Ada beberapa hal menarik yang kami rasakan ketika melakukan perjalanan mudik ke kampung pada momen lebaran yang lalu.
Selain perjalanan mudik yang semakin berkesan dengan nilai-nilai moral, kemanusiaan dan sosial yang kami dapatkan. Ada juga beberapa hal penting lainnya yang menjadi catatan.
Ada empat serangkai yang melilit momen mudik ini. Kenaikan harga BBM, bisnis jasa perjalanan, HET minyak goreng dan lonjakan harga produk makanan. Itulah empat serangkai yang dimaksud.
Empat serangkai atau empat sekawan itu muncul ke permukaan hanya berselang waktu yang sali g berdekatan. Belum selesai masalah terkait kenaikan harga BBM, sudah muncul pula masalah akibat pencabutan HET minyak goreng.
Lalu kemudian permasalah tersebut menghadirkan permasalahan-permasalahan dalam skala kecil namun masif yan terjadi di ranah warga negara.
Untuk masalah kenaikan harga BBM dan pencabutan HET minyak goreng ini terlalu memusingkan kepala kita sebagai masyarakat. Urusan ini dimunculkan ke permukaan oleh para ahli. Namun ternyata mereka bukanlah ahli untuk mengembalikan suasana seperti sedia kala.
Masyarakat tidak mau terlalu ikut memikirkan kenapa dua masalah itu bisa terjadi. Yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah ketersedian BBM dan minyak goreng yang memadai, tidak terjadi kelangkaan dan yang terpenting adalah harganya stabil atau tidak naik hingga mencekik.
Kenaikan BBMÂ VSÂ Bisnis Jasa Perjalanan
Terhitung sejak tanggal 1 april yang lalu, pemerintah telah secara sah menaikan harga bahan bakar jenis pertamax yang merupakan kategori BBM Non Subsidi Gasoline RON 92. Kenaikan harganya menjadi Rp 12.500 per liter untuk daerah dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor/PBBKB 5%.
Walaupun pengguna Gasoline berjenis RON 92 ini kurang dari 20% saja. Namun kenaikan harga Pertamax tersebut tetap akan menyebabkan inflasi, namun dalam batas yang masih dapat dikontrol.
Meski begitu, naiknya harga pertamax tentu akan berpengaruh terhadap pasar lokal. Kemungkinan besar yang jelas terjadi adalah migrasi pengguna pertamax ke bahan bakar yang lebih terjangkau seperti Pertalite.
Ketika para pengguna Pertamax sebelumnya beralih ke Pertalite, hal ini tentu akan mempengaruhi stok jenis pertalite. Serbuan dari segenap warga ditambah dari pengguna yang sebelumnya menggunakan pertamax maka Pertalite berpotensi langka atau stoknya bisa saja menjadi terbatas.
Kemudian dengan adanya kenaikan harga bahan bakar juga akan berdampak terhadap harga komoditi pasar yang diangkut menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil tersebut.
Jasa layanan transportasi adalah komponen utama dalam kegiatan distribusi pasar. Ketika biaya operasional distribusi meningkat maka dipastikan harga barang juga akan meningkat tentunya.
Bahan bakar jenis Pertalite atau BBM RON 90 saat ini menjadi primadona bagi kebanyakan pengguna kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat. Kendaraan jenis distributor seperti pick-up juga menggunakan Pertalite sebagai bahan bakarnya.
Bisnis jasa perjalanan pun terkena dampak kenaikan harga BBM ini. Setiap ada kenaikan BBM, harga-harga pun ikut bergejolak.
Begitulah yang kami pantau langsung di lapangan. Kebetulan untuk perjalanan mudik kemarin kami memanfaatkan jasa transportasi dari agen perjalanan.
Untuk harga ongkos normalnya hanya sebesar 100.000 rupiah untuk sekali perjalanan dari Pekanbaru menuju Payakumbuh. Dan begitu pula sebaliknya.
Harga segitu sudah berjalan beberapa tahun ke belakang bahkan tahun kemarin harga ongkos masih dengan harga tersebut. Harga tersebut sudah termasuk penjemputan di alamat asal dan pengantaran langsung ke depan rumah di alamat tujuan.
Tapi ternyata untuk perjalan mudik tahun ini harga ongkosnya sudah naik 50% sampai 80%. Dengan kisaran harga menjadi 150.000 -- 180.000 rupiah.
Kenaikan harga ongkos perjalanan ini yang hampir dua kali lipat dari harga sebelumnya terasa cukup menguras kantong. Misalkan kita mudik bersama keluarga besar dengan anggota bisa lebih dari 5 orang. Sudah berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk sekali perjalanan mudik?
Belum lagi nanti juga sudah harus disiapkan dana untuk biaya perjalanan balik. Jelas saja alokasi dana menjadi membengkak untuk porsi jasa transportasi perjalanan ini.
Ketika kami konfirmasi masalah kenaikan ini kepada beberapa driver agen perjalanan yang selama ini sudah cukup berlangganan. Pada umumnya jawabannya mereka mengatakan bahwa kenaikan ini sudah lama terjadi.
Mereka mengutarakan beberapa faktor sebagai alasan kenaikan harga ongkos transportasi jasa perjalanan ini. Salah satu alasannya karena adanya kenaikan harga BBM. Isu ini memiliki efek kejut yang sangat luar biasa untuk menaikkan harga ongkos jasa transportasi.
Kita lihat beberapa waktu kedepan apakah kenaikan ini akan bertahan pada posisi terkini. Ataukah akan kembali diturunkan jika situasi sudah reda kembali.
Apalagi momen mudik dan lebaran ini menjadi momentum tersendiri bagi agen perjalanan untuk menaikkan harga ongkos secara sepihak. Terus terjadi seperti itu. Dari mudik ke mudik.
Harga Pertalite yang digunakan oleh kebanyakan masyarakat saat ini adalah harga yang telah disubsidi oleh pemerintah. Bukan tidak mungkin jika pemerintah mengurangi atau bahkan mencabut skema subsidi terhadap Bahan bakar jenis Pertalite ini.
Ketika subsidi Pertalite nanti telah dicabut, tentu akan menyebabkan harganya menjadi lebih mahal. Bahkan pemeritah bisa saja membuat skema baru untuk mencabut harga subsidi bagi kalangan tertentu saja. Misalkan subsidi hanya berlaku untuk jasa transportasi umum.
HET Minyak Goreng VS Produk Makanan dan Oleh-oleh
Saat ini, juga telah dilakukan pencabutan ketentuan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2022.
Langkah pencabutan HET minyak goreng kemasan jelas tidak berpihak kepada rakyat, tetapi justru akan menguntungkan pengusaha.
Agar jangan sampai Permendag Nomor 6 Tahun 2022 yang mengatur harga minyak goreng hanya menjadi kebijakan yang tertuang di kertas semata.
Tapi faktanya, kebijakan ini tidak bisa menyelesaikan persoalan minyak goreng yang terjadi di pasaran dan dapur warga. Dan itu terus terjadi saban tahun selagi asap dari dapur warga masih mengepul.
Seperti yang pernah diulas oleh rekan Kompasianer yang berargumen bahwa budaya memasak di Indonesia saat ini sudah dikudeta oleh budaya memasak dengan minyak goreng.
Berbagai produk olahan makanan saat ini yang dijajakan oleh pedagang memang kebanyakan telah dimasak terlebih dahulu dengan minyak goreng.
Sebut saja berbagai jenis gorengan yang menjadi kegemaran warga saat ini dari segala lapisan. Gorengan seolah-oleh menjadi sebuah mahakarya kuliner yang menjangkau semua kalangan.
Untuk urusan rumah tangga, menu masakan yang seringkali disajikan oleh para emak-emak adalah masakan yang dimasak menggunakan minyak goreng. Ayam goreng, ikan goreng, terong goreng, telur goreng, dan menu lainnya yang telah terkontaminasi minyak goreng.
Bahkan dari perjalanan mudik lebaran kemarin pun untuk urusan oleh-oleh, kita lebih memilih produk olahan berupa makanan yang telah dogoreng.
Terutama bagi para pemudik yang melakukan perjalanan ke Sumatera Barat. Ketika balik ke perantauan biasanya akan membawa oleh-oleh beragam kerupuk.
Oleh-oleh khas Sumatera Barat berupa kerupuk ini terkenal dengan sebutan "sanjai". Mulai dari yang rasanya pedas balado, asin-asih gurih, hingga yang manis pun ada. Kerupuk sanjai ini merupakan oleh-oleh favorit pemudik maupun para wisatawan yang berkunjung.
Biasanya dalam perjalanan balik ke perantauan dengan jasa transportasi darat maka sopir agen perjalanan akan berhenti di gerai-gerai penjualan oleh-oleh di sepanjang jalan lintas yang masih masuk wilayah Sumbar.
Mau tak mau, ketika mobil berhenti di gerai oleh-oleh tersebut maka para penumpang akan turun begitu saja. Dari yang awalnya sekedar menengok-nengok akhirnya ikut membeli oleh-oleh untuk dibawa ke perantauan.
Pada saat momen perjalanan arus balik kemarin, ada suatu hal menarik yang menjadi perbincangan para emak-emak membahas harga oleh-oleh.
Dalam sebuah obrolan tersebut para emak-emak protes kenapa harga oleh-oleh naik atau lebih mahal dari harga biasanya. Para emak-emak tentu sudah khatam dengan masalah kenaikan harga ini.
Misalkan saja untuk beberapa jenis oleh-oleh dalam ukuran kecil saja dijual dengan harga 15.000 rupiah. Padahal biasanya hanya 10.000 rupiah.
Produk lain yang harga sebelumnya sebesar 15.000 rupiah naik menjadi 20.000 rupiah. Begitu pula dengan produk lain dimana setiap kenaikan harga selisihnya sebesar 5.000 rupiah.
Mau beli banyak, pasti akan menguras isi dompet. Mau beli sedikit saja, sudah jelas tak akan cukup. Dimakan sendiri saja tak cukup apalagi jika harus dibagi-bagikan ke yang lain.
Empat serangkai dan keterkaitan masalah satu sama lain?
Masalah empat serangkai itu harus dipecahkan semuanya. Tidak bisa hanya satu rangkaian saja misalnya. Hitung-hitungannya sangat sederhana.
Ketika BBM mengalami kenaikan, maka harga ongkos jasa transportasi juga akan ikut naik. Ketika lonjakan kenaikan harga tidak dapat dijangkau oleh masyarakat maka antusias untuk mudik akan meredup. Karena harga minyak naik, maka produk-produk turunannya juga mengalami kenaikan.
Akibatnya daya beli masyarakat akan melemah. Sehingga itulah sebabnya jika terus dibiarkan maka akan terjadi berbagai gejolak dan pergulatan masalah dalam pangsa pasar dan ekonomi negeri ini.
Begitulah efek dari kenaikan maupun kelangkaan harga minyak yang telah terjadi. Akibatnya para pedagang makanan menjadi latah untuk menaikkan harga produk dagangannya.
Seperti itulah hal permasalahan dalam skala kecil yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sehingga masyarakat bisa merasakan seperti apa dampak dari kenaikan dan kelangkaan bahan-bahan yang menjadi komoditas.
Empat serangkai yang terbagi menjadi dua paket permasalahan yang disebutkan diatas adalah permasalahan yang terus terjadi dan berulang-ulang.
Permasalahan diatas akan terus mengintai ekonomi di Indonesia untuk terus bergejolak. Sebagai respon dari permasalahan yang berawal dari ekonomi global.
Semoga pemerintah dapat memberikan "angin segar" dalam upaya memperbaiki kondisi ekonomi negara pasca pandemi ini.
Masalah diatas harus dapat terurai dengan baik. tanpa membuat rakyat semakin tercekik dengan berbagi regulasi yang begitu pelik.
Rantai masalah dari empat serangkai tersebut jangan sampai tercerai-berai. Harus ditemukan cara terbaik untuk melerai.
Walaupun solusi-solusi pemecahan masalah belum tersemai. Setidaknya tidak ada lagi tambahan masalah baru yang harus kita tuai.
Kapan masalah empat serangkai itu akan usai? Kuncinya, kemandirian ekonomi di negeri ini harus terlebih dahulu kita capai.Â
(Akbar Pitopang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H