Mohon tunggu...
Humaniora

Anak Muda, Pendidikan, dan Pluralisme

12 Juli 2017   12:11 Diperbarui: 12 Juli 2017   12:14 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keragaman yang ada di Indonesia adalah sebuah fakta. Mengabaikan keragaman merupakan tindakan ahistoris sekaligus mengancam solidaritas bangsa yang telah dijaga dan dikawal bersama. Sebagai salah satu pilar yang menentukan kokohnya Indonesia, adalah tugas kita sebagai anak muda untuk merawat dan melestarikannya.

Toleransi adalah kata kunci bila persatuan ingin terus dijaga. Istilah toleransi berasal dari bahasa latin, tolerare,yang berarti membiarkan kelompok yang berpikiran atau berpandangan lain tanpa dibatasi. Mengizinkan seseorang melakukan sesuatu atas dasar kerelaan dan kebersamaan.

Menurut Andreas Yewangoe, salah satu pemimpin dan pemikir Kristen Indonesia saat ini, terdapat toleransi formal dan toleransi material. Toleransi formal berarti membiarkan pandangan dan praktik yang berbeda sejauh itu tidak mengganggu. Sedangkan toleransi material berarti suatu pengakuan terhadap nilai-nilai positif yang mungkin terkandung dalam pandangan lain.

Salah satu upaya untuk menegakan toleransi adalah pendidikan pluralisme sebuah model pembelajaran yang mampu membuat anak didik menghargai perbedaan, dan melihat hal tersebut sebagai peluang untuk terus berkembang.

Menurut Franz Magnis-Suseno, seorang Teolog berpengaruh di Indonesia, pendidikan pluralisme adalah suatu pendidikan yang mengharuskan kita untuk membuka cakrawala yang luas, mampu melintas batas kelompok etnis dan agama. Sehingga mampu melihat kemanusiaan sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari perbedaan-perbedaan.

Model pendidikan ini diharapkan dapat menunjang proses peserta didik menjadi manusia yang demokratis, pluralis dan terbuka. Sehingga menciptakan generasi yang mampu mengakomodir serta menjami suara kelompok-kelompok minoritas.

Dengan cara ini, keragaman mewujud sebagai peluang untuk memperkaya pengalaman dan perkembangan manusia. Dan sebagai generasi muda, tugas kitalah merawat keragaman yang sudah menjadi pilar Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun