Namun disamping rumah gadang suku Piliang yang masih pantas tersebut, ternyata masih berdiri bangunan rumah gadang lain yang berdiri di tanah salah seorang warga bersuku Piliang.Â
Namun kondisinya sangat memprihatikan. Bahkan bisa dikatakan bangunan tersebut tinggal menunggu ambang kehancuran.
Setelah itu, kami singgah di wilayah rumah gadang milik suku yang lainnya. Namun kondisinya sudah menyedihkan.Â
Bisa disimpulkan ketika pertama kali menengok, dapat dikategorikan rumah gadang tersebut adalah sebuah bangunan kosong dan sudah tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan.Â
Memang rumah gadang di kampung kami jumlahnya tidaklah banyak. Dari jumlah keseluruhan rumah gadang yang masih ada, sebagian ada yang masih ditempati dan sebagiannya lagi sudah tidak bisa ditempati lagi tinggal menunggu rumah gadang tersebut rata dengan tanah.
Bagi rumah gadang yang masih berpenghuni, pada umumnya disamping rumah gadang tersebut berdiri bangunan permanen yang kokoh menyentuh tanah sebagai beranda atau pintu masuk menuju rumah gadang.
Sedangkan rumah gadang yang tidak lagi ditempati, dari hasil penelusuran kami diketahui bahwa rumah gadang tersebut kosong karena beberapa faktor. Diantaranya adalah sebagai berikut.
- Penghuninya pindah domisili dan keluarga inti sudah punya rumah sendiri. Terkadang karena alasan yang sangat mendesak, seseorang musti pindah domisili mungkin karena dibawa oleh anaknya yang ikut suami atau karena sudah punya usaha dan penghasilan sendiri di tempat yang baru.
- Penghuni rumah gadang meninggal dunia. Salah satu rumah gadang yang kami tengok diatas sudah kosong dan tak ada tanda-tanda kehidupan lagi dikarenakan pemiliknya sudah meninggal dunia. Sedangkan anak-anaknya sudah punya rumah permanen masing-masing.
- Dibiarkan karena biaya perawatan yang mahal. Rumah gadang memang dibangun sepenuhnya dari kayu. Hanya beberapa bagian yang dibangun dengan batu misalkan bagian lantai yang dibawahnya dijadikan gudang atau kandang hewan peliharaan. Untuk itu, biaya perawatan kayu lebih mahal dari biaya rumah yang dibangun secara permanen dari batu atau beton. Sedangkan tak semua penghuni sebelumnya memiliki penghasilan yang mapan. Sehingga terpaksa rumah gadang ditinggalkan dan akhirnya membangun rumah permanen atau semi permanen yang minim biaya perawatan bangunannya.
- Gempuran pengaruh arsitektur modern. Masyarakat Minangkabau saat ini lebih memilih membangun rumah pribadi dengan gaya arsitektur modern yang sedang tren saat ini karena dinilai lebih mudah untuk diaplikasikan menjadi sebuah model bangunan untuk tempat tinggal.
Jadi, demikianlah alasan mengapa rumah gadang kondisinya saat ini banyak yang terbengkalai, kosong, dan sudah lapuk dimakan usia.
Walaupun saat ini rumah gadang kondisinya banyak yang sangat memprihatikan. Namun keberadaan Balai Adat diharapkan dapat berfungsi dengan baik untuk berbagai aktifitas dan kegiatan di masyarakat hingga saat ini.