2. Anak terus belajar untuk bisa makan sendiri
Selama ini, saat anak sedang makan, orangtua lebih dominan untuk menyuapi anak agar ia mau makan.Â
Disamping itu, juga dipengaruhi keterbatasan waktu untuk membiarkan anak menghabiskan sendiri makanan yang diberikan kepadanya.
Akhirnya anak kami cenderung akan lebih banyak makannya ketika kami yang menyuapinya.
Jika anak disodorkan piring berisi makanan, ia lebih tertarik untuk memainkan dan membuang-buang makanan tersebut.Â
Namun, setelah dilakukan long distance parenting, anak sudah agak mampu menjaga sikap saat makan. Anak sudah mau menyuap makanannya sendiri. Serta, anak juga mau untuk menghabiskan makanannya.
Bahkan dari meningkatnya kemampuan berkomunikasi, si anak juga sudah bisa minta diambilkan makan ketika perutnya terasa lapar.
3. Berinteraksi dengan teman sebaya disertai kontrol diri
Di lokasi tempat tinggal kami di perantauan, anak kami tidak memiliki teman yang seumuran dengannya. anak-anak tetangga sekitar perumahan kami kebanyakan usianya berada di atas usia anak kami. Sehingga anak kami tidak punya teman sama sekali.Â
Sedangkan ketika di kampung, anak bisa punya banyak teman dengan yang seumuran dengannya. pun di kampung, anak bisa berteman dengan sepupunya sendiri yang usia mereka tidak terpaut jauh hanya selisih tiga bulan.Â
Pada awalnya, anak tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya kepada temannya. si anak masih suka "main tangan" kepada temannya sebagai cara untuk berinteraksi atau menarik perhatian temannya.Â
Namun, setelah diarahkan kini ia sudah bisa lebih mengontrol diri dan mengurangi kontak verbal yang sebelumnya masih belum terkontrol dengan baik.