Secara akademis, terjadinya sejumlah gelombang yang merupakan visualisasi grafik fluktuasi data kasus dalam peristiwa wabah adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari.
Ya, termasuk pandemi Covid-19.
Namun, dampaknya bisa ditekan serendah mungkin atau bisa diminimalisir dengan manajemen resiko yang baik oleh pihak yang berwenang dan oleh diri kita sendiri jauh hari sebelum masa kejadiannya.
Gelombang kedua, ketiga, dst hingga wabah bisa dieradikasi (dimusnahkan) merupakan sifat alamiah wabah yang sifatnya baru. Jumlah yang terinfeksi dan yang meninggal dalam gelombang kedua biasanya naik dengan drastis.
Dalam kasus pandemi Influenza pada tahun 1918-1919 yang sering juga disebut dengan Spanish Flu, jumlah kematian pada gelombang kedua, lima kali lipat dari gelombang pertama.
Secara total, sebanyak 500 juta orang yang terinfeksi (sepertiga dari jumlah penduduk dunia pada saat itu). Yang meninggal sebanyak 50 juta orang. Semuanya terjadi dalam rentang waktu 12 bulan. Pandemi yang sangat bersejarah ini disebabkan oleh virus H1N1 Influenza (Jeffery KT & David M.M. Emerg Infect Dis. 2006).
Sementara itu, hingga saat ini jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 di seluruh dunia sebanyak 4.628.903 dan yang meninggal sebanyak 312.009 (WHO, 18 Mei 2020).
Gelombang Kedua, Kapan?
Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap perkembangan wabah besar ini semenjak Januari 2020 yang lalu. Telah menelaah sekian banyak jurnal penelitian dan artikel sains terbaru terkait virus SARS-CoV-2 dan Covid-19, intuisiku mengatakan bahwa dari Januari hingga Juli 2020 nanti adalah fase "penyebaran dan penanaman benih", khususnya di Indonesia.
Situasi dan kondisinya yang "hanya gini-gini aja", terasa tidak seseram yang dibayangkan oleh sebagian orang. Sikon yang membuat sebagiannya lagi menganggap bahwa Covid-19 tidak begitu berbahaya dan menyikapinya dengan "slowdown".
Juli hingga September masih juga "gini-gini aja", grafik kasus naik turun, ada lonjakan, menurun lagi.
September hingga Desember adalah masa itu, masa terjadinya gelombang kedua. Masa panen virus.
Gelombang kedua yang beriringan dengan musim penghujan, akan semakin rumit dengan adanya banjir rutin di sebagian daerah. Situasi dan kondisi yang rentan membuat kita sakit, yang membuat sistem immun kita relatif menurun.
Padahal satu-satunya andalan utama kita untuk bisa selamat dari serangan virus SARS-CoV-2 adalah sistem pertahanan tubuh kita sendiri, karena belum adanya vaksin yang sudah teruji efektif dan aman.
Kita, seluruh manusia di bumi ini sudah kalah telak dan babak belur pada gelombang pertama Covid-19. Krisis kesehatan yang diiringi dengan krisis perekonomian yang sangat parah.
Hal yang sebenarnya sangat ironis, menyedihkan, karena sudah banyak kuliah umum, seminar, penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan selama bertahun-tahun sebelumnya yang memprediksikan bahwa cepat atau lambat pandemi ini akan terjadi.
Maaf, kita spesies Homo sapiens bisa lebih bodoh dari spesies Equus asinus (keledai), hewan yang konon tidak mau jatuh pada lobang yang sama, jika kita masih juga kalah telak pada pukulan kedua yang sudah di depan mata. Akibatnya sungguh, bisa benar-benar horor.
Demi Allah, tak ada niat menakut-nakuti teman-teman pembaca, tak sedikitpun niat yang timbul untuk menimbulkan kepanikan di tengah-tengah masyarakat. Gak ada untungnya begitu, yang ada malah kerugian. Malah ada tersirat harapan di hati semoga penulis salah besar, bahwa semua perkiraan diatas hanyalah omong kosong dan tidak akan terjadi.
Jika ditelaah tanpa prasangka dan sentimen, informasi peringatan yang bersifat ilmiah ini, justru bisa sangat bermanfaat, sangat menguntungkan kita. Artinya, kita masih mempunyai waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri. Tolong, tolong jangan ada yang bilang, "Belanda masih jauh", ungkapan yang menunjukkan rendahnya tingkat kewaspadaan.
Secara personal, tidak begitu banyak hal yang bisa kita lakukan dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi gelombang kedua. Tidak banyak, namun bisa sangat efektif.
Apa yang Dipersiapkan?
Memperhatikan gaya hidup sehat, menjaga kesehatan sistem immun tubuh dengan mengasup makanan bergizi seimbang, mengasup suplemen vitamin, jamu-jamuan, probiotik dll.
Mengatur ketersediaan bahan pangan. Jika memungkinkan menanam tanaman pangan pokok sekarang juga di pekarangan rumah atau kebun yang ada.
Memanajemen pengeluaran keuangan.
Mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan oleh lembaga kesehatan internasional dan nasional. Misalnya menjaga jarak fisik dan sosial, memakai masker dan atau pelindung mata di tempat-tempat publik yang beresiko tinggi seperti di minimarket, pasar tradisional dan tempat-tempat pelayanan jasa publik.
Menjaga kewaspadaan dengan mengikuti berita perkembangan kasus Covid-19, khususnya di sekitar lokasi tempat kita tinggal.
Semua itu, sifatnya sebagai upaya personal yang sebenarnya sudah jamak kita ketahui. Informasi yang sangat mudah kita temui di internet.
Sedangkan upaya-upaya besarnya dilakukan oleh pemerintah yang pengambilan keputusannya semoga benar-benar didasari atau memperhatikan benar nasehat-nasehat dari para ilmuwan anak-anak bangsa yang kredibel dan profesional.
Kita hanya bisa berharap semoga mereka benar-benar melakukan hal yang terbaik untuk kita semua.
(Rahmad Agus Koto/Praktisi Mikrobiologi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H