Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Bagaimana Dampak "Long Distance Parenting" bagi Tumbuh Kembang Anak?

24 Juli 2022   05:46 Diperbarui: 28 Juli 2022   13:30 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selama menjalani long distance pareting, anak semakin mantap belajar makan sendiri (Foto: Akbar Pitopang)

Selama menjalani long distance pareting, anak semakin mantap belajar makan sendiri (Foto: Akbar Pitopang)
Selama menjalani long distance pareting, anak semakin mantap belajar makan sendiri (Foto: Akbar Pitopang)

2. Anak terus belajar untuk bisa makan sendiri

Selama ini, saat anak sedang makan, orangtua lebih dominan untuk menyuapi anak agar ia mau makan. 

Disamping itu, juga dipengaruhi keterbatasan waktu untuk membiarkan anak menghabiskan sendiri makanan yang diberikan kepadanya.

Akhirnya anak kami cenderung akan lebih banyak makannya ketika kami yang menyuapinya.

Jika anak disodorkan piring berisi makanan, ia lebih tertarik untuk memainkan dan membuang-buang makanan tersebut. 

Namun, setelah dilakukan long distance parenting, anak sudah agak mampu menjaga sikap saat makan. Anak sudah mau menyuap makanannya sendiri. Serta, anak juga mau untuk menghabiskan makanannya.

Bahkan dari meningkatnya kemampuan berkomunikasi, si anak juga sudah bisa minta diambilkan makan ketika perutnya terasa lapar.

3. Berinteraksi dengan teman sebaya disertai kontrol diri

Di lokasi tempat tinggal kami di perantauan, anak kami tidak memiliki teman yang seumuran dengannya. anak-anak tetangga sekitar perumahan kami kebanyakan usianya berada di atas usia anak kami. Sehingga anak kami tidak punya teman sama sekali. 

Sedangkan ketika di kampung, anak bisa punya banyak teman dengan yang seumuran dengannya. pun di kampung, anak bisa berteman dengan sepupunya sendiri yang usia mereka tidak terpaut jauh hanya selisih tiga bulan. 

Pada awalnya, anak tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya kepada temannya. si anak masih suka "main tangan" kepada temannya sebagai cara untuk berinteraksi atau menarik perhatian temannya. 

Namun, setelah diarahkan kini ia sudah bisa lebih mengontrol diri dan mengurangi kontak verbal yang sebelumnya masih belum terkontrol dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun