Para suami moderat begitu menyayangi istrinya dan juga anak-anaknya. Tetapi hal itu sering tidak disadari oleh istri yang suaminya rela untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Malah semakin menjadikan si istri larut dalam pola dan kebiasaan buruk karena telah menghabiskan waktunya untuk segala hal yang berhubungan dengan Korean Wave ini.
Untuk beberapa saat di masa-masa awal, para suami masih bisa memaklumi dan menganggapnya sebagai bentuk apresiasi terhadap istri yang sudah melayani suami dan anak-anak dirumah.
Tapi lama-kelamaan para suami pasti akan merasa jengkel kepada istrinya yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk memegang handphone dan senyum-senyum sendiri melihat para idola K-pop.
Suatu kondisi yang mengkhawatirkan disaat porsi perhatian istri kepada Korean Wave memang sudah pada level yang tidak bisa dibiarkan lagi.
Pada suatu momen ketika suami mengingatkan istrinya untuk merubah pola dan kebiasaan negatif itu, ternyata malah suami yang balik dimarahi si istri.
Tidak hanya sekedar melampiaskan emosi kepada suami, bahkan seringkali menyerempet kepada anaknya yang masih kecil.
Sering pula teman kami mendapati istrinya kesal dan muak kepada anaknya yang masih kecil itu disaat anaknya rewel dan mengusik perhatian istrinya saat menonton drama Korea. Disaat yang bersamaan anaknya ingin diputarkan lagu atau animasi.
Kami menilai bahwa Korean Wave yang menjangkiti para ibu rumah tangga dapat dikelompokkan kedalam tingkatan level berdasarkan dampak yang ditimbulkan.
Pertama, level penikmat.
Pada level pemula ini, efek Korean Wave masih sebatas hal yang biasa saja. Sama seperti keberadaan budaya asing lainnya.
Level ini memang bisa terjadi pada semua orang. Penulis pun menyadari bahwa kami ikut menyukai Korean Wave ini.
Akan tetapi kami hanya sebatas pada posisi sebagai masyarakat umum yang teredukasi diplomasi budaya di lakukan negara di kawasan Asia yang satu ini.
Apa itu K-pop? Apa saja yang termasuk produk budaya Korea? Misalnya saja kami tertarik untuk mencicipi menu makanan Korea. Atau sekedar siap sedia ketika ada yang mengajak untuk makan di restoran Korea.
Kedua, level penggemar.
Pada level ini, seseorang sangat memiliki ketertarikan dalam porsi perhatian yang besar terhadap Korean Wave yang berkembang.
Seseorang yang sudah terjangkiti dan berada di level penggemar ini tidak rela jika ketinggalan informasi seputra K-pop.
Akibatnya ia akan ikut menghafalkan lirik dari lagu-lagu Korea, membeli aksesoris yang berkaitan dengan budaya Korea, atau bahkan suka melontarkan beberapa kosakata Bahasa Korea dalam sebuah percakapan.
Porsi perhatiannya untuk segala hal yang berhubungan dengan realita hidup di dunia nyata masih sangat besar. Misalnya beberapa fokus utama masih ke beberapa hal seperti masalah pekerjaan, karier dan kendala yang dihadapi saat menjalani kehidupan ini.
Ketiga, level fanatik.
Level penjangkitan yang selanjutnya adalah level fanatik. Pada level ini, seseorang bisa dikatakan sudah berada pada level yang mengkhawatirkan.
Keadaan yang terjadi pada istri rekan kami tadi jelas menunjukkan bahwa ia sudah berada di level ini karena sudah begitu tergila-gila dengan budaya Korea setiap harinya.
Setiap hari menyanyikan lagu-lagu Korea, selalu memegang handphone hanya untuk mencari informasi terkini tentang budaya Korea, menghabiskan waktu untuk nonton drama Korea, rela menghambur-hamburkan uangnya agar dapat sesering mungkin membeli makanan Korea, bahkan tak sedikit yang rela belajar Bahasa Korea baik secara privat maupun secara otodidak.
Seseorang pada level fanatik ini juga mencita-citakan suatu saat dapat tinggal di Korea dan merasakan langsung suasana kehidupan yang romantis sebagaimana yang digambarkan dalam drama Korea.
Nah, sekarang coba kamu ukur sendiri sudah berada pada level yang manakah Korean Wave ini mempengaruhi dirimu, istri, orang tua atau anggota keluargamu yang lain.Â