Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

PPDB 2022: Persaingan Sengit SMP Vs MTsN, Bagaimana Animo Orangtua?

3 Juli 2022   20:34 Diperbarui: 4 Juli 2022   07:34 2667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa SMP/MTsN (Foto: KOMPAS.com/NURWAHIDAH)

Pada kesempatan kali ini penulis akan berbagi sedikit cerita menarik terkait penerimaan peserta didik baru (PPDB) beberapa waktu yang lalu, setelah kemarin penulis menyinggung terkait kegiatan PPDB 2022 untuk jenjang SD dimana ada beberapa hal yang sering luput dari perhatian orangtua sehingga banyak yang terkendala dalam prosesnya. Berbeda dengan PPDB SD, pada PPDB jenjang SMP lain ceritanya. Pantas untuk kita cermati bersama.

Tahun ini keponakan kami hendak melajutkan studi ke jenjang SMP. Di sekitar lokasi tempat tinggalnya sudah ada SMP negeri yang siap menampung calon siswa yang baru lulus SD untuk melanjutkan studi.

Sama seperti sekolah negeri pada umumnya bahwa fasilitas yang tersedia di SMP negeri tersebut cukup memadai guna menjunjang proses belajar mengajar (PBM). Seharusnya memang SMP negeri menjadi tujuan orangtua untuk melanjutkan masa belajar anaknya setelah lulus dari SD.

Ternyata yang terjadi kali ini tidak demikian. Apa gerangan yang terjadi?

Telah terjadi pergeseran trend di kalangan orangtua untuk menyekolahkan anaknya di MTsN atau Madrasah Tsanawiyah Negeri.

Sebuah sekolah untuk jenjang SMP yang berada dibawah naungan Kementerian Agama (Kemenag). jadi MTsN ini juga sama-sama merupakan sekolah negeri.

Walaupun lokasinya agak sedikit jauh dari lokasi tempat tinggal keponakan kami. Jika dibandingkan dengan jarak rumah dengan SMP negeri tadi maka lebih dekat ke SMP. Bahkan keponakan kami bisa saja berangkat dan pulang sekolah dengan berjalan kaki.

Tapi orangtuanya malah mendaftarkannya ke MTsN walaupun agak sedikit jauh dari rumah kami.

Pilihan kakak kami untuk menyekolahkan anaknya ke MTsN juga dialami oleh para orangtua siswa yang lainnya.

Hampir pada umumnya bahwa para orangtua yang anaknya lulus SD tahun ini khusus yang lokasi tempat tinggalnya berada dekat dengan SMP negeri tadi malah mendaftarkan anaknya ke MTsN yang sama dengan keponakan kami.

Begitu tinggi antusiasme dan animo para orangtua untuk mendaftarkan anaknya ke MTsN pada tahun ini.

Karena tingginya antuasiasme orangtua beserta anaknya untuk mendaftar sekolah ke MTsN, bahkan timbul istilah "beli kursi" dikarenakan kuota yang disediakan tidak memadai lagi.

Kuota siswa yang akan diterima pada suatu sekolah jelas ditentukan bersadarkan ketersediaan jumlah ruang kelas yang terdapat pada sekolah tersebut.

Sehingga, MTsN tersebut sudah tidak dapat menampung semua calon siswa yang sudah mendaftarkan diri.

Walau begitu para orangtua tetap bersikukuh untuk tetap menyekolahkan anaknya ke MTsN.

Kondisi demikian menyebabkan SMP negeri yang kami ceritakan diawal tadi mengalami kekurangan siswa.

Sejauh ini, berdasarkan informasi yang beredar bahwa siswa yang sudah mendaftar ke SMP negeri tersebut jumlahnya sangat sedikit bahkan bisa dihitung dengan jari.

Kondisi demikian tentu sangat meresahkan bagi pihak SMP negeri. Sehingga sepertinya pihak SMP sudah melapor ke pihak terkait bahwa kondisi tersebut harus dapat ditanggulagi.

Oleh karena itu, beberapa waktu yang lalu perangkat pemerintahan setempat sudah menghimbau para orangtua untuk dapat mendaftarkan anaknya ke SMP negeri.

Tidak sekedar menghimbau bahkan mereka turut menjemput dan mendatangi para orangtua agar mereka mau mendaftarkan anaknya ke SMP negeri sesuai zonasi tersebut.

Walau demikian, para orangtua tetap bersikeras dan tak goyang pendiriannya untuk menyekolahkan anaknya ke MTsN.

Melihat kondisi tersebut, apa sebenarnya alasan para orangtua ingin menyekolahkan anaknya ke MTsN dan tidak rela anaknya didaftarkan ke SMP?

Berikut penjelasannya setelah kami rangkum dari para orangtua khususnya dari orangtua keponakan kami sendiri.

1. Mencegah disrupsi tingkat tinggi setelah terjadinya pandemi

Bahwa yang sama-sama kita tahu, sejauh ini telah terjadi fenomena disrupsi di dunia pendidikan yang disebabkan oleh adanya pandemi beberapa waktu yang lalu.

Akibat pandemi pula, telah terjadi fenomena learning loss dan mengeroposan karakter siswa menjadi kurang berakhlak.

Pembelajaran dicampuri oleh yang namanya perangkat handphone yang disana para siswa dapat saja terpapar oleh konten yang tidak sepantasnya terakses oleh para siswa.

Oleh karena itu guna mencegah dampak buruk yang mengakibatkan para siswa mengalami krisis moral. Maka siswa SD yang baru lulus dari masa pembelajaran pada kondisi pandemi perlu diberikan proteksi diri sejak dini.

2. Masa pubertas perlu bimbingan dan proteksi diri

Masa pubertas merupakan masa transisi yang akan dialami oleh setiap siswa terutama oleh siswa SD yang baru melajutkan studi ke jenjang SMP.

Pada masa pubertas ini, yang sering terjadi adalah siswa akan mecoba merasakan hal-hal baru karena rasa penasaran yang tinggi.

Termasuk segala hal yang terjadi pada dirinya baik fisik maupun psikis tentu akan menyebabkan mereka bertanya-tanya mengapa hal itu terjadi.

Pengalaman baru yang terjadi tersebut, jika tak diedukasi dengan baik tentu bisa saja terjadi penyimpangan dan berdampak buruk pada fase perkembangan siswa.

Oleh karena itu, MTsN dirasa sangat pas menjadi pembangunan benteng diri dan pehamanan siswa terkait kondisi pubertas.

Di lingkungan MTsN yang "lebih terjaga" dan lebih terkontrol mampu sedikit mengurasi rasa kekhawatiran para orangtua akan pengaruh buruk yang terus terjadi.

Tingginya antusiasme orangtua yang hendak menyekolahkan anak ke MTsN pada PPDB 2022 ini (Ilustrasi dari Kompas.com/Syahrul Munir)
Tingginya antusiasme orangtua yang hendak menyekolahkan anak ke MTsN pada PPDB 2022 ini (Ilustrasi dari Kompas.com/Syahrul Munir)

3. Porsi ilmu agama di MTsN lebih banyak dibanding SMP

Dikarenakan MTsN berada dibawah naungan Kemenag, maka sudah jelas bahwa kurikulum yang diterapkan selain mengikuti kurikulum yang berlaku juga memiliki porsi pelajaran agama yang lebih banyak dibandingkan dengan SMP.

Di SMP, siswa hanya mempelajari materi pelajaran agama Islam secara ringkas dan lebih banyak dalam bentuk pengenalan sehingga mereka dirasa akan kekurangan ilmu agama.

Sedangkan di MTsN, para siswa akan diajarkan berbagai cabang ilmu agama seperti fiqih, akidah akhlak, sejarah kebudayaan Islam (SKI) dan lain sebagainya.

Dengan menyekolahkan anak ke MTsN, orangtua telah ikut berupaya membekali anaknya dengan ilmu pengetahuan agama yang akan menjadi bekal dan persiapan mereka menjalani kehidupan sosial dan kemasyarakatan nantinya.

Ilmu agama sangat dibutuhkan sekali sebagai kompas kehidupan sehingga anak senantiasa berada di jalur yang benar.

Setidaknya jika nanti siswa kembali melanjutkan studi ke SMA misalnya, mereka sudah punya bekal dan benteng diri. Sehingga pengaruh buruk dari hasil pergaulan dapat lebih difilter oleh anak itu sendiri.

4. Opsi jitu selain pesantren

Jika orangtua dihadapkan dengan pilihan menyekolahkan anak ke pesantren atau MTsN, tentu para orangtua akan memilih menyekolahkan anaknya ke pesantren.

Namun, dikarenakan berbagai faktor penghalang seperti keterbatasan finansial hingga orangtua yang tidak sanggup melepas anak untuk berada jauh darinya menyebabkan orangtua enggan untuk menyekolahkan anak ke pesantren.

Sedangkan orangtua masih menganggap bahwa ilmu agama masih sangat perlu dibekali kepada anak.

Oleh karena itulah posisi MTsN menjadi pilihan jitu untuk melabuhkan anak pada lingkungan pendidikan formal yang sebagaimana diharapkan oleh orangtua.

Demikianlah hal unik dan menarik perhatian terkait PPDB untuk jenjang SMP pada tahun 2022 ini. Sepertinya tren menyekolahkan anak ke MTsN masih akan terus berlanjut hingga masa yang akan datang.

Jika beberapa waktu yang lalu Kompasiana mengangkat isu atau topik pilihan yang membahas perbandingan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta.

Maka kali ini yang terjadi adalah perbandingan antara dua jenis sekolah yang sama-sama negeri yakni SMP dan MTsN.

Sungguh menarik sekali di tengah kondisi dunia pendidikan Indonesia saat ini yang masih terus mencari jati diri.

Baik SMP atau MTsN, keduanya sama-sama baik dan pantas menjadi tempat anak bersekolah dan melanjutkan studi.

Keduanya tetap memiliki tantangan dan berbagai pengaruh buruk yang terus membayang-bayangi para siswa.

Namun yang terpenting adalah bagaimana sikap sekolah, guru dan terutama para orangtua dalam menyikapinya.

Siswa pada jenjang SMP/MTsN berada dalam masa transisi dan pubertas harus mendapatkan porsi kontrol dan pengawasan yang ketat dan lebih tegas.

Pengalaman baru yang dialami anak di masa pubertas atau masa transisi ini menjadi pengalaman dan kisah kehidupan tersendiri yang dapat membentuk pola pikir dan cara bersikap anak di kemudian hari.

Salam berbagi dan menginspirasi.

[Akbar Pitopang]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun