Mohon tunggu...
SUARDI
SUARDI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kajian Sosial dan Budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Manusia adalah makhluk yang bertanya

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kekecewaan Petani terhadap Reformasi

1 April 2022   13:51 Diperbarui: 1 April 2022   14:03 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua puluh tiga tahun reformasi berjalan hingga sekarang, namun apa yang telah kita capai? Publik menggambarkan kekecewaan terhadap reformasi yang tidak membawa perubahan mendasar bagi masyarakat terutama petani.

Di daerah saya banyak yang merasakan bahwa kondisi ekonomi terutama masyarakat petani tidak merasakan dampak dari reformasi. Petani mengeluhkan harga dari hasil taninya yang murah bahkan nyaris tidak laku dipasaran.

Belum lagi soal pupuk yang hingga saat ini masih sering terjadi kelangkaan dan harganya yang sangat mahal. Masyarakat mengeluh yang seharusnya sawah yang digarapnya minimal bisa panen setahun sekali tapi harus mengalami kegagalan karena kekurangan pupuk.

Selain itu soal harga jual hasil perkebunan petani yang menjadi sumber pendapatannya seperti getah karet, pisang dan kelapa juga semakin mencekik. Bayangkan harga getah karet sekilo hanya berkisar 7 ribu rupiah, bahkan sempat 3 ribu rupiah per kilonya.

Sementara itu hasil tani yang lain seperti pisang dan kelapa juga tidak ada bedanya. Harga kelapa bahkan tidak laku, pisang pun sama, padahal salah satu sumber penghasilan utama masyarakat itu adalah hasil pertanian dan perkebunan. Ini tugas siapa?

Hingga saat ini petani tidak merasakan kebijakan yang mendukung pada masyarakat bawah. Pemerintah bukannya melindungi petani tapi malah mengorbankan petani. Reformasi yang dulu digembor-gemborkan nyaris tidak ada pengaruhnya bagi masyarakat bawah.

Indonesia yang sering dikatakan sebagai negara agraris dan maritim mungkin kini telah musnah. Saya bertanya indonesia ini negara apa, jika kita menyebutnya agraris tapi masih relevankah? Atau mungkin sudah menjadi negara maju? tapi faktanya pendidikannya masih rendah.

Reformasi hanya untuk kalangan elit, reformasi hanya merubah struktur politik yang ada tapi tidak merubah pada konteks masyarakatnya. Masih banyak masyarakat yang bertanya-tanya, bahkan ada yang mengeluarkan unek-uneknya.

"Indonesia ini sebetulnya dijajah, sedikit demi sedikit akan kembali dijajah. Saya punya sodara di Kalimantan, disana kalo kamu mau jual beli harus pakai dollar,"ujarnya tak lama mengirimkan penggalan video beritanya. Miris memang.

Tulisan ini tidak menyalahkan pemerintah tetapi hanya menanyakan apa yang menjadi cita-cita dasar negara kita kini jauh dari realita. Ini diperlukan kesadaran kita semua. Ketika pemerintah berbicara pembangunan, pembangunannya untuk siapa?

Contoh sederhananya seperti ini, pemerintah umpanya membangun jalan tol. Jalan tol dibangun untuk kepentingan masyarakat, karena dengan adanya jalan tol akan memberikan kemudahan akses bagi masyarakatnya.

Tapi jika konteksnya adalah masyarakat bawah seperti petani yang setiap hari berladang dan berkebun apa manfaatnya. Dan jika dihitung antara jumlah lahan yang hilang, lalu apa yang mau petani jual.

Mungkin ketika petani kehilangan tanahnya, ia sudah diberikan uang sebagai jaminannya yang nominalnya katanya ratusan juta bahkan ada yang sampai miliyaran. Apakah ini cita-cita?

Seharusnya jika memang benar bahwa negara itu hadir untuk rakyat, dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat bisa memberikan jaminan kehidupan jangka panjang. Pada akhirnya bagi saya segala bentuk pembangunan yang ada harus dipertinbangkan dari aspek lingkungannya.

Lingkungan saya maksud tidak bisa dipandang hanya sekedar penyedia oksigen, atau menjaga kelestaria hewan di lingkungan tersebut, tetapi di lingkungan alam terdapat sumber mata pencaharian masyarakat dalam hal ini petani, masyarakat petani yang harus dilindungi, dan dijaga.

Bagi saya kita tidak perlu bermuluk-muluk ingin seperti negara lain. Cukup kembangkan yang ada terutama pangan, kenapa pangan karena pangan itu pokok sepanjang hidup, apabila bisa dimanfaatkan secara optimal ini bisa menguasai dunia melalui ekspor pangannya. Belum lagi dari kekayaan maritimnya. 

Kesimpulnnya kita harus mempertahankan apa yang sudah Tuhan berikan, anugerahkan kepada Indonesia yang kaya raya ini. Untuk maju tidak mesti jadi negara lain Jepang, Cina, Eropa dan lain sebagainya.

Bersambung ....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun