Bila kamu masih mengingatnya, dulu aku pernah berkata bahwa apa pun tentangmu, asal kamu bahagia aku juga ikut berbahagia. Dan jika kamu terluka pun, aku juga akan merasakan hal yang sama.
Bagian terburuk dari semua itu adalah aku tidak pernah bisa merasa masa bodoh. Aku hanya merasa masa bodoh dengan apa yang aku alami atas perasaanku padamu. Aku masa bodoh dengan apa yang aku terima darimu. Secara sadar, aku mengakui bahwa aku tidak bisa menyalahkanmu atas perasaaanku padamu dan segala bentuk penolakan perasaanku terhadapmu.
Lebih anehnya lagi, aku selalu saja memberi sebanyak-banyaknya padamu. Namun, kamu tidak pernah memberiku sesuatu pun. Dan aku menyadarinya dengan pikiran yang sangat amat sadar, aku tidak bisa menyalahkanmu atas apa yang terjadi padaku. Luka-lukaku, air mataku, perasaanku, rinduku dan segala hal yang di mana itu semua berisi hanya tentangmu.
“Fat!” ucap Ama.
Aku terperanjat kaget, “Eh! Uhm! Ituloh gerimis,” ucapku gelagapan sembari mengarahkan tatapan mataku ke notebook yang sedari tadi sudah menyala.
“Kamu tuh ngalamun apa? Dari tadi dipanggil enggak nyaut-nyaut. Ituloh pesanan udah jadi, tinggal diambil," ucap Ayuk dengan nada kesal.
“Maaf-maaf. Aku ambil deh!” ucapku sambil berdiri mengambil pesanan.
“Udah di bawa ke sini semua kok. Kamu tadi enggak ngeh kan aku sama Ayuk taruh camilan di meja!?” tanya Ama pelan sembari tersenyum dan duduk di sampingku.
“Iyalah enggak ngeh, wong ngalamun!” tukas Ayuk dengan raut muka kesal.
“Udah-udah Yuk. Kita tahu kan kalau Fatimah sering ngalamun akhir-akhir ini. Sekarang waktunya kita cari tahu,” ucap Ama sembari matanya melirikku dengan tatapan curiga.
“Mmm, aku keinget ucapan Mas Dan,” ucapku spontan.