Mohon tunggu...
Akademizi
Akademizi Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Akademizi lahir dari sebuah visi besar yang ingin mendorong kemajuan gerakan filantropi Islam sekaligus mampu menjadi inspirasi bagi gerakan kebajikan dan pemberdayaan umat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perjuangan Gerakan Zakat

18 Januari 2024   15:10 Diperbarui: 18 Januari 2024   15:22 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)

Perjuangan gerakan zakat hari ini ibarat perjuangan. Kita semua tahu bagaimana perjuangan biji mangga untuk tumbuh.

Biji Mangga yang seolah lunak dan terkungkung di dalam cangkang yang kokoh tentulah tidak mudah untuk menembusnya. Apalagi untuk jadi pohon besar yang kuat. Namun, biji Mangga tetap menjalani takdirnya, siang dan malam ia terus tak henti bergerak. 

Menyusun kekuatan mendesak titik terlemah cangkangnya yang kokoh. Tanah dan bebatuan sekitarnya menjadi saksi bahwa biji itu tak diam. la terus tumbuh, sedikit demi sedikit. Ia terus mendesak, bahkan tak hanya menembus cangkangnya yang kuat, ia juga perlahan menumbuhkan akar walau awalnya terlihat bak sehelai rambut yang lemah. Setiap hari ia terus bertumbuh. Membesar di segala usia dan musim yang terjadi. Entah hujan atau panas, entah dingin atau kemarau panjang. ia terus bergerak tumbuh.

Perjuangan yang dilakukan setahap demi setahap, walau sangat perlahan terlihat, ternyata terus membuahkan hasil. Akarnya yang diperjuangkan terlebih dahulu menjadi jaminan bahwa ketika ia menumbuhkan batang, ranting dan daun, ia bersedia menopangnya dan tak jatuh diterpa angin. Di tanah tempatnya berpijak, ia terus berjuang, bergerak, dan menumbuhkan daun muda. Tunas yang awalnya kecil dan lemah sejatinya adalah modal awal menjadi tanaman kokoh yang menjuntai menantang panas matahari. 

Akar-akarnya yang terus tumbuh, percaya dengan baik bahwa tanah tempatnya berpijak bukan hanya mendukung buat perkembangan tapi juga menjadi penyuplai kebutuhan nutrisi untuk menjadi kokoh. Ia juga percaya, sinar matahari yang panas dan angin yang berembus kencang adalah sarana menempa diri untuk terus menuju langit dengan semakin serius menumbuhkan dirinya semakin besar dan semakin besar setiap harinya.

Ia sadar, seluruh energi tumbuhnya bisa didapatkan dari sekeliling tempatnya berada. Dan satu per satu kelopak daunnya mulai terlihat; indah, lembut, hijau ranum tapi masih lemah. Seiring waktu, tumbuhan kecil itu akan menjadi batang yang besar. Akan memberikan buahnya pada setiap musim bahkan di luar musim. Dan saat yang sama, rimbun dedaunan akan memberi kesejukan bukan hanya untuk mereka yang berteduh tapi juga bagi dunia.

Itulah gambaran para aktivis zakat, mereka akan ada dan terus ada. Menjaga nyala api kebaikan untuk menghangatkan dunia. Aktivis gerakan zakat akan terus bergerak secara sadar dan dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Kesadaran ini semakin kuat manakala mereka melihat dan memahami bahwa kondisi kaum Muslimin kini masih belum tuntas dirundung masalah, seperti kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan.

Perbaikan keadaan tak mungkin menunggu pertolongan dari umat Islam dari negeri lain. Padahal kita juga tahu, negeri-negeri yang ada di belahan dunia Islam kini sebagian besar terperosok dalam jurang masalah masing-masing yang seolah tanpa tepi. Saat seperti inilah para aktivis zakat harus terus bergerak di tengah umat, meringankan beban yang ada dan memotivasi bahwa umat ini tak sendirian saat ditimpa masalah. Jadi, dalan situasi demikian, gerakan zakat harus kuat terlebih dulu. Amilnya juga harus punya daya tahan yang kuat terhadap masalah-masalah yang timbul di internal lembaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun