Sebelumnya tahukah kalian apa itu demokrasi? Dikutip dari Wikipedia demokrasi berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία (dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang terbentuk dari δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (kratos) "kekuatan" atau "kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota Yunani, yang bila di tafsirkan berarti bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.
Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Apakah penerapan demokrasi di Indonesia sudah sesuai? Pertanyaan itu sering muncul di kalangan masyarakat. Disini saya akan berpendapat mengenai demokrasi di Indonesia, asas – asas demokrasi, yaitu;
1. Hak atas kesetaraan
2. Hak atas kepemilikan
3. Hak kebebasan berpendapat
Adanya partai politik dan sistem pemilihan umum, secara garis besar membuat demokrasi di Indonesia sudah berjalan dengan baik, namun demikian, dari ketiga asas tersebut di Indonesia secara mendalam masih belum bisa terlaksana dengan ideal, terutama pada asas hak kebebasan berpendapat. Hak kebebasan berpendapat biasa diwujudkan melalui tindakan mengkritik pemerintah, dengan adanya kritik – kritik dari kalangan masyarakat seakan menjadi sosok menakutkan bagi pemerintah, mereka takut kehilangan wibawa dan menggoyahkan singgasana kepemimpinan mereka. Para penguasa ini menurut saya terbilang cukup makan hati, padahal kritik dari masyarakat harusnya bisa jadi motivasi untuk para pemimpin bangsa ini untuk menjadi yang lebih baik.
Melihat Stand Up Comedyan Bintang Emon yang membahas kasus penyiraman air keras ke Novel Baswedan di tahun 2020 menjadi contoh bagaimana hak kebebasan berpendapat masih belum terlaksana dengan baik. Pasalnya Bintang Emon ini mendapatkan teror setelah menyinggung kasus Novel Baswedan tersebut, ia mendapatkan fitnah dari akun palsu di sosial media.
Ia dituduh menggunakan narkoba, padahal Bintang Emon sendiri belum dilakukan pemeriksaan apakah dia benar memakai narkoba atau tidak. Bintang Emon pun berinisiatif untuk melakukan tes narkoba mandiri tanpa dibiayai pemfitnahnya. Dari contoh kasus tersebut dapat dikatakan bahwa para penguasa atau pemimpin bangsa ini terlalu melebih – lebihkan dan terlalu bawa perasaan. Padahal seharusnya hal tersebut dapat menjadi evaluasi tersendiri bagi pemerintah untuk menyelesaikan kasus – kasus besar tersebut dengan cepat.
Maka dari itu, saya berharap untuk kedepannya hak kebebasan berpendapat harus benar – benar diperhatikan, agar masyarakat dapat menyuarakan pendapatnya terhadap negeri ini. Berpendapat juga harus didasari dengan wawasan karena dengan tidak adanya wawasan maka kritik tersebut hanya menjadi salah sasaran. Saya berharap juga pemerintah tidak mementingkan sikap anti kritik dan mengabaikan aspirasi rakyatnya sendiri. Kita sudah selayaknya menanamkan sikap optimis terhadap demokrasi di Indonesia ini supaya kedepannya bisa lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H