Masih adakah anak muda yang memegang nilai-nilai kebaikan dalam kehidupannya saat ini?
Di era globalisasi yang penuh dengan disrupsi di segala bidang, banyak pihak menganggap bahwa sepertinya nilai-nilai kebaikan dalam diri seorang anak muda sudah seperti barang langka.Â
Apakah memang seperti itu yang terjadi saat ini? Bisa saja hal demikian terjadi, lantaran pola pergaulan anak muda saat ini yang seringkali melampaui batas.Â
Namun, tunggu dulu! Jangan khawatir, anak muda zaman now masih banyak kok yang berkarakter atau masih memegang nilai-nilai kebaikan.Â
Seperti apa kisahnya, akan penulis ceritakan pada kesempatan kali ini.
Ini adalah kisah inspiratif tentang keberadaan anak muda zaman now yang ternyata masih memegang hal baik di dalam hidupnya. Pada beberapa waktu yang lalu penulis secara pribadi mengalami suatu kejadian tak terduga yakni kehilangan separuh nafas dalam hidup ini atau tepatnya kehilangan handphone.
Setelah kurang lebih sudah 12 tahun penulis menggunakan handphone pribadi semenjak selepas lulus SMA dan hendak jadi mahasiswa perantauan. Sejak saat itu hingga sekitar sebulan kemarin, yang namanya handphone selalu dalam genggaman dan jangkauan.Â
Kronologis kejadian yang tak terduga ini terjadi pada hari Jum'at atau lebih tepatnya sebelum pelaksanaan ibadah shalat Jum'at.
Saat itu penulis hendak membeli sepeda untuk putra kami yang baru satu-satunya. Penulis pun hanya berangkat seorang diri. Sedang antara penulis dan penjualnya sebelumnya sudah janjian via chat untuk segera bertemu.Â
Di hari yang cerah itu, penulis pulang dari tempat bekerja sekitar pukul 11.00 WIB dan langsung tancap gas ke lokasi yang telah dijanjikan. Alasan penulis langsung menuju tempat transaksi pembelian sepeda anak ini lantaran selepas shalat Jum'at penulis ada kegiatan lain berupa pelatihan yang harus diikuti.
Berbekal penunjuk arah via Google Map, penulis menuju lokasi tujuan dengan sigap. Namun, karena penulis baru pertama kali memasuki daerah atau lokasi tersebut sehingga banyak waktu yang habis di jalan hanya untuk mencari titik lokasi kediaman penjual.
Akhirnya setelah berkutat dengan Google Map disertai bertanya kepada warga lokal akhirnya penulis bisa menemukan lokasi tersebut. Sayangnya, waktu sudah semakin mepet. Waktu yang tersisa sangat terbatas sehingga penulis tidak memiliki banyak waktu untuk mengecek kondisi sepeda anak yang hendak dibeli tersebut secara detail.Â
Meskipun pengecekan kondisi fisik sepeda dilakukan secara sepintas lalu tapi penulis sudah cukup yakin dan memutuskan untuk membeli sepeda anak tersebut sejurus dengan itu langsung menyerahkan uang kepada penjualnya.Â
Nah, karena waktu sudah semakin mepet maka penulis langsung buru-buru menyudahi proses transaksi jual-beli dan langsung menghidupkan motor dan langsung pergi berlalu.
Kala itu penulis mengenakan jaket yang memiliki saku bagian bawah di kedua sisinya yang dapat ditutup dengan resleting.Â
Pada saat itu penulis benar-benar tidak sadar apakah handphone sudah disimpan dengan baik dan aman di dalam saku jaket dengan terlebih dahulu dieratkan resletingnya. Secara pribadi memang "doyan" meletakkan handphone di saku jaket yang berwarna kuning itu karena sakunya lebih luas juga sehingga terasa lebih plong.
Saku jaket tersebut memang dirasa cukup aman karena memiliki resleting sehingga dapat terhindar dari potensi jatuh atau tercecer.
Selang beberapa waktu setelah shalat Jum'at ketika kami memerlukan handphone untuk menengok informasi waktu terkini. Akhirnya barulah kami tersadar bahwa handphone telah tercecer entah dimana rimbanya.
Penulis bener-bener tak menyangka jika ternyata handphone tersebut yang mungkin telah tercecer di jalan. Padahal biasanya sebelum berkendara, kami akan memastikan dimana posisi handphone berada. Apakah ia berada di saku celana, di saku jaket, maupun disimpan di dalam tas. Gunanya untuk menghindari handphone tersebut dari potensi tertinggal.
Mungkin saat itu fokus perhatian sudah bercabang-cabang sehingga penulis terindikasi telah lupa memastikan untuk merapatkan resleting saku jaket yang dikenakan.
Akibat kecerobohan tersebut lah akhirnya handphone menjadi tercecer di jalan. Penulis yakin handphone itu telah tercecer karena penulis sudah melakukan proses pencarian dengan mengecek keberadaannya mulai dari saku jaket, lalu saku celana hingga mengecek dengan sungguh-sungguh semua bagian atau ruang di dalam tas. Bahkan kami juga coba cek di saku motor manatahu secara tak sengaja handphone diletakkan di sana. Ternyata penulis gagal menemukan keberadaan handphone yang dimaksud.Â
Seketika suasana menjadi kacau, pikiran menjadi tak menentu dan diatas pundak rasanya seperti ada beban yang sangat berat yang sedang dipikul. Sungguh situasi perasaan yang sangat berat untuk dibayangkan pada saat itu. Pasalnya, seperti yang semua orang rasakan bahwa eksistensi handphone ibarat separuh nyawa. Kehilangan handphone bagaikan orang yang sedang lingling tak tahu arah.
Semua informasi yang sifatnya "urgent" disimpan dalam handphone. Karena memang untuk manusia zaman now keberadaan handphone tidak hanya sebatas sebagai alat berkomunikasi dan memanfaatkan fasilitas internet semata. Lebih dari itu keberadaan handphone untuk memudahkan segala urusan dan hajat hidup manusia.Â
Semua manusia saat ini sudah sangat bergantung dengan perangkat handphone. Walaupun kondisinya banyak lecet dan sudah tidak mulus lagi yang paling penting adalah data dan segala informasi pribadi yang tersimpan di memori handphone tersebut.
Tak lama setelah itu penulis langsung bergegas pulang ke rumah kemudian menyampaikan kemalangan tersebut kepada istri. Dengan meminjam handphone milik istri, penulis langsung mencoba menghubungi nomor sendiri yang ada di handphone yang hilang.Â
Dengan perasaan yang campur aduk, penulis coba menekan 12 digit angka di layar handphone yang ada di tangan.
Awalnya saat panggilan pertama tidak ada jawaban sama sekali. Pada saat itu penulis langsung merasa sangat was-was bahwa panggilan tersebut mungkin sengaja tidak diangkat oleh orang yang menemukannya. Selang beberapa detik ternyata ada permintaan menghubungi ulang dari nomor kami sendiri. Penulis langsung mencoba menghubungi untuk kedua kalinya dan hasilnya penulis dapat terhubung dengan seseorang di balik panggilan telepon yang berada pada suatu tempat yang tidak diketahui.
Tanpa basa-basi namun tetap dengan sikap yang sopan kami langsung menanyakan perihal keberadaan handphone itu.
"Assalamu'alaikum. Halo, selamat siang"
"Wa'alaikumsalam" (Mendengar ada suara yang menyahut di balik speaker handphone, rasanya seperti langit tak jadi runtuh)
"Permisi, Pak. Ini saya yang punya hp yang bapak ketemukan. Apakah saya bisa mengambil kembali hp tersebut, Pak?"
"Bisa. Bapak silahkan ke tempat saya bekerja. Lokasinya masuk lampu merah di Jalan Sultan Syarif Kasim yang dekat bioskop"
"Oh, saya tahu lokasinya. Saya langsung menuju kesana ya"
"Baik, Pak. Silahkan"
Syukurlah ia dapat diajak bekerja sama dan menunjukkan respon yang hangat dan bersahabat. Penulis langsung menuju lokasi yang telah disebutkan tadi. Untunglah lokasinya berada searah dengan lokasi tempat pelatihan yang akan penulis ikuti.Â
Alhamdulillah penulis bisa menemukan lokasi keberadaan orang yang menemukan handphone tersebut. Sambil menunggu di parkiran, lalu ada seorang anak muda datang menghampiri seraya melempar sebuah pertanyaan.
"Maaf, Bapak yang tadi kehilangan handphone ya?"
"Iya, dek"
"Tunggu sebentar ya, Pak. Saya kedalam dulu ambil hp-nya"
"Siap, dek"
Ternyata yang menemukan handphone itu adalah seorang pemuda yang usianya berkisar antara 17 sampai 20 tahun. Dia bekerja di sebuah cafe dan sebagai pramusaji.
Tak lama ia datang lagi menghampiri lalu ia langsung menyerahkan handphone itu.Â
Sebelumnya penulis memang menanyakan terkait kronologis perihal handphone tersebut bisa ada ditangannya.Â
Dia bersabda, pada awalnya ia mengira ada case handphone yang terjatuh di tengah jalan. Lalu dia mencoba untuk mengambilnya. Ternyata tak disangka benda tersebut ternyata sebuah handphone namun kondisi LCD dan layarnya sudah banyak yang retak akibat terlindas mobil. Kebetulan dia menemukan handphone itu ketika hendak berangkat menuju ke cafe tempat ia bekerja.
Penulis ungkapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pemuda itu. Akhirnya handphone yang hilang kembali pulang ke empunya secara sah.
Sebelum meninggalkan pemuda tersebut, selain penulis mengungkapkan rasa terima kasih kepada pemuda yang telah menyelamatkan separuh nyawa serta telah bersedia bekerjasama dengan baik tanpa ada syarat sedikitpun.Â
Sebagai bentuk ungkapan lain dari sebuah ucapan terima kasih, penulis telah menyiapkan sedikit rezeki untuk diserahkan kepada pemuda tersebut. Namun, ternyata ia menolak dengan tegas pemberian itu.Â
Walaupun kami sudah memaksa tapi dia tetap bersikukuh tidak mau menerima pemberian tersebut.
Hmm, apa boleh buat. Baiklah kalau begitu. Mau bagaimana lagi. Â
Pemuda itu menolak mungkin dia memang benar-benar ingin membantu orang yang sedang kesusahan dengan setulus hati dan ikhlas tanpa mengharapkan sedikitpun imbalan atau pamrih. Sungguh mulia hatinya, bagaikan seorang malaikat.
Sebelum meninggalkan pemuda yang tegap dan berwibawa itu, penulis meminta nomor kontaknya dengan niat mana tahu suatu saat dia sedang butuh bantuan maka penulis bisa membantunya sebagai bentuk balas budi.
Dari sebuah kisah yang sangat berharga ini kita dapat melihat ternyata masih ada anak muda di dunia yang fana ini yang masih memiliki rasa empati dan kepedulian yang luar biasa didalam dirinya.Â
Dengan berkaca pada situasi saat ini dimana kebutuhan akan materi berupa uang misalnya adalah sangatlah tinggi. Terutama di kalangan anak muda yang butuh suntikan dana besar untuk dapat eksis baik kehidupan nyata maupun di dunia maya.
Apalagi di situasi saat ini yang masih dalam suasana pandemi. Hidup serba susah, serba mahal, dan serba dipersulit.Â
Oleh sebab itu, penulis mengira orang-orang saat ini khususnya para pemuda akan menggadaikan sisi kemanusiaan dalam hati dan sanubarinya. Lalu mengenyampingkan nilai-nilai kebaikan untuk sesuatu yang dinilai hanya dari segi materil semata.
Tapi ternyata dugaan penulis telah salah. Buktinya, masih banyak diluar sana anak muda yang masih berpegang teguh kepada nilai-nilai kebaikan yang telah tertancap kuat dalam dirinya sebagai suatu sikap karakter dan moral yang dijadikan sebagai suatu pengamalan di dunia ini.
Terima kasih, wahai anak muda!
Kebaikanmu akan selalu ku kenang.
Malaikat pasti sudah mencatat sebagai pahala.
Yang akan menjadi kendaraanmu menuju surga kelak. Aamiin.
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
Salam kebaikan.
[Akbar Pitopang]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H