Tentang Penulis
Ian Sancin, lahir di Tanjung Pandan, Bangka Belitung. Mulai mempublikasikan cerpen pertamanya (1986) di Majalah Famili dan puisinya di Tabloid Mutiara. Pernah memenangkan lomba cerpen Bangka Pos (2000). Puisinya tercatat di kumpulan puisi penyair se-Sumatra Memburu Makna ke Padang Kata (2002), juga tercatat di kumpulan penyair se-Indonesia 142 Penyair Menuju Bulan (2007). Dan, Yin Galema merupakan novel pertamanya.
Review Novel
Cerita dalam novel ini diawali oleh karakter seorang putri dari Tiongkok yang bernama Yin Galema. Dia adalah putri selir kaisar dari Dinasti Ch'ing. Ayahnya merupakan salah satu pemimpin pasukan ekspedisi yang cukup disegani. Dikarenakan konflik dalam kerajaan, ibu Yin Galema pun dieksekusi karena alasan tertentu. Ayahnya lalu membawanya dalam suatu ekspedisi tertentu ke sebuah wilayah bernama Balok, yang kini dikenal dengan Belitung, untuk menghindari konflik itu dan menyelamatkan putri semata wayangnya.
Beberapa waktu kemudian, sampailah pasukan ekspedisi ayah Yin Galema di wilayah Balok. Mereka diterima dan disambut secara hangat bak saudara kerajaan. Pada saat pasukan ekspedisi datang, wilayah Balok adalah sebuah kerajaan yang tunduk dibawah pemerintahan Kesultanan Mataram di Jawa, dipimpin oleh seorang raja yang diceritakan arif dan bijaksana. Raja itu bernama Ki Gede Yakob, bergelar Cakraningrat I yang berkuasa tahun 1618-1661 M. Dikarenakan sambutan yang hangat oleh Kerajaan Balok, ayah Yin Galema beserta pasukan ekspedisinya memutuskan untuk menetap selama beberapa waktu di Balok. Tak lama kemudian, Yin Galema bahkan telah dianggap oleh Ki Gede Yakob sebagai anak sendiri, dan dapat menyesuaikan diri dengan ligkungan Kerajaan Balok. Diceritakan pula bahwa Yin Galema sangat akrab dengan Nyi Ayu Tenga, salah satu anak perempuan dari Cakraningrat I.
Tumbuh di wilayah yang jauh dari tanah kelahirannya, membuat Yin Galema seringkali merindukan ibu dan tanah kelahirannya. Kehadiran ayahnya dan kehidupannya di Balok menjadi satu-satunya pelipur lara hatinya. Ia tumbuh dewasa bersama dengan Nyi Ayu Tenga, dan salah satu putri dari keluarga luar kerajaan yang bernama Dayang Rindit. Tumbuh di lingkungan Balok yang sangat berbeda dengan di Tiongkok, membuat Yin mempelajari banyak hal. Mulai dari lingkungan alamnya yang berbeda, masyarakatnya yang cenderung lebih ramah, dan tak ketinggalan adalah budaya serta adat istiadat yang ada di Balok. Banyak hal baru yang ditemuinya selama di Balok ia catat dalam buku hariannya.
Suatu saat, ayahnya melakukan suatu ekspedisi ke Tumasik, atau yang dikenal dengan Singapura sekarang. Yin yang tak ikut dalam ekspedisi itu, berada dalam perlindungan Raja Balok. Saat ditinggal ayahnya inilah, Yin Galema sering bertemu dan berguru dengan seorang pertapa yang dikenal sakti, bernama Ki Ronggo Udo, yang merupakan mertua dari Raja Balok Cakraningrat I. Ki Ronggo Udo sendiri dahulunya adalah Raja Badau, yang wilayah kekuasaannya hampir mencakup seluruh Belitung. Kekuasaannya kemudian diteruskan oleh menantunya, yang kemudian menjadi Raja Balok. Ki Ronggo Udo sendiri banyak mengajarkan Yin Galema mengenai kearifan dan kebijaksanaan, serta berbagai hal mengenai kehidupan. Yin Galema yang selalu ingin tahu pun terpesona oleh ilmu dan kearifan yang dimiliki oleh Ki Ronggo Udo. Bahkan melalui Ki Ronggo Udo inilah, Yin dipertemukan dengan calon suaminya di masa depan yang berasal dari bangsa Badau, yang diceritakan tak kasat mata bagi orang biasa yang melihatnya, bernama Kanda Badau.
Benih-benih konflik mulai timbul ketika pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh ayah Yin Galema tak kunjung kembali ke Balok, padahal sudah bertahun-tahun lamanya. Disaat kegundahan hati karena selalu memikirkan ayahnya yang tak kunjung pulang, Yin dipusingkan pula karena pewaris tahta dari Kerajaan Balok, Bang Dulhen atau Pangeran Agus Mending menaruh hati padanya. Padahal, hari pernikahannya dengan salah seorang wanita yang berasal dari keluarga terpandang di Balok sudah tinggal menunggu hari. Kegundahan hati Yin bukan tanpa alasan. Yin sudah mengikat janji dengan Kanda Badau, dengan disaksikan oleh Ki Ronggo Udo.
Dikarenakan kegundahan hatinya yang semakin hari semakin menjadi, Yin memutuskan untuk mencari jalan keluar untuk sementara waktu. Ia memutuskan untuk mengikuti jejak ayahnya yang pergi ke Tumasik. Setelah persiapan yang cukup matang, dengan ditemani oleh salah seorang pimpinan pasukan Kerajaan Balok yang dikenal tangguh, berangkatlah Yin Galema ke Tumasik. Keberangkatan ekspedisi ini bukan tanpa penolakan. Ki Agus Mending berkali-kali menyarankan kepadanya untuk tidak pergi, karena khawatir akan keselamatannya. Namun karena keteguhan tekadnya, ia dan pasukan Kerajaan Balok pun berangkat dengan tujuan awal untuk mencari tahu perihal kebenaran kabar dari ayah Yin Galema.
Beberapa bulan kemudian, sampailah Yin Galema beserta pasukan ekspedisinya di pelabuhan Tumasik. Di Tumasik ini dia dihadapkan dengan situasi yang cukup mencekam, terkait dengan persaingan kekuasaan dengan dalih ekonomi. Salah seorang saudara ayahnya menjadi salah satu pimpinan dari satu golongan yang cukup terpandang di Tumasik. Konflik di Tumasik terjadi diantara dua kubu, salah satunya kubu saudara ayahnya itu. Singkat cerita, Yin Galema beserta pasukan ekspedisinya yang setia kepadanya berhasil memadamkan konflik tersebut. Yin juga berhasil menyatukan kedua kubu menjadi satu dengan meletakkan orang-orang kepercayaan yang dipilihnya langsung untuk menduduki posisi-posisi penting tertentu. Berkat keberhasilannya itulah, meski dengan jatuhnya korban di pihaknya, Yin menjadi orang yang disegani dan terhormat di Tumasik. Kerinduannya pada Tanah Balok yang aman dan damai, serta janjinya dengan keluarga kerajaan untuk kembali, membuatnya memutuskan kembali ke Balok.
Sekembalinya dari Tumasik, situasi politik tak kunjung membaik. Pangeran Agus Mending masih menaruh hati padanya, dan suasana makin panas ketika Nyi Ayu Busu, adik dari Agus Mending mengetahui hubungan dari kakaknya dengan Yin Galema. Nyi Ayu Busu kemudian beranggapan bahwa Yin hendak memiliki rencana jahat untuk menguasai tahta Kerajaan Balok. Sempat berkali-kali Yin mencoba menjelaskan perihal yang sebenarnya kepada Nyi Ayu Busu dengan bantuan dari Pangeran Agus Mending, bahwa apa yang dipikirkan oleh Nyi Ayu Busu adalah suatu hal yang salah. Namun sia-sia belaka. Yin Galema akhirnya memilih berdiam diri, dan bimbang mengenai hal ini. Situasi dalam istana yang penuh konflik ini kemudian membuat Ki Gede Yakob, Raja Balok pada waktu itu jatuh sakit. Seluruh tabib dan orang pintar diundang ke istana untuk mengobati sakit Raja, namun sia-sia belaka. Kondisi Raja semakin memburuk dari hari ke hari. Tak lama kemudian, Ki Gede Yakob meninggal.
Sepeninggal Ki Gede Yakob, Pangeran Agus Mending menggantikan ayahnya dengan bergelar Cakraningrat II. Yin Galema memutuskan mengasingkan diri dari istana, walaupun sempat ditolak oleh Agus Mending. Yin melakukan hal ini bukan tanpa alasan. Selain untuk menepati janjinya kepada Kanda Badau untuk menjadi belahan hatinya, tindakan ini dilakukan dengan harapan agar Agus Mending berhenti mengejarnya. Yin pergi jauh ke dalam hutan untuk menemui Kanda Badau, namun dia tak bisa menemukannya. Kanda Badau telah mengetahui perihal hubungan dan kedekatan Yin dengan Agus Mending. Ia memutuskan pergi karena mengetahui Yin telah mengkhianatinya.
Keterangan Singkat Beberapa Tokoh
- Ki Ronggo Udo adalah nama gelar raja Badau terakhir. Sebelumnya raja-raja Badau hanya bergelar Ronggo Udo. Namun, raja terakhir beragama islam maka ditambah Ki pada awal gelar itu. Nama asli beliau adalah Datuk Mayang Gresik. Ia selanjutnya memindahkan pemerintahan dengan mendirikan kerajaan Balok, kemudian tahun 1618, tahtanya diserahkan kepada menantunya, Ki Gede Yakob atau Cakraningrat I.
- Ki Gede Yakob adalah nama lain dari Kyai Mas'ud atau Gede Yakob, merupakan raja pertama kerajaan Balok Belitung dengan gelar Cakraningrat I, berkuasa tahun 1618-1661.
- Ki Agus Mending adalah raja Balok kedua, bergelar Cakraningrat II, berkuasa pada tahun 1661-1696. Makamnya berada di kampung Balok Baru.
Deskripsi Buku
- Judul      : Yin Galema
- Penulis    : Ian Sancin
- Penerbit   : Hikmah (PT Mizan Publika)
- Cetakan    : Juli 2009
- Tebal      : viii + 587 halaman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H