Mohon tunggu...
Idil Akbar
Idil Akbar Mohon Tunggu... -

Ordinary Person... Hanya berpikir dan bertindak memberi manfaat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membaca Peluang Kaum Muda di Kontestasi Kepemimpinan Indonesia 2014

29 Mei 2012   04:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:39 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Menarik menyimak bagaimana orang muda mulai turut menggeliat berbenah untuk ambil bagian dalam percaturan politik Indonesia dalam kancah kompetisi Pemilihan Presiden 2014 nanti. Satu sisi, bakal ada angin segar bagi politik Indonesia ke depan dengan kehadiran orang-orang muda, baik dari sisi usia, pemikiran, cara pandang dan juga mental perjuangan. Tetapi di sisi lain, ada pula tantangan yang harus dihadapi untuk bisa menghadirkan fisik dan pemikiran sebagai kaum muda yang berniat maju dan melakukan perubahan untuk Indonesia.

Tergelitik untuk menulis bagaimana peluang Pemuda Indonesia yang ingin maju sebagai bakal calon Presiden di 2014 nanti, yang didasarkan pada situasi politik yang berjalan saat ini dan konsepsi keilmuan yang memandang kondisi dan situasi tersebut. Apakah yang muda punya cukup peluang untuk terpilih dibandingkan dengan mereka yang sudah tua dan berpengalaman dalam politik serta menguasai trik dan intrik politik di negeri ini? Singkat saja, kenapa tidak? peluang tetap ada dan sama. yang membedakan hanya pada persoalan strategi dan konsolidasi modal sosial yang dimiliki dan modal finansial yang ada.

Jika dilihat, mereka yang banyak beredar di media dan di masyarakat saat ini adalah mereka yang dalam kategori usia yang sudah tak lagi muda dan sudah malang melintang di percaturan politik cukup lama. Atau setidaknya memiliki tingkat popularitas tinggi dan kendi pendanaan yang memadai. Mereka sering disebut "muka lama" yang dalam periodeisasi pemilu dan suksesi kepemimpinan Indonesia hampir selalu ikut ambil bagian.

Ini bukan berarti menegasikan bahwa mereka yang sudah tidak muda ini tidak boleh berpartisipasi lagi dalam suksesi kepemimpinan Indonesia 2014 nanti. Tetapi ini dalam konteks memberikan gambaran bahwa inisiasi dari sebuah proses 5 tahunan ini masih memunculkan muka lama dan menciptakan tantangan baru terutama kaum muda untuk turut berpartisipasi dan berkompetisi.

Jika memang setiap orang memiliki peluang yang sama, maka bagaimana peluang kaum muda dapat memunculkan keunggulan dan meraih kemenangan? jawabannya ada di nilai kepribadian, pemikiran dan kontestasi yang kompetitif. Keseluruhan konteks ini bermuara kepada:

Pertama, kebersihan niat dan komitmen untuk menjaga amanah kepemimpinan dengan memandang jabatan Presiden bukanlah yang sosok yang dilayani tetapi melayani rakyat. Dan ini tidak mudah mengingat godaan kekuasaan terkadang jauh lebih kuat dan tak mengenal lelah.

Kedua, intimasi dengan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Hal ini mengacu kepada frekuensi dan intensitas kedekatan dengan masyarakat yang tak jarang pula menjadi tolak ukur bagi kekuatan modal sosial. Menciptakan kedekatan ini jelas membutuhkan proses. Dan pastinya juga tak hanya berusaha intensif di waktu menjelang pemilihan, tetapi dilakukan secara kontinyu. Jika pada waktunya kedekatan dan intimasi ini berlangsung, maka ini sudah menjadi sebuah keunggulan yang dapat dijadikan sebagai modal sosial untuk turut berkontestasi.

Ketiga, keunggulan strategi yang mengarah kepada infiltrasi konsepsi, visi dan misi serta nilai kebutuhan masyarakat. Yang perlu diingat adalah bagaimana strategi yang diciptakan dan dijalankan haruslah menjawab masalah yang dihadapi masyarakat, dan tidak terjebak dalam problematika politik "murahan" seperti money politik.

Keempat, ketercukupan modal finansial yang tidak berpotensi sebagai alat untuk membeli suara, tetapi untuk menjalankan mesin politik yang dibentuk. Dikatakan "cukup" ini memang terdengar sumir, namun konteksnya adalah politik tetap membutuhkan modal finansial dan modal ini dipandang sebagai alat beroperasi bukan alat kontraprestasi. Artinya, modal finansial bukanlah instrumen utama tetapi harus dipandang sebagai instrumen pendukung. Sebab, jika dipandang sebagai instrumen utama, maka finansial ini pula yang akan menjadi motivasi utama ketika sudah memperoleh kemenangan.

Kelima, nilai jual yang memadai dimana nilai ini bukan bersandar pada politik transaksional (berupa barang dan uang), tetapi bersandar pada bangunan pemikiran dan kepribadian diri yang kemudian memunculkan harapan baru bagi masyarakat. Penekanan pentingnya adalah bagaimana kaum muda ini bisa menginterpretasikan kebutuhan masyarakat, harapan masyarakat, dan masalah yang dihadapi masyarakat ke dalam pengejawantahan dirinya sebagai seseorang yang diyakini mampu menjadi solusi atas semua itu.

Nah, sudah saatnya kaum muda bicara dan berkompetisi untuk melakukan perubahan Indonesia yang lebih baik, dinamis dan progresif. Tinggal kita, masyarakat, yang menentukan sikap, siapakah yang pantas?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun