Mohon tunggu...
Akbar Adri Suwendo _Inpar
Akbar Adri Suwendo _Inpar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Trip

Field Trip Sumedang Heritage Industri Pariwisata Angkatan 2023 Universitas Pendidikan Indonesia

19 Maret 2024   16:00 Diperbarui: 21 Maret 2024   20:09 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan pintu Lingga sendiri, yang dibangun empat buah pada setiap penjuru mata angin dengan anak tangga bertrap-trap sebagai simbol pendakian ruhani manusia dalam mencapai keridloan Allah dengan terlebih dahulu menguasai empat unsur nafsu yang terdapat pada diri setiap insan, amarah, sawiyah, lawamah dan mutmainah. Dengan penguasaan keempat unsur nafsu itu, maka manusia dengan pengampunan Allah. Atas segala dosanya, diibaratkan seperti bayi yang baru lahir dari rahim ibunya.

 Lambang Kabupaten Sumedang diciptakan oleh R. MAHAR MARTANEGARA, putera Bupati Bandung, R Adipati Aria Martanagara yang masih penya keturunan Sumedang. Lambang ini diresmikan 13 Mei 1959 . Perisai, melambangkan jiwa kesatria utama, percaya pada diri sendiri. Sisi Merah, semangat keberanian. Dasar Hijau, lambang kesuburan. Bentuk setengah bola serta bentuk kubus pada ”LINGGA”, melambangkan manusia tidak ada yang sempurna. 

Sinar Matahari, melambangkan semangat rakyat dalam mencapai kemajuan. Warna Kuning Emas, berarti keluhuran budi dan kebesaran jiwa. Sinar yang ke 17, angka sakti, tanggal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Delapan bentuk dari pada ”LINGGA” , lambang bulan Proklamasi Indonesia. Sembilan belah batu pada ”LINGGA”, empat buah kaki tembok dan lima buah anak–anak tangga: Lambang Tahu Proklamasi Republik Indonesia (1945). Tulisan ”INSUN MEDAL”, melambangkan kristalisasi dari pada jiwa dan kepribadian rakyat Sumedang.

  • Masjid Agung Sumedang

Masjid Agung Sumedang dibangun Tahun 1850 saat Bupati Sumedang dijabat oleh Pangeran Suria Kusumah Adinata atau dikenal dengan Pangeran Sugih (1836-1882). Masjid tersebut dibangun di atas tanah wakaf dari Raden Dewi Siti Aisyah. Masjid Agung Sumedang awalnya memiliki luas bangunan 583,66 meter persegi di atas tanah seluas 6.755 meter persegi. Pembangunannya dimulai pada tanggal 4 Rajab 1267 H atau 3 Juni 1850 M dan selesai pada tanggal 8 Ramadhan 1270 H atau 5 Juni 1854 M.

Bangunan tersebut kemudian diperluas saat Bupati Sumedang dijabat oleh Pangeran Aria Suria Atmadja atau dikenal juga dengan sebutan Pangeran Mekah (1883-1919). Bangunan Masjid Agung Sumedang mengalami pelebaran ke depan, samping utara dan samping selatan dengan penghulunya K.H.R. Muhammad Hamim. Dikutip dari Annisah Ayuningdiah dalam Pengaruh Belanda dalam Arsitektur Masjid Agung di Priangan 1800-1942 (IPLBI, 2017), menyebutkan pengaruh arsitektur Tiongkok itu berasal dari para pengembara Tionghoa yang datang ke Sumedang. Mereka saat pembangunan masjid, turut serta membantu.

Bentuk atap yang bersusun tiga merupakan pengaruh dari bentuk pagoda. Ornamen-ornamen ukiran yang menghiasi bangunan masjid juga bercorak Tiongkok Sementara untuk arsitektur yang terpengaruh oleh Belanda tampak pada bentukan kolom-kolomnya yang merupakan kolom Yunani. Kemudian, ukuran jendela yang besar dengan ujung setengah lingkaran yang juga merupakan khas zaman Belanda.

  • Keraton Sumedang Larang

Bangunan Keraton Sumedang Larang terletak di Jalan Prabu Geusan Ulun No.40 Sumedang. Berada di pusat kota berdampingan dengan Gedung Negara pusat kegiatan dari pemerintahan Kabupaten Sumedang. Keraton Sumedang Larang merupakan bangunan inti yang dulunya dikenal dengan sebutan Sri Manganti artinya tempat menunggu/menanti para tamu yang akan menghadap ke Bupati.

sumber : foto mahasiswa 
sumber : foto mahasiswa 

Keraton Sri Manganti dibangun pada masa pemerintahan bupati Adipati Tanumaja 1706-1709 sebagai keinginan dan harapan dari Pangeran Panembahan ayahandanya. Bangunan Keraton Peninggalan Adipati Tanumaja disempurnakan pada masa Pangeran Suria Kusumah Adinata (Pangeran Sugih) 1836-1882 tepatnya 1850. Keraton Sri Manganti memiliki bangunan khas kolonial dengan tiang-tiang penyangga yang besar serta memiliki kaca-kaca jendela yang besar. Bangunan Sri Manganti Larang mengalami renovasi bangunan pada tahun 1979, 1980, 1981, dan 1982. Bangunan Sri Manganti mendapat rehab berat dan renovasi tanpa mengubah bentuk aslinya. Tahun 1993 Gedung Sri Manganti mendapat rehab lagiuntuk merenovasi bagian kap atas dan selesai tahun 1994.

Bangunan Srimanganti dahulu menjadi tempat tinggal para Bupati Sumedang sampai tahun 1950, sekarang bangunan Sri Manganti tampak berdiri kokoh dan megah sebagai warisan sejarah leluhur Sumedang. Yang sekarang menjadi pusat kegiatan dari Keraton Sumedang Larang. Keraton Sumedang Larang merupakan pusat dari pengetahuan dan budaya yang masih aktif serta menjadi salah unsur dari Sumedang Puseur Budaya Sunda.

sumber : foto mahasiswa
sumber : foto mahasiswa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun