajan yang diberikan orangtua. Kalau hal ini perlu dicurigai oleh orangtua karena masalah uang merupakan masalah yang sangat sensitif. 

Kelima, anak mudah tertekan bahkan sensitif. Jika tiba-tiba anak menunjukkan sikap yang lebih sensitif dari biasanya maka bisa saja itu merupakan akibat dari grooming yang didapatkan dari pelaku. Bahkan untuk masalah sepele saja anak bisa menjadi lebih sensitif dari biasanya. 

Karena itulah para orangtua dan orang-orang dewasa di sekitar anak harus peka dengan perubahan-perubahan yang ada di diri anak. Dengan mengamati ciri-ciri dari salah satu yang disebutkan diatas maka segeralah orangtua mencari tahu lebih dalam terkait apa penyebab anak berperilaku demikian. 

Jika memang terbukti anak menjadi korban grooming maka segera lapor ke polisi atau pihak yang berwenang. 

Ilustrasi orangtua menghindarkan anak dari ancaman grooming (Shutterstock.com via Kompas.id)
Ilustrasi orangtua menghindarkan anak dari ancaman grooming (Shutterstock.com via Kompas.id)

Bagaimana peran orangtua untuk menghindarkan grooming pada anak?

Berikutnya adalah orangtua juga bisa melakukan peran lebih kepada anak berupa komunikasi, komitmen dan supervisi.

Pertama, komunikasi. Hal yang perlu dikomunikasikan bersama anak adalah tentang bagaimana saja penggunaan gadget dan media sosial dalam keseharian anak bersama teman-temannya. 

Orangtua perlu menentukan jalur komunikasi dua arah dengan anak untuk mendapatkan feedback. Termasuk tentu saja tentang keamanan bermedia sosial. 

Pastikan anak mengetahui informasi apa saja yang boleh disebarkan dan apa yang tidak boleh disebarkan.

Kedua, komitmen. Orangtua perlu juga untuk membuat kesepakatan ini terkait masalah komitmen mengenai penggunaan gadget. Misalnya terkait berapa lama anak bisa menggunakan gadget, kapan dan di mana boleh main gadget. 

Serta hendaknya ada pula komitmen tentang kesepakatan ini baik dari orangtua maupun dari diri anak sendiri.

Dan yang paling penting pula bahwa orangtua juga harus memberikan teladan dan komimen untuk tidak menggunakan gadget di waktu-waktu yang telah disepakati.

Jangan sampai anaknya dilarang tapi orangtuanya malah bebas menggunakan gadget sesuka hati. Hal itu tentu saja tidak memberikan teladan yang semestinya dicontohkan kepada anak. 

Ketiga, supervisi. Artinya anak, orangtua dan orang-orang dewasa di sekitar anak harus mengawasi aktivitas anak di dunia maya, apa saja konten yang dilihat anak, dan apa saja game yang dimainkan anak.

Orangtua harus tahu media sosial apa saja yang diikuti oleh anak. Aktivitas dan jaringan pertemanannya juga harus dalam pengawasan orangtua.

Kemudian, untuk penyedia platform media sosial juga sebetulnya harus punya peran dalam upaya perlindungan anak. Seharusnya ada aturan yang mengikat dan juga komitmen yang tegas. Misalnya anak tidak boleh bermedia sosial jika memang usianya di bawah 17 tahun. 

Selain itu, juga harus memperketat sistem pengamanan terhadap duplikasi akun untuk menghindari terjadinya kloning akun atau akun bodong. Platform media sosial juga harus mampu membatasi atau tidak boleh mengambil foto sembarangan. Perlu juga pengamanan terhadap konten-konten yang ada di media sosial.

And the last but not least, lagi-lagi sistem pada lembaga pemasyarakatan (LP) harus ada larangan yang tegas serta secara bersungguh-sungguh mengimplementasikan aturan pengetatan penggunaan handphone oleh narapidana bahwa harus ada yang dijewer. Misalnya saja contohnya adalah kasus pada LP di Surabaya atas kecolongan seperti ini.

Demikianlah hal penting yang perlu kita ketahui dan pahami tentang perlakuan grooming yang akan menjadi ancaman bagi anak-anak kita.

Kita semua harus bersinergi untuk menghindarkan anak dari ancaman grooming ini. Dimana saat ini penggunaan gadget dan media sosial pada anak sudah mulai tak terbendung.

Jangan sampai kita kecolongan. Jika hal yang tidak diinginkan itu terjadi tentu akan memberikan dampak buruk pada anak itu sendiri.

Semoga informasi ini bermanfaat dan kita semua benar-benar membuka mata tentang pentingnya menjaga anak dari ancaman grooming yang tidak henti-hentinya mengintai anak.

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

[Akbar Pitopang]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun