Setiap apoteker Indonesia berhutang enam janji kepada setiap orang di dunia ini. Keenam janji tersebut wajib mereka lafalkan sebelum menyandang gelar sebagai seorang apoteker sesuai dengan PP 20 tahun 1962. Kita sama-sama mengetahui bahwa janji berbeda dengan mimpi. Mimpi bisa diperbaiki ketika ia tak sanggup tergapai. Tetapi janji merupakan sesuatu yang wajib dipenuhi dan tak mengenal kata revisi. Dan yang terpenting adalah janji itu kita ucapkan atas nama Sang Maha Pemegang Janji. Salah satu janji itu menyatakan bahwa setiap apoteker akan membaktikan hidupnya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan.
Tanggal 25 september dikenal sebagai World Pharmacist Day, melalui tulisan ini saya ingin mengajak setiap apoteker Indonesia untuk menggunakan momentum ini sebagai momentum untuk berefleksi, sudah sejauh manakah kita telah melunasi janji kita ?. Apakah pelayanan kefarmasian yang kita lakukan sudah mampu meningkatkan mutu kehidupan pasien sesuai amanah PP 51 tahun 2009 ?.
Untuk memperingati World Pharmacist Day tahun ini, International Pharmaceutical Federation (FIP) mengangkat tema . Tema ini menggambarkan secara umum bahwa seorang pharmacist/apoteker memegang peran dalam meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya yang terkait dengan penggunaan obat. Tema ini pula menegaskan bahwa apoteker adalah bagian dari tenaga kesehatan yang bertugas untuk melayani pasien/konsumen yang membutuhkan kemampuan profesionalnya. Apoteker memiliki kewajiban untuk membantu memudahkan konsumen/pasien menghadapi kompleksitas masalah tekait dengan obat yang akan mereka gunakan. Ada beberapa masalah terkait obat yang sering dihadapi oleh pasien/konsumen dimana apoteker memiliki peran penting dalam memberikan solusi, diantaranya adalah :
- Kepatuhan pasien menggunakan obat (compliance)
Apoteker memliki peran utama dalam membantu pasien untuk konsisten menggunakan obatnya tepat waktu dan dengan cara penggunaan yang benar untuk menjamin mereka mendapatkan manfaat dari obat yang mereka konsumsi. Kepatuhan ini sangat penting bagi pasien yang harus menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama karena penyakit kronis seperti pasien dengan penyakit hipertensi, kolesterol, diabetes mellitus, TB, dll. Ketidakpatuhan penggunaan obat bisa memicu ketidakefektifan pengobatan dan bahkan bisa memperburuk kondisi kesehatan pasien. Akibatnya, memicu intervensi pengobatan tambahan dan bahkan mengakibatkan kematian prematur. Menurut Journal of Managed Care Pharmacy, setiap harinya terdapat 342 orang meninggal dunia disebabkan karena kurangnya kepatuhan dalam menggunakan obat. Selain itu, The New England Healthcare Institute memperkirakan bahwa pertahunnya, ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan mengakibatkan kerugian sebesar 290 milyar dolar. Apoteker berperan penting dalam mengurangi angka-angka statistik ini.
- Harga obat
Harga obat menempati proporsi terbesar dalam biaya kesehatan yaitu sekitar 50-60 % dari total biaya pengobatan. Bukan menjadi rahasia lagi bahwa kebanyakan masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah memiliki ketrebatasan akses terhadap obat-obatan. Padahal untuk memenuhi prinsip rasionalitas pengobatan selain obat harus efektif dan tidak memberikan efek samping yang melebihi efikasi, obat haruslah memiliki harga yang terjangkau. Salah satu jalan dalam memecahkan masalah ini adalah melalui peningkatan rasionalisasi pemilihan obat dan promosi penggunaan obat generik. Dan apoteker memiliki peran yang utama dalam menjalankan program ini. Hal ini sesuai dengan yang tertuang pada PP 51 tahun 2009 pasal 31 mengenai pekerjaan kefarmasian, yang memberikan wewenang kepada apoteker untuk melakukan kendali biaya. Kendali biaya yang dimaksud adalah Pelayanan Kefarmasian yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan didasarkan pada harga yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Bahkan untuk menjalankan program ini apoteker diperkenankan melakukan penggantian obat merek dagang dengan obat generik yang memilki efek yang sama dalam resep dokter dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada pasien yang kurang mampu secara finansial untuk tetap dapat membeli obat dengan mutu yang baik atas persetujuan dokter dan/atau pasien (PP 51 tahun 2009 pasal 24b).
- Swamedikasi
Menurut WHO (World Health Organization), Swamedikasi didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Gejala-gejala yang dimaksud adalah yang bersifat ringan seperti demam, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, penyakit kulit, alergi, anemia, wasir, sakit kepala dll. Perluasan akses informasi kesehatan melalui internet dan keinginan untuk memperoleh suatu solusi mudah, murah dan cepat atas masalah kesehatan, mendorong meningkatnya swamedikasi di masyarakat. Tetapi, pada prakteknya swamedikasi seringkali menjadi penyebab terjadinya medication error/kesalahan pengobatan. Disini apoteker memiliki peran yang sangat penting dikarenakan dalam swamedikasi memungkinkan interaksi masyarakat dengan apoteker. Apoteker berkewajiban memberikan edukasi dan pengawasan kepada masyarakat dalam melakukan swamedikasi. Untuk mendukung pelaksanaan swamedikasi secara tepat, aman dan rasional, selain pelayanan obat yang tergolong over the counter (obat bebas dan bebas terbatas), apoteker juga memiliki hak dalam menyerahkan beberapa obat keras (Obat Wajib Apotek/OWA) tanpa resep dokter. Obat Wajib Apotek yang dimaksud dijelaskan dalam Permenkes no.919/MENKES/PER/X/1993 tentang kriteria OWA dan dikategorikan menjadi tiga golongan yang masing-masing dijelaskan dalam permenkes yang terpisah.
Melalui perannya ini apoteker dapat menjamin aspek klinis dan ekonomi dari pelaksanaan swamedikasi berdasarkan kepentingan pasien.
Ketiga hal ini hanyalah sebagian kecil dari Pekerjaan Kefarmasian yang menjadi tugas seorang apoteker dalam sistem pelayanan kesehatan. Tetapi dengan memaksimalkan ketiga bagian pekerjaan ini maka apoteker mampu memberikan sumbangsih yang tidak kecil dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dan melalui momentum World Pharmacist Day, kami mengajak para apoteker untuk kembali mengingat dan senantiasa berupaya melunasi janji yang telah menjadi ruh profesi apoteker. Mari jadikan hari ini sebagai wadah untuk bermuhasabah diri, menemukan kelemahan dan potensi diri, agar kita mampu memaksimalkan kontribusi. Apoteker Indonesia harus tampil menjalankan perannya sebagai salah satu tenaga kesehatan krusial di Indonesia.
Surabaya, 26-9-2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H