Mohon tunggu...
A Karma Sentika
A Karma Sentika Mohon Tunggu... -

Lahir di Surabaya, dan sekarang tinggal di Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sakinah, Mawaddah, Warahmah

5 Februari 2011   01:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:53 2049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12968704922107458719

Ketika sepasang kekasih ingin memasuki jenjang pernikahan, terbuai dalam fikirannya yang serba indah, hingga secara tidak sadar dibibirnya sering tersungging senyuman. Mereka ingin menempuh kehidupan yang baru dengan penuh optimisme, akan dikayuhnya secara bersama biduk rumah tangganya dengan penuh kemesraan. Akan ditebasnya segala rintangan yang menghadang agar tujuan bersama dapat tercapai dengan penuh kebahagiaan. Ketika dilangsungkan aqad pernikahan, maka mereka berdua memperoleh banyak ucapan do'a dari kerabat, teman-teman dan para undangan dengan do'a keberkahan. Do’a ini memiliki makna yang sangat mendalam dan penuh pengharapan agar pernikahannya akan mendatangkan keberkahan bagi kedua mempelai, yakni yang diajarkan oleh Rasulullah SAW; بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكمُاَ فِيْ خَيْرٍ Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan -------------------------------------------- Keberkahan inilah yang menjadi tujuan bersama yang ingin dicapai, yang ingin diwujudkannya dalam bentuk rumah tangga yang ideal, yaitu suatu rumah tangga yang diliputi dengan ketentraman jiwa (sakinah) , dengan penuh rasa cinta (mawaddah) dan penuh kasih sayang (warahmah) . Sebagaimana difirmankan Allah swt dalam QS 30: Al Ruum 21: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan di antaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir Untuk dapat mewujudkan rumah tangga yang ideal, maka sepasang suami istri tersebut harus saling menghargai dan memahami akan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Selain itu harus tahu pula tentang hak dan kewajiban serta memahami tugas dan fungsinya yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dengan terwujudnya rumah tangga yang ideal maka timbul kebahagiaan hidup dimana fikiran dan perasaan yang selalu tenang dalam berumah tangga. Kebahagiaan hidup yang ingin dicapai bukan hanya kebahagiaan dunia tetapi juga kebahagiaan akhirat. Puncak kebahagiaan suami dan istri terwujud ketika Allah swt memanggil dan memerintahkan kita bersama pasangannya untuk masuk kedalam syurga; sebagaimana dikhabarkan Allah dengan firman-Nya (QS 43, Az-Zukhruf:70): Masuklah kamu ke dalam syurga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan Kebahagiaan hidup di akhirat merupakan segalanya, yakni dalam wujud dijauhkannya kita dari api neraka dan dimasukkannya kita bersama seluruh keluarga bersama anak cucu kita kedalam surga, sebagaimana Allah firmankan dalam Al Quran 52:. Ath-Thuur:ayat 21 Dan orang-orang yang beriman serta anak cucu mereka yang mengikuti dalam keimanan, kami hubungkan (pertemukan) anak cucu mereka dengan mereka (di surga), dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. Alangkah indah dan bahagianya, jika kelak kita dapat bercengkerama kembali beserta anak cucu kita disurga nantinya. Namun, tujuan ideal tersebut, terkadang terkena distorsi karena perjalanan waktu, tujuan utama untuk mengayuh biduk bersama dengan penuh kemesraan, menjadi penuh kebencian, sehingga biduk mereka karam sebelum sempat berlabuh di tepian. Semula dihadapinya tantangan dengan penuh canda dan penuh keharmonisan, kini berubah menjadi penuh amarah sehingga konsep rumahku surgaku yang ingin dicapai menjadi rumahku nerakaku. Menghadapi masalah kehidupan seperti itu, sepatutnya kita melakukan muhasabah (introspeksi) terhadap diri kita, apakah kita masih istiqomah (konsisten) dalam memegang teguh rambu-rambu yang telah dibangun agar tetap mendapatkan keberkahan dalam meniti hidup berumah tangga ? Dalam bermuhasabah, ingatlah bahwa suami atau istri bukanlah makhluk yang sempurna sehingga memungkinkan untuk berbuat salah, karenanya saling mengingatkan agar hantaman ombak yang menerpa biduk kita dapat kita lalui dengan keharmonisan. Secara perlahan kita harus dapat mereduksi ego kita dan mulai belajarlah ikhlas dalam menerima kekurangan pasangannya dan sabar setelah mengetahui kesalahannya. Hilangkan kecenderungan melihat kekurangannya saja karena pasangan kitapun juga memiliki banyak kelebihan. Karenanya perlu saling mengingatkan secara bijak, yaitu mengingatkannya dengan cara yang santun dan pada waktu yang tepat. Berilah respons yang lemah lembut ketika pasangan kita sedang dalam keadaan tegang. Salah satu pihak mau tidak mau harus mengalah, karena sikap keras tidak dapat diatasi dengan sikap keras. Syetan mempunyai peranan yang sangat besar dalam ketidakharmonisan keluarga, karenanya mendekatlah kepada Allah, mohonlah perlindungan padaNya dari godaan syetan yang terkutuk. Apabila ketegangan dengan suami telah berlalu, mintalah maaf karena boleh jadi, istri juga ikut salah karena terpancing untuk menanggapi secara berlebihan. Berusahalah terus untuk mempererat jalinan kasih agar hati kita dapat bersatu, sehingga ada rasa saling ketergantungan satu sama lainnya. Salah satu wasiat Rasulullah yang disampaikannya saat haji wada': "Barang siapa -- diantara para suami -- bersabar atas perilaku buruk dari istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Nabi Ayyub atas kesabarannya menanggung penderitaan. Dan barang siapa --diantara para istri -- bersabar atas perilaku buruk suaminya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Asiah, istri fir'aun" Agar terwujud keberkahan dan keharmonisan dalam berumah tangga, maka : Bagi sang suami, jadilah lelaki yang selalu memuliakan istrinya, serta selalu dapat mengukirkan senyuman di wajah istrinya. Sebagai suami yang menjadi pemimpin dalam rumah tangga, maka dia harus tangguh dalam mencari nafkah yang halal untuk keluarga. Suami yang tak pernah lelah untuk berlemah lembut dalam mengi-ngatkan kesalahan istrinya. Sebagai nahkoda dalam biduk keluarga, bertanggung-jawab penuh dalam mengembang firman Allah dalam QS-66: At-Tahrim: 6 Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu & keluargamu dari api neraka.. Bagi sang istri, jadilah perempuan yang paling mempesona, ketika suami memandangnya akan menyejukkan mata, ketika suaminya menuntunnya kepada kebaikan maka dengan sepenuh hati dia akan mentaatinya, juga tatkala suaminya pergi maka dengan amanah dia menjaga harta dan kehormatannya. Istri yang tidak silau dengan gemerlap dunia melainkan istri yang selalu bergegas merengkuh setiap kemilau ridha suami. Cinta suami kepada istri terwujudkan dalam bentuk ingin melindungi dan membimbingnya dengan sepenuh hati, sedangkan cinta istri kepada suami berbuah ketaatan untuk selalu menjaga kehormatan diri dan keluarga. Insya Allah dengan terjalinnya perasaan cinta diantara suami istri, akan terwujudlah keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Dalam salah satu hadist diriwayatkan: Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan begitu pula dengan istrinya, maka Allah memperhatikan mereka dengan penuh rahmat, manakala suaminya merengkuh telapak tangan istrinya dengan mesra, berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela jemarinya Waalhu ’alam bissawab Bandung, 9 Juni 2009

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun