Selanjutnya, industri gula yang terbagi menjadi dua jenis, yakni industri pabrikan gula berbasis tebu dan industri gula yang berbahan baku gula rafinasi menjadi momok menakutkan bagi investor swasta yang ingin menanamkan modalnya pada industri pabrikan gula berbasis tebu sebab keberadaan impor gula rafinasi yang bebas bea masuk akan menyebabkan harga gula lokal tertekan dan investor menyadari betul hal tersebut akan menjadi boomerang bagi mereka,sehingga mimpi untuk memperbanyak pabrik gula tebu melalui tangan-tangan investor swasta untuk mewujudkan swasembada hanya akan tinggal angan-angan.
Realisasi Swasembada: Revitalisasi dan Sinergitas Trio-Stakeholder
Mencapai swasembada gula sebenarnya bukan hal mustahil bagi negeri bernama  Indonesia ini, Thailand yang tidak lebih luas dari negara ini saja pun mampu mencicipi manisnya sang gula yang mencapai angka surplus hingga lebih dari 8 juta ton. Dalam rencana kerjanya, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kala yakin bahwa Indonesia akan menjadi negara yang berswasembada gula hingga 2019 melalui beberapa rencana kerja yang telah dibuat. Sekali lagi, bukan hal yang mustahil untuk Indonesia bisa merengkuh kembali manisnya kejayaan 80 tahun silam.
Revitalisasi industri gula nasional merupakan program massif dan kompleks yang seharusnya melibatkan sinergitas beberapa stakeholder dan pemangku kepentingan utama sebagai tonggak penting untuk tercapainya swasembada gula. Manisnya gula harus sejalan dengan manisnya hasil kerja di bidang perindustrian gula nsional.Â
Untuk melakukan program revitalisasi industri gula, trio-stakeholder harus saling bekerjasama dan saling bersinergi untuk mencapai tujuan swasembada. Trio-stakeholder yang dimaksud adalah Pemerintah termasuk aparatur keamanan negara sebagai manajer dan pengendali kebijakan industri nasional, swasta sebagai faktor pendukung akselerasi pembangunan industri gula nasional, dan masyarakat (pelaku industri, akademisi, dan konsumen) sebagai ujung tombak pangsa pasar gula.
Merevitalisasi industri gula nasional membutuhkan beberapa program priorotas sebagai pendukung utama terciptanya iklim industri gula nasional yang efisien dan mampu mendukung ketercapaian swasembada gula di masa mendatang. Beberapa hal yang mendukung program revitalisasi industri gula nasional sebagai tonggak mewujudkan swasembada gula, yakni:
1. Â Restrukturisasi pabrik gula dan pestrukturisasi permesinan yang ada di pabrik gula yang tersebar di beberapa wilayah nusantara. Penuaan pabrik dan mesin yang terjadi haru disikapi oleh Pemerintah secara cepat, permintaan gula nasional yang kian meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk harus didukung oleh keberadaan pabrik gula dan mesin yang mumpuni. Pemerintah seyogyanya menyuntikkan insentif untuk pembangunan pabrik-pabrik baru yang dapat beroperasi maksimal. Berkaca pada negeri tirai bambu (China) yang mampu melakukan inovasi permesinan untuk pabrikan gula, rasanya pemerintah tidak perlu ragu untuk menggandeng swasta dan masyarakat luas termasuk akademisi dan ilmuan nasional untuk melakukan penemuan inovatif guna mendukung produktivitas pabrik gula baru menggunakan inovasi permesinan dan inovasi pembibitan dibantu pembiayaan oleh swasta.
2. Menambah luas tanam tebu sebagi bahan baku pabrik gula. Pemerintah telah mencanangkan pembukaan 500.000 hektare lahan baru untuk perluasan lahan tanam tebu, namun masih terkendala dalam beberapa hal. Ekstensifiasi dan pemanfaatan lahan tidur hendaknya menjadi fokus pemerintah untuk menambah luas tanam tebu. Pemanfaatan pulau-pulau di kawasan pantai timur dan utara dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan luas tanam tebu.Â
Pulau-pulau timur dan selatan yang dekat dengan pulau utama akan menambah luas tanam tebu sehingga menambah volume panen tebu nasional untuk menambah produksi gula nasional. Moratorium alihfungsi lahan menjadi sawit tampaknya harus sesegera mungkin digalakkan dan mengganti dengan komoditas tebu untuk beberapa wilayah luar jawa.
4. Pemerintah, petani, serta PTPN dan pabrik gula swasta harus bersinergi untuk mengintegrasikan penanaman, penebangan, pengangkutan, dan pengglingan tebu dalam satu manajemen. Pemerintah dan masyarakat akademisi harus melakukan terobosan dan inovasi untuk meningkatkan rendemen yang hanya ada pada kisaran 6%-7% menjadi 10%-12% dengan inovasi dan peremajaan mesin giling secara intensif serta menarik investor swasta untuk menggandeng akademisi lokal dalam inovasi peningkatan rendemen giling tebu yang nantinya akan meningkatkan produksi gula nasional. Selain itu, pabrikan tebu nasional tidak hanya memproduksi gula sebagai output, namun dapat mengambil keuntungan lebih melalui peningkatan produktivitas bio-ethanol sebagai energi alternatif yang hasilnya dapat dijual kembali sebagai bahan bakar dan keperluan energi nasional, penjualan bio-ethanol ke masyarakat atau kepada PT PLN untuk menambah benefit pabrik akan menambah penghasilan pabrik gula yang dapat digunakan untuk ekspansi lahan tebu dan peremajaan mesin guna menggenjot hasil produksi dan mewujudkan swasembada.