Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Alasan Pentingnya Memastikan Anak Berkebutuhan Khusus Masuk Sekolah Inklusi

25 Juli 2022   04:30 Diperbarui: 26 Juli 2022   12:58 2024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kesempatan kali ini penulis akan membagikan kisah tantangan guru mendidik ABK di sekolah reguler yang bukan sekolah inklusif. Bagaimana kisahnya, mari kita simak dengan seksama.

ABK atau Anak Berkebutuhan Khusus selayaknya memang didaftarkan ke sekolah khusus atau yang selama ini kita kenal dengan Sekolah Luar Biasa (SLB).

Hal ini bukan tanpa alasan karena jika anak ABK didaftarkan di sekolah khusus maka mereka dapat mendapatkan hak yang utuh untuk mengalami proses pendidikan sesuai dengan kondisi fisik dan mental seorang anak ABK.

Pada sekolah khusus ABK disediakan guru khusus yang memiliki latar belakang keilmuan serta kompetensi yang dibutuhkan oleh siswa ABK. 

Berbeda dengan sekolah reguler yang mana guru dan tenaga kependidikannya belum disiapkan untuk mampu mendidik dan membina siswa yang berkebutuhan khusus ini.

Walaupun guru di sekolah reguler bisa saja mendidik siswa berkebutuhan khusus, namun tentu guru atau sekolah bisa kewalahan karena mendidik siswa berkebutuhan khusus tidaklah gampang. 

Karena bagi guru dalam mendidik siswa lainnya yang mungkin bisa dikatakan dalam keadaan normal siswa dalam satu kelas dengan jumlah sebanyak itu memiliki pola karakter dan sikap yang berbeda-beda yang belum tentu pula dapat diselesaikan berbagai permasalahannya oleh guru atau wali kelas dengan mudah.

Kehadiran siswa berkebutuhan khusus di sekolah reguler tentu akan menjadi tantangan yang sangat berat bagi guru karena siswa berkebutuhan khusus adalah anak yang istimewa dari sisi kondisi baik fisik maupun mental yang sangat membutuhkan penanganan khusus.

Maka, untuk itulah disediakan sekolah khusus (SLB) yang menampung para siswa berkebutuhan khusus yang akan jadi dididik dan dibina oleh guru khusus yang memiliki kompetensi dan bidang keilmuan sesuai dengan yang dibutuhkan siswa berkebutuhan khusus.

Lalu, apa yang akan terjadi jika siswa berkebutuhan khusus ini tersasar ke sekolah reguler?

Apakah hal tersebut kemungkinan dapat terjadi?

Jawabannya bisa saja terjadi baik secara sengaja maupun tanpa disengaja yang mana sama sekali tak terduga oleh guru maupun pihak sekolah pada saat proses penerimaan peserta didik baru atau PPDB. 

Sebagaimana pada artikel liputan khusus PPDB kemarin bahwa penulis pernah menyinggung terkait ada saja orangtua yang anaknya berkebutuhan khusus tetapi malah dicoba untuk didaftarkan di sekolah reguler. 

Jika pada saat proses PPDB, siswa berkebutuhan khusus tersebut dapat langsung terdeteksi maka calon murid baru tersebut dapat langsung diarahkan untuk didaftarkan ke sekolah khusus. 

Untuk itulah pentingnya aturan tentang penerimaan peserta didik baru di sekolah reguler yang mengharuskan orangtua dan anaknya hadir di sekolah pada proses PPDB. Karena dengan begitu sekolah bisa benar-benar memastikan bahwa siswa yang akan diterima jelas kondisinya apakah berkebutuhan khusus atau tidak. 

Namun terkadang hal ini bisa saja tak terdeteksi pada masa awal proses PPDB dan pada masa awal dimulainya pembelajaran pada Tahun Pelajaran Baru. Karena sebenarnya kategori anak atau siswa berkebutuhan khusus ini cukup luas tidak hanya sekedar terlihat perbedaannya pada kondisi fisik semata. 

Siswa yang mengalami kondisi keterlambatan berbicara dan berkomunikasi serta dengan kemampuan kognisi yang lambat sehingga susah untuk menerima pelajaran atau disebut juga dengan slow learner juga dapat dikategorikan sebagai siswa berkebutuhan khusus. 

Kembali kepada topik utama yang sedang kita bahas kali ini bahwa ternyata di sekolah kami pernah mendapati siswa yang ternyata memiliki kebutuhan khusus atau ABK. 

Padahal sekolah kami bukanlah sekolah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai sekolah inklusif. 

Sekolah inklusif adalah sekolah reguler yang secara khusus ditetapkan oleh pemerintah menjadi sekolah yang dapat menerima siswa berkebutuhan khusus dan siswa biasa. 

Sekolah inklusif juga tersedia guru, fasilitas serta kurikulum dengan sistem pembelajaran, pengajaran, kurikulum, sarana dan prasarana, serta sistem penilaian yang mampu mengakomodasi kebutuhan anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat beradaptasi dan menerima pendidikan sebaik mungkin.

Lalu, bagaimana bisa siswa berkebutuhan khusus nyasar ke sekolah reguler yang bukan sekolah inklusif?

Kalau diidentifikasi dari segi fisik memang semua orang khususnya kami sebagai guru tidak akan menyangka bahwa siswa tersebut berkebutuhan khusus. Lantaran kondisi fisik siswa tersebut dalam keadaan yang baik sehingga dapat bergerak dengan lincah atau aksesibilitasnya tak terbatas. 

Setelah proses pembelajaran dimulai maka barulah dapat disimpulkan siswa tersebut berkebutuhan khusus karena ia tidak lancar dalam berbicara atau berkomunikasi layaknya siswa lain seusianya. Tidak hanya itu, ternyata siswa tersebut tergolong siswa dengan kemampuan kognisi yang agak lambat atau slow learner.

Sehingga pada masa-masa awal proses pembelajaran telah dimulai, kami sebagai guru pada sekolah reguler memang cukup kewalahan menghadapi siswa yang berkebutuhan khusus tersebut.

Perlakuan atau treatment yang harus diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus tersebut tentu berbeda dengan perlakuan yang akan diberikan kepada siswa lain dengan kondisi biasa yang bukan ABK.

Jika siswa lain bisa menerima pelajaran atau materi yang disampaikan dalam waktu satu kali penyampaian maka siswa berkebutuhan khusus tersebut tentu perlu penyampaian secara berulang kali. Karena siswa berkebutuhan khusus tersebut memiliki kemampuan kognisi yang lambat tentu hasil belajarnya tidak sama dengan siswa lainnya terlihat dari hasil penilaian atau asesmen yang telah dilakukan oleh guru.

Guru memastikan proses pendidikan sesuai dengan yang dibutuhkan siswa berkebutuhan khusus (Dok. Sekolah Cikal via Kompas.com)
Guru memastikan proses pendidikan sesuai dengan yang dibutuhkan siswa berkebutuhan khusus (Dok. Sekolah Cikal via Kompas.com)
Menghadapi siswa berkebutuhan khusus semacam itu yang dapat dilakukan guru di sekolah reguler hanyalah mengusahakan yang terbaik bagi siswa berkebutuhan khusus tersebut. 

Untuk memindahkan siswa tersebut ke sekolah khusus atau ke SLB sepertinya agak susah atau sudah tidak memungkinkan lagi lantaran pasti orangtuanya akan tersinggung atau merasa keberatan jika pihak sekolah menyampaikan kondisi anaknya dalam kategori berkebutuhan khusus. 

Akhirnya guru hanya bisa menerima dengan lapang dada terhadap kondisi yang ada dan terus mengupayakan siswa berhubungan khusus tersebut dapat mengalami proses pembelajaran yang baik sebagaimana mestinya. 

Walaupun mungkin guru akan merasa sedikit kewalahan tapi bagi guru hal tersebut adalah hal yang biasa karena mendidik siswa adalah panggilan jiwa dan tugas mulia yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab meskipun harus menghadapi siswa dengan berbagai kondisi dan latar belakang.

Namun, ternyata Tuhan memang akan selalu adil terhadap hamba-Nya. Walaupun siswa tersebut berhubungan khusus dari segi kemampuan berkomunikasi dan kemampuan kognisi yang lambat, ternyata siswa berkebutuhan khusus tersebut memiliki kelebihan lain yang patut dibanggakan.

Setelah guru berhasil mengeksplorasi potensi dan minat dari siswa berkebutuhan khusus tersebut, guru dapat mengetahui siswa itu memiliki bakat dalam melukis atau menggambar yang sangat luar biasa. Ia dapat menggambar dengan baik sehingga hasil dari lukisannya sangat menarik dan dapat digolongkan menjadi karya seni dengan nilai estetis yang mumpuni.

Jadi sebenarnya semua siswa memiliki kelebihannya masing-masing. Baik siswa dalam kondisi biasa maupun siswa yang berkebutuhan khusus sama-sama memiliki minat dan potensi yang bisa diekspor oleh guru.

Jadi seperti itulah gambaran dari pengalaman penulis disaat menghadapi siswa yang berkebutuhan khusus yang nyasar ke sekolah reguler yang bukan sekolah inklusif.

Kasus semacam itu sejatinya jangan sampai terjadi atau dibiarkan berlarut-larut karena bisa saja dapat merugikan siswa berkebutuhan khusus karena penanganannya belum tentu sesuai dengan yang semestinya.

Sebenarnya kondisi ini tidak boleh diabaikan oleh pihak sekolah maupun orangtua. Karena dampak atau akibatnya sangat besar bagi siswa yang bersangkutan. 

Pentingnya kerjasama dari orangtua untuk menyekolahkan ABK di sekolah khusus atau Sekolah Inklusif (sumber foto: depoedu.com)
Pentingnya kerjasama dari orangtua untuk menyekolahkan ABK di sekolah khusus atau Sekolah Inklusif (sumber foto: depoedu.com)
Oleh karena itu, dari kasus yang telah terjadi dapat kita ambil hikmah sehingga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan kasus tersebut.

1. Pihak dari sekolah reguler harus benar-benar memastikan pada saat PPDB murid yang akan diterima dengan kondisi biasa atau berkebutuhan khusus. 

Hal ini bukan tanpa alasan bahwa murid hendaknya benar-benar dapat mengalami proses pendidikan sesuai dengan kondisi riil yang mereka alami. Jika memang siswa dalam kondisi berkebutuhan khusus maka harus diarahkan di sekolah khusus (SLB) ataupun ke sekolah inklusif. Pemerintah sudah mengatur terkait hal itu. 

2. Orangtua yang telah mengetahui kondisi anaknya berkebutuhan khusus maka jangan "ngeyel" dengan tetap bersikukuh ingin mendaftarkan anaknya ke sekolah reguler. 

Padahal hal tersebut akan sangat merugikan anaknya sendiri lantaran di sekolah reguler belum mampu mengakomodir kebutuhan siswa berkebutuhan khusus dengan baik. Sedangkan di sekolah khusus atau sekolah inklusif yang menampung siswa berkebutuhan khusus telah tersedia guru, perangkat ajar, kurikulum khusus, serta segala fasilitas pendukung yang dapat mengakomodir segala bentuk kebutuhan siswa berkebutuhan khusus dengan berbagai kondisi dan latar belakangnya. 

Jika siswa berkebutuhan khusus belajar di sekolah khusus maka bakat atau potensi yang tersimpan di dalam dirinya akan dapat ditemukan lebih cepat oleh guru. Karena guru khusus tersebut memiliki kompetensi khusus untuk mengeksplorasi bakat yang tersimpan di dalam diri siswa berkebutuhan khusus. Untuk itu orangtua harus legowo dan bekerja sama untuk mendaftarkan anak ke sekolah sesuai dengan kondisi anak yang sebenarnya.

3. Sekolah reguler yang lebih cepat mengetahui atau menemukan fakta sebenarnya tentang kondisi siswa berkebutuhan khusus yang telah diterima maka dapat membicarakan secara baik-baik dengan pihak orangtua untuk merekomendasikan siswa tersebut ke sekolah khusus. Lebih awal maka lebih baik. 

4. Untuk menanggapi poin pada nomor 3 di atas maka pihak orangtua harus dapat menerima dengan lapang dada kondisi anaknya yang telah disampaikan oleh pihak sekolah. 

Jika pihak sekolah reguler merekomendasikan anaknya untuk segera didaftarkan ke sekolah khusus maka hendaklah orangtua tidak tersinggung dan dapat berbesar hati demi kebaikan anaknya juga.

Demikianlah pengalaman yang penulis alami terkait menghadapi kondisi siswa berkebutuhan khusus yang nyasar di sekolah reguler. 

Semoga kasus seperti yang digambarkan di atas tidak terulang kembali di kemudian hari. Demi kebaikan semua pihak khususnya siswa berkebutuhan khusus. 

Semoga informasi ini bermanfaat dan semakin menambah wawasan kita semua tentang bagaimana menyikapi atau mengambil sikap terbaik untuk siswa berkebutuhan khusus.

Sebab siswa berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama dengan siswa yang lainnya dalam hal mendapatkan akses dan pengalaman terbaik dalam proses pembelajaran.

*****

Salam berbagi dan menginspirasi. 

[Akbar pitopang]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun