Andaikan para zionis menyimak kesaksian ahad haam ( asheer ginsberg) setelah berkunjung ke palestina. Haam menulis
"Kita(yahudi eropa) terbiasa percaya bahwa orang arab adalah kaum udik dipadang pasir yang tanpa peradaban, yang tak tahu apa yang terjadi disekitar mereka. Keliru besar! Bangsa arab justru cerdas dan sangat cerdik. Jangan sampai kita membangkitkan amarah mereka dengan perilaku merendahkan yang tercela. Dalam berhadapan dengan orang asing disekitar kita, hendaknya menunjukkan sikap cinta dan hormat.Â
Dan bertindak adil dan fair. Tapi apa yang dilakukan saudara-saudara kita ditanah israel? Justru extrem kebalikannya! Mereka tak ubahnya seperti budak ditanah diaspora yang tiba-tiba mendapatkan kemerdekaan penuh disana. Perubahan ini lantas memunculka  dalam diri mereka perilaku despotik, sebagaimana terjadi ketika "a slave becemes a king" mereka menyikapi kalangan arab dengan permusuhan dan kekejaman, bersikap zalim terhadap bangsa arab".
Martin buber juga menegaskan penghargaannya terhadap eksistensi bangsa arab dipalestina dan hasratnya agar kedua bangsa menjalin relasi yanh autentik dan setara. Bagi buber, berdirinya negara israel tidak akan menyelesaikan persoalan yahudi manakala kaum yahudi mengabaikan fakta bahwa tanab israel pada dasarnya milik 2 bangsa. Masing-masing dengan klaimnya sendiri. Negara yang berdiri diatas tanah tersebut, tegas buber, mestilah berbentuk dwi-bangsa, bukan negara yahudi.
Sayangnya seruan haam dan buber dianggap sepi oleh kebanyakan kaum zionis. Kenapa bangsa arab/palestina tidak muncul dalam narasi zionisme. Lihat saja semboyang mereka tebtang palestina "tanah tanpa bangsa untuk bangsa tanpa tanah" ditangan kaum zionis doktrin "bangsa terpilih" menjelma menjadi pembenar bagi racial chauvinism. Inilah salah satu alasan kenapa Atzmon menyebut israel sebagai tribalisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H