Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menanggung Malu karena Berhutang di Warung Makan

15 November 2012   03:00 Diperbarui: 12 November 2022   13:28 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan kali ini sebenarnya akan menceritakan sedikit pengalaman saya yang menyangkut masalah berhutang. Saya merasa tergelitik ketika mengetahui tema freez minggu ini adalah tentang pengalaman berhutang. Namun sesungguhnya saya merasa malu jika harus menceritakan kisah yang sebenarnya terbilang unik dan lucu ini. Kenapa saya katakana seperti itu? Yuk simak selengkapnya…

Kisah ini terulang kembali ketika saya makan di sebuah warung mie ayam yang menjadi tempat favorit saya jika sedang ingin makan mie ayam. Saat itu saya datang hanya seorang diri. Sepulang kuliah di sore hari sehabis waktu ashar. Teman-teman saya sudah banyak yang pulang. Dan akhirnya saya putuskan untuk makan sendiri saja tanpa ditemani teman. Lagian sudah biasa gitu kok…

Sepulang kuliah perut terasa lapar. Dari pagi baru makan satu kali. Pantas saja perut sudah terasa lapar dan harus segera di isi. Saat perut keroncongan, otak susah untuk berpikir. Mau makan dimana ya bagusnya? Masalah harga terserah yang penting tempatnya bersih, makanannya enak dan higienis dan suasana tempatnya nyaman. Di sekitar kampus banyak yang menjual makanan. Tapi karena banyak belum saya singgahi dan tak tahu makanannya seperti apa, dan saya juga tak mau asal coba-coba untuk hal memilih makanan maka saya putuskan untuk makan mie ayam saja. Kok mie ayam sih? Mie kan gak baik. Ya apa boleh buat.. Yang terlintas di pikiran hanya mie ayam favorit saya itu…

Saya langsung mengarah ke warung mie ayam tersebut. Dengan menggowes sepeda kesayangan tentunya. Karena jarangnya tak jauh dari kampus maka dalam waktu sejenak saya pun sudah tiba di warung makan itu. Dan langsung memesannya.

“mas, mie ayam biasa satu ya..” Pesanku pada tukang mie ayam.

“oke mas..”

Saya menuju meja makan yang masih kosong. Tas yang cukup berat saya letakkan di lantai dengan menyandarkannya ke kaki meja. Kaca mata yang terpasang saya lepaskan dan mengamankannya ke dalam saku kemeja. Satu kancing dilepaskan karena sore itu terasa gerah sekali. Keringat mengucur perlahan. Sambil menunggu mie ayamnya jadi, perhatian saya tertuju pada layar kaca yang menayangkan laga uji coba Timnas melawan Timor Leste. Masih babak pertama…

Tak lama, mie ayam pesananku jadi. Pelayannya mengantarkan ke mejaku.

“ini mas..” Kata pelayan.

“oh iya..”

“mau pesan apa?”

“hmm.. Es teh aja..”

Dan hanya menunggu beberapa menit saja, es teh pun jadi dan sudah berada di atas meja.

------------------------------------------------

Hmm… mie ayamnya enak.. Mienya kenyalnya pas.. Daging ayamnya lembut.. Kuahnya gurih.. Sayurannya segar.. Ditambah sedikit kerupuk pangsit yang masih garing. Semua itu tersaji dalam satu mangkuk. Supaya makin maknyusssss, kasih sambal.. Urang minang jikok makan ndak pakai lado ndak sero doh.. He he he…

Sedikit demi sedikit mie ayam pun naik silih berganti menuju rongga mulut tak mau berhenti menguyah. Dengan menggunakan sepasang sumpit mie ayam jadi semakin lama habisnya.. (maklum saya bukan orang jepang melainkan minang tulen). Pertandingan laga uji coba Timnas melawan Timor Leste juga semakin sengit. Masih belum tercipta satu pun gol oleh kedua tim hingga babak pertama berakhir.

Ahh… bayangan dompet tiba-tiba terlintas di dalam benak. Maka saya langsung meraba saku celana untuk memastikan keberadaan dompet masih ada. Aman.. Alamaakkk!! Kalaupun dempet ada, bagaimana dengan uangnya? Perasaan terakhir kali uang yang tersisa di dompet sudah menipis. Hanya beberapa ribu saja. Saya sudah mulai merasa sedikit panik. Takut jika nanti uangnya kurang atau malah tak ada uang sepersen pun dalam dompet. Lupakan kekhawatiran itu sejenak. Yang penting habiskan dulu mie ayamnya. Jika perut sudah terisi, pkiran pun akan lancar.. Yo ndak??

Hap… ini suapan terakhir. Jangan lupa habiskan dulu es tehnya. Brrrrr… es tehnya bikin kerongkongan terasa segar.. Oke.. Semuanya sudah beres.. Mie ayamnya ludes hanya sisa sedikit kuah, es tehnya juga hanya tinggal dua bongkahan es batu. Apa lagi ya? Ya tinggal bayar.. Uangnya ada gak?

Kepanikan kembali menyerang. Saya merasa deg-degan, perasaan saya meyakini kalau uang yang ada di dompet pasti kurang. Benarkah? Yup! Ternyata benar. Padahal seporsi mie ayam plus es teh harganya Rp 6.500 saja. Wiihh.. Murah banget.. Ini bukan masalah harga, tapi menyangkut masalah harga diri. Sekarang ini harga diri saya harus dipertaruhkan gara-gara hanya seporsi mie ayam. Berapa uang yang ada di dompet? Hanya tersisa selembar uang pecahan Rp 5.000. Duh.. Kasihan banget ya nasib mahasiswa yang satu ini. Uangnya tinggal Rp 5.000 yang tersisa di dompet. Eitsss… jangan salah paham dulu.. Ini bukan masalah ada atau tidaknya uang. Karena uangku kebetulan cukup banyak di tabungan. Tinggal tarik di ATM saja..

Dengan langkah malu dan penuh beban, saya menghampiri si tukang mie ayam.

“berapa mas?” Sok-sok nanya padahal dah tau duitnya kurang.. :p

“apa aja?” Tanya si penjual.

“mie ayam biasa plus es teh..”

“biasa… enam setengah aja..

Dengan perasaan malu terpaksa saya harus mengatakan kalau uang yang ada di dompet hanya selembar pecahan 5000.

“maaf mas.. Uangnya kurang.. Aku lupa tadi ke ATM. Ngutang dulu ya..” Ganteng-ganteng kok ngutang.. Ha ha ha

“oh gitu.. Santai aja.. Gapapa kok..” Ekspresi si tukang mie ayam hanya datar.

Mungkin karena memang saya sudah sering makan mie ayam disana jadi mas penjualnya sudah hafal wajah saya. Namun walau demikian, tetap saja hati ini merasa malu. Untung saja tak ada pembeli lain yang memperhatikan kami. Tapi tetap saja, muka ini mau disembunyikan dimana?

------------------------------------------------

Itu salah satu pengalaman yang pernah saya alami. Saya harus berhutang walau hanya 1.500 saja. Apalah nilai uang sekecil itu. Yaa.. Tapi apa boleh buat?? Kejadian sudah terjadi begitu saja..

Ada pengalaman lain yang juga menyangkut kelupaan menyediakan uang saat makan di luar. Ketika itu saya makan nasi padang. Saya makan on the spot. Ketika perut sudah kenyang barulah saya menyadari jika ternyata uang yang ada di dompet tidak cukup membayar harga seporsi nasi padang yang telah disantap dengan lahap. Uangnya kurang. Dan untungnya saya selalu membawa kartu ATM. Dan pada akhirnya saya bisa mengambil uang di ATM yang berada tak jauh dari warung nasi padang itu. Dan saya bisa membayarnya dengan uang pas. Namun walau demikian tetap saja ada tinggal perasaan malu di hati ini. Karena saat pergi ke ATM, tas sengaja saya tinggal sebagai jaminan untuk meyakinkan bahwa saya memang pergi ke ATM untuk menarik uang.

------------------------------------------------

Sebuah pengalaman yang cukup menarik dan berkesan ya… berhutang memang tak akan pernah lepas dari diri manusia. Setiap orang pasti pernah berhutang dalam hidupnya. Saya, anda dan semua orang di dunia ini pernah berhutang. Baik itu hutang dalam jumlah besar maupun kecil. Dan berhutang pasti akan meninggalkan beban moral dan psikologis bagi orang yang sedang berhutang tersebut.

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari kisah pengalaman diatas? Ada beberapa hal yang sekiranya perlu untuk kita cermati bersama agar ke depannya apa yang saya alami ini tidak menimpa diri anda. Diantaranya adalah:

  • Selalu cek uang yang tersedia di dompet

Rutin dan ceklah selalu sisa uang yang ada di dompet anda. Ketika sudah menipis maka segeralah tambah kembali. Sediakan uang yang cukup di dalam dompet. Agar ketika melakukan transaksi jika merepotkan kita hanya gara-gara kekurangan uang di dalam dompet.

  • Belanja sesuai budget

Jika memang anda lupa mengisi ulang uang di dompet maka ketika akan berbelanja sesuaikan dengan sisa uang ada tersebut.

  •  Selalu bawa kartu ATM

Jika memang nantinya anda ternyata kekurangan uang di dompet maka solusinya adalah menarik uang di ATM. Oleh sebab itu kartu ATM harus selalu ada di dompet agar mudah dan tinggal langsung ambil uang di ATM.

  • Teman bisa jadi malaikat

Ada baiknya jika ada mengajak teman untuk berbelanja. Jika anda mengalami kisah seperti diatas maka keberadaan teman bisa diandalkan. Pinjam dulu uang teman jika uang kita kurang. Dan setelah itu uang pinjaman tersebut segera dilunasi kembali.


Demikianlah kisah pengalaman yang saya alami sendiri mengenai masalah berhutang. Semoga kisah saya ini bermanfaat bagi kita semua. Dan ada perlunya bagi teman-teman semua untuk menyimak pelajaran yang bisa kita ambil bersama. Sebisa mungkin jangan sampai berhutang. Karena bebannya terasa sangat berat. Berhutanglah jika kondisinya memang sngat mendesak seperti kisah saya diatas. He he he..


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Demo Bareng Polwan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun