Kata Arif, kompetensi personal amil sangat penting. Jangan hanya ujian dan mendapat sertifikat. Standar kompetensi amil sebagai marketing, sales, penyalur dan pemberdayaan dan sebagainya harus bisa mengukur standar minimal saat bekerja sebagai amil.
Dinamika sosial masyarakat, politik dan kondisi bangsa berpengaruh terhadap kompetensi seorang amil. Sebelum isu terorisme, standar kompetensi terkait isu tersebut tidak menyadari. "Hari ini amil termasuk lembaga zakat jangan terjebak terorisme termasuk pencucian uang," papar Arif.
Tantangan biaya untuk sertifikasi semua amil. Sertifikasi mulai dari pelatihan harus dilihat anggaran yang dimiliki lembaga zakatnya.
Arif juga mengutaarakan, di SKKNI standar kompetensi untuk amil digital fundrising di era teknologi informasi tidak begitu detail. "Semua lembaga mengadopsi dinamika masyarakat termasuk teknologi. Perubahan satu skema saja membutuhkan biaya yang yang tinggi. SKKNI bagi amil taantangan, satu sisi mengikkuti, standar kompetensi terkadang agak jadul kalau tidak ada perubahan," paparnya.
Kepala Subdit Akreditasi  dan Audit Lembaga Zakat Kemenag Muhibuddin sedang menyusun regulasi keterkaitan serifikasi amil dengan renumerasi. "Harus ada korelasi sertifikasi dengan renumerasi. Tidak bisa 12,5 persen untuk kebutuhan membayar renumerasi apalagi amil yang tidak berpengamalamn dan sertifikasi.
Kata Muhibuddin, perlu standarisasi agar agar tidak ugal-ugal hak amil dalam mengelola dana zakat. "Hasil audit menemukan praktik lembaga zakat tidak sesuai aturan dan syariah. "Harus menjadi pelajaran kita semuanya agar terhindar dari keburukan," paparnya.
Sertifikasi menjadi salah satu kebutuhan amil di Indonesia. Kemenag mendorong serta memperkokoh pencapaian para amil. "Kita berharap Kemenag diberi masukan. Kemenag yang diperkuat regulasinya. literasi tentang zakat tidak cukup lembaga pendidikan tetapi kita semua," ungkapnya.
Kepala LSP Baznas Sarniti mengatakan sertifikasi ini perlu ada buat pengakuan dari negara.
"Kami sangat menyambut ada sertikasi amil agar pengelolaan zakat ini berstandar dan diakui negara," ucapnya.
Jadi, lanjut Sarniti, orang-orang yang mengelola zakat  berkompeten. Harapannya dengan adanya standirisasi atau sertifikasi yang dinyatakan kompeten, ada nilai plus baik pribadi maupun lembaga.
"Harapan itu tidak sekedar nilai lebih dan hanya baik, tapi di atas baik. Tidak sekedar profesional, namub lebih dari profesional," tegasnya.