"Pak SBY itu gagah dan cerdas. Kenapa yah cuman dua kali saja bisa menjabat Presiden padahal Soeharto berkali-kali jadi Presisen. Ini gara-gara reformasi!" kata Bentul lugu.
"Harus seperti itu Pak Bentul. Harus ada regenerasi. Setiap zaman harus ada pemimpin yang lahir, jangan dibelunggu generasi kita dengan cara berkuasa terlalu lama. Reformasi ini tujuannya sudah benar, Pak Bentul!" saya mencerahkan sejenak.
Akhirnya Pak Bentul menyusun agenda. Ia ingin  membawa saya bersilaturahmi dengan keluarganya. Ia juga ingin mengundang sahabat dan teman-temannya untuk berkenalan dengan saya.
Dalam hati saya berdzikir. La Ilaha Illallah, Subhanallah. Saya akan bersilaturahim dengan keluarga besar Bentul tanpa jimat. Dan ia tidak kecewa sedikitpun Jimatnya itu saya tolak.
Pak Bentul menceritakan pengalaman politiknya 5 Tahun silam. Konon, ada beberapa Caleg yang memakai jimatnya. Tak ada yang terpilih karena mereka lupa melepasnya saat kencing. Dia bercerita sambil tertawa lepas. Saya pun mafhum.
Begitulah dinamika politik di akar rumput. Saya ikuti saja arus positif dan mengalir seperti air. Bagi saya berpolitik tanpa memakai jimat adalah upaya mengokohkan iman dan menguatkan akidah. Cukup usaha dan pasrahkan hasil pada putusan Langit Tertinggi. Semua sudah tercatat dalam kitab Lauh Mahfudz. #salamAE
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H