Disini sampah, disana sampah, dimana-mana pasti ada sampah. Dari generasi sampah berlanjut menjadi "tukang sampah". Bukan pengertian secara sempit dengan mengatakan generasi yang ada ini sebagai sampah masyarakat. Namun, tentang generasi yang masih belum peduli terhadap sampahnya. Tetap saja, generasi seperti itu adalah sebuah beban. Sudahkah kamu peduli akan sampahmu sendiri?
Permasalahan klasik yang akan terus ada hingga ratusan tahun yang akan datang. Ironis memang. Tapi kita semua punya tanggung jawab untuk mengelola sampah, baik sampah yang dihasilkan di lingkungan sekolah, rumah, bahkan saat berkendara sekalipun (baca: kebiasaan membuang sampah lewat jendela mobil).
Kampanye dan berbagai bentuk kegiatan positif terkait pengelolaan sampah harus terus disebarluaskan ke semua pihak. Termasuk kampanye pengelolaan sampah jalur pendidikan. Saat ini, keberadaan sekolah di berbagai jenjang sudah banyak yang memiliki atau membuat program Bank Sampah.Â
Keberadaan Bank Sampah di sekolah ini tentu diharapkan dapat bertujuan sebagai pendorong siswa agar dapat memilah dan mensortir sampah di lingkungan rumahnya. Disamping itu, sampah-sampah yang dikumpulkan di Bank Sampah sekolah dapat ditukarkan menjadi pundi-pundi rupiah. Sangat menarik bukan?Â
Di sini saya akan berbagi pengalaman tentang pengelolaan sampah di sekolah tempat saya bertugas yang mana kebetulan saya juga ditunjuk sebagai pengelolanya.
Motivasi kepada Peserta Didik
Tujuan sekolah kami mengadakan program bank sampah ini adalah tentunya untuk menanamkan kesadaran untuk dapat aktif dan peduli dalam mengelola sampah. Kebetulan sekolah kami adalah jenjang sekolah dasar.Â
Pembiasaan hal-hal positif semacam itu memang harus ditanamkan kepada siswa SD yang berusia dini. Agar ketika semakin bertambahnya usia, mereka dapat terus melakukannya karena dari awal sudah tersadarkan atau terbiasakan.
Menanamkan kebiasaan baik seperti mengelola sampah ini memang dirasakan cukup berat. Jangankan untuk memilah sampah, membuang sampah pada tempatnya saja cukup berat bagi mereka untuk melakukannya.Â
Jadi pada masa-masa awal dalam pembiasaan pengelolaan sampah ini kepada peserta didik di sekolah dasar memang merupakan sesuatu hal yang sangat menantang.
Perlunya Dukungan dari Orangtua Wali Murid
Memang menanamkan kebiasaan baik ini kepada siswa sangat diperlukan bantuan dari pihak orangtua wali murid atau keluarga dirumah. Sampah yang dibawa siswa ke sekolah merupakan sampah-sampah rumah tangga seperti kresek, kardus mie, botol air mineral, bungkus deterjen, bungkus minak goring, dan sebagainya yang selalu berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga yang biasanya dikerjakan setiap hari oleh sang ibu.
Frekuensi dan kuantitas sampah yang dihasilkan tentu menyesuaikan dengan frekuensi orangtua melakukan pekerjaan dapur dan mengelola rumah. Dari aktivitas ini, orangtua akan ikut mengelola sampah yang mereka hasilkan.Â
Jenis-jenis sampah seperti yang sudah disebutkan diatas bisa disortir dengan mudah oleh orangtua. Nah, sampah-sampah tersebutlah yang diangkut oleh siswa ke sekolah untuk disetorkan ke dalam bank sampah sekolah.
Belajar Memilah SampahÂ
Kami telah menyediakan bak khusus sesuai jenis sampah yang ada. Saat ini telah ada bak untuk sampah kertas (bisa berupa karton, kulit kertas, rema, dan sejenisnya). Bak sampah plastik (berupa kresek, kantong belanjaan, karung, goni, dan lainnya).Â
Bak sampah khusus botol bekas air mineral dan teman-temannya. Serta bak khusus untuk jenis sampah selain yang sudah disebutkan tadi, berupa sampah besi, kaleng, botol saus atau sirup, dan beberapa jenis sampah yang telah ditentukan.
Selama ini kami telah mengedukasi para siswa agar dapat memilah sampah dan menyetorkan sampahnya secara mandiri ke bank sampah. Kami telah memberikan penjelasan kepada semua siswa mulai dari siswa kelas I (satu) sampai kelas VI (enam).
Proses pengedukasian ini biasanya dilakukan diakhir jam pelajaran setelah selesai penyampaian materi. Siswa dibimbing dan ditemani secara langsung ketika hendak menyetorkan sampah yang dibawanya ke sekolah.
Selain disampaikan secara konvensional dengan cara penyampaian tatap muka. Kami juga sudah menyiapkan video yang berisi konten jenis sampah yang bisa dibawa ke sekolah. Serta ada juga video bagaimana cara menyetorkan sampah ke bank sampah sekolah.
Kerja Sama Bank Sampah dengan Dinas Terkait
Sampah-sampah yang telah disetorkan oleh warga sekolah ke bank sampah. Maka selanjutnya akan kami sortir dan digabungkan kedalam bak berdasarkan jenis sampah yang telah ditentukan. Jika bak-bak tersebut sudah penuh maka kami akan menghubungi petugas bank sampah induk yang dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK).
Petugas dari DLHK akan mengangkut semua sampah dari sekolah kami ke bank sampah induk. Sampah kami terlebih dahulu ditimbang beratnya. Kemudian dicatat di buku tabungan sekaligus langsung dikalikan dengan harga sampah yang telah ditentukan.
Biasanya total deposit yang kami peroleh dalam satu kali pengangkutan sampah ini berkisar antara 90.000 sampai 125.000 rupiah. Lumayan juga ya jumlahnya. Coba bayangkan jika sekolah bisa setiap minggu menyerahkan sampah. Kemudian jika dikumpulkan selama satu semester maka dana yang akan terkumpul bisa digunakan untuk keperluan warga sekolah dan keperluan penting lainnya. Sangat bermanfaat sekali tentunya.
Menjaga Eksistensi Bank Sampah Sekolah
Alhamdulillah saat ini Bank Sampah di sekolah kami sudah kembali aktif. Terlihat semua warga sekolah terutama para siswa dengan dukungan orang tua wali murid sangat antusias mensukseskan program ini. Walau keberadaan bank sampah sekolah sempat mati suri beberapa semester yang telah lampau.
Walaupun dalam pelaksanaan program bank sampah sekolah ini masih ada catatan terkait kendala di lapangan. Serta adanya beberapa hal yang menjadi PR dan perlu perhatian bersama, namun setidaknya sudah menunjukkan tren positif.
Semoga kegiatan ini dapat terus berlanjut menjadi program rutin yang terus digaungkan di lingkungan sekolah. Dengan tujuan dapat menyadarkan seluruh warga sekolah terutama pada peserta didik akan peliknya permasalahan sampah di negeri ini.
Aktualisasi Program Adiwiyata dan PHBS
Pemerintah melalui kementerian terkait sudah meluncurkan program Adiwiyata dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) untuk diterapkan di sekolah-sekolah. Program ini sudah lama ada yang dilengkapi dengan payung hukum serta bentuk kegiatan yang harus dicapai oleh sekolah. Dan program ini masih ada dan berlanjut hingga detik ini.
Sekali lagi, sampah adalah sebuah permasalahan yang tiada hentinya. Keberadaan sampah yang kian hari terus bertambah volumenya. Tapi hingga saat ini belum banyak usaha dan gebrakan jitu untuk menanggulanginya. Kalaupun ada beberapa kalangan yang sudah menemukan formula untuk menangani sampah ini. Tapi belum bisa dirasakan oleh segenap warga di seluruh pelosok negeri.
Namun, walau sedemikian peliknya permasalahan sampah ini. Dari diri kita sendiri setidaknya sudah ada langkah untuk mengurangi dan mengelola sampah yang kita hasilkan setiap harinya. Dengan ikut berpartisipasi maka kita bisa sedikit mengurangi masalah yang ada.
Sejatinya bahwa selayaknya kita sudah harus mampu mengelola sampah pribadi secara mandiri. Bukankah menjaga kebersihan adalah sebagian dari iman? Kesadaran akan hal ini dibuktikan dengan langkah-langkah dalam menjaga dan mencintai alam dan lingkungan sekitar.
Harapan kami sebagai guru dan pendidik yang telah mengelola program bank sampah ini di sekolah adalah timbulnya kesadaran dari peserta didik untuk mau peduli dengan sampah yang mereka hasilkan. Cita-cita kami adalah terciptanya generasi yang sadar akan kebersihan ini.
Semua akan memiliki keterkaitan satu sama lain baik berupa kesehatan, ekonomi hingga kesejateraan sosial akan diperoleh ketika diri kita sudah dapat mengelola permasalahan sampah ini dengan baik.
Bagaimana dengan Kesadaran Pengelolaan Sampah Belanja Online?
Pembahasan di atas mengenai penanganan sampah rumah tangga yang dihasilkan dari aktivitas rumah tangga seperti masak-memasak, laundry, dan urusan rumah tangga lainnya. Sampah yang dihasilkan tersebut akan dikumpulkan oleh orangtua bersama anaknya. Lalu kemudian anak membawa ke sekolah dan disetorkan ke bank sampah sekolah. Selesai.
Sedangkan secara massif saat ini sampah yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat sangatlah banyak dan tetap dari segi jumlah cukup fantastis. Salah satunya dari kegiatan belanja online.
Kebiasaan masyarakat yang semakin hari terus menggandrungi gemar berbelanja kebutuhan secara online disebabkan karena faktor pandemi yang telah terjadi. Pandemi mengubah cara dan kebiasaan masyarakat yang selama ini melakukan kegiatan jual-beli secara konvensional.
Ya, mau tidak mau kita harus menyesuaikan dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Manusia hanya mengikuti trend yang sedang berlangsung di masyarakat.
Hitung saja berapa jumlah sampah yang akan dihasilkan oleh satu keluarga jika semua anggotanya ikut belanja online? Ada ayah, ibu, dan dua orang anaknya yang sudah remaja ikut kegaiatan belanja online setiap ada event belanja online ditanggal kembar.
Lantas, yang perlu kita sikapi dengan bijak adalah tentang fenomena dan gelombang belanja online yang menimpa masyarakat. Ketika pengaruh ini dilancarkan oleh perusahan demi target keuntungan sebesar-besarnya maka kita jangan sampai larut ikut beraksi tanpa menelisik terlebih dahulu apakah sudah sesuai dengan kita butuhkan saat ini atau tidak sama sekali.
Jika terlanjur belanja online, sampah yang dihasilkan harus dikelola juga dengan bijak. Sampah pembungkus yang berasal dari bahan karton bisa digunakan ulang. Bisa kita gunakan untuk menyimpan barang pribadi lainnya. Agar menarik kita bisa percantik tampilannya sesuai kreativitas masing-masing.
Begitu pula dengan pembungkus yang terbuat dari bahan plastik. Memang pada umumnya pembungkus plastik lebih banyak dipilih penjual karena alasan kemudahan. Sampah pembungkus dari plastik ini bisa digunakan ulang misalnya untuk plastik yang disarungkan ke tong sampah di dapur sebagaimana yang biasa dilakukan.
Atau pun jika memungkinkan sampah-sampah pembungkus barang belanja online itu baik karton maupun plastik bisa dikumpulkan. Ketika sudah terkumpul banyak bisa diserahkan ke pemulung. Sehingga menjadi lebih bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan yang mencari penghidupan dengan cara mengais timbunan sampah.
Jika masih memiliki anak yang duduk di bangku sekolah, dan di sekolah ada bank sampahnya maka sampah belanja online tersebut juga bisa dibawa anak untuk kemudian disetorkan ke bank sampahnya.
Jadi tidak alasan bagi kita untuk membiarkan sampah belanja online begitu saja dan mencemari lingkungan sekitar. Sampah belanja online yang kita hasilkan adalah tanggung jawab yang harus dikelola dengan baik demi kenyaman bersama. Sebagai wujud menjaga alam dan keberlangsungan ekosistem di bumi ini. Termasuk keberlangsungan kita sebagai manusia.
Doakanlah kami sebagai pendidik agar dapat terus menanamkan perilaku baik ini kepada semua peserta didik tanpa terkecuali. Ketika sejak dini sudah ditanamkan tentang perilaku dan pembiasaan mengelola sampah pribadi, maka diharapkan mereka dapat ikut berkontribusi menjaga kebersihan dan mengelola sampah secara berkelanjutan di masa mendatang.
Perjuangan ini belum berakhir. Tantangan dari sampah ini akan terus berlanjut dari generasi ke generasi selanjutnya. Harapan dan mimpi kita memang sama. Hingga kita bisa melihat Indonesia, negeri yang indah ini benar-benar terlihat indah dalam semua ekspektasi dan realita yang ada. Aamiin. (AP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H