Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Paradigma Baru Kampanye Politik ala Indonesia?

10 April 2019   19:09 Diperbarui: 10 April 2019   19:14 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu, katanya pesta demokrasi. Eh, siapa sih yang pertama kali bilang pemilu ini adalah sebentuk pesta? Dialah Soeharto. Beliau pertama kali memperkenalkan istilah politik yang masih kita pakai hingga sekarang dalam pidato Pembukaan Rapat Gubernur/Bupati/Walikota se-Indonesia di Jakarta, Senin, 23 Februari 1981 (Tirto).

Pada prinsipnya saya setuju bahwa rangkaian proses pemilu disebut dengan pesta, dan kampanye adalah ruhnya. Bayangkan aja sendiri gimana jadinya pemilu tanpa kampanye. Hampa kan ya.

Nah, ngomong-ngomong soal kampanye, saya jadi teringat dengan kemeriahan masa kampanye saat aku masih SD hingga sekarang. Sudah tujuh kali pemilu yang saya saksikan sendiri. Model kampanye terbukanya identik dengan hiburan yang dimeriahkan oleh artis-artis yang benyanyi, menari dan bergoyang-goyang bersama dengan seluruh peserta kampanye.

Dalam pesta demokrasi yang kusaksikan untuk kedelapan kalinya ini, ada hal yang terasa sangat berbeda, mungkin akan menjadi paradigma baru model kampanye terbuka yaitu acara ibadah yang menonjol, sholat berjamaah dalam rangkaian acaranya dan tiadanya kesan hura-hura.

Pandangan ini saya peroleh terutama dari Kampanye Akbar Prabowo Subianto - Sandiaga Salahuddin Uno yang berlangsung pada tanggal 7 April kemarin di GBK Jakarta. Malam sebelumnya, peserta kampanye sudah berkumpul di dalam GBK. Berdzikir, berdoa dan sholat bersama hingga subuh. 

Acara kampanyenya jadi eksklusif? 

Ah, gak juga. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari peserta yang mayoritas beragama Islam. Toh terbukti dari diberinya panggung kepada pemimpin dan tokoh agama mewakili agama Kristen, Katolik, Buddha, dan Hindu, memanjatkan doa bersama dan menyatakan dukungan kepada Prabowo-Sandiaga.

Jemaah Dzuhur, Solo (Tribunnews).
Jemaah Dzuhur, Solo (Tribunnews).
Tadi siang (10 April 2019) di Stadion Sriwedari Solo, terjadi lagi hal yang sama. Ketika waktu Dzuhur telah tiba, peserta yang beragama Islam melaksanakan sholat berjamaah di lokasi acara. 

Sepengetahuanku, selama ini sepertinya tidak pernah ada sholat berjamaah di tengah-tengah kampanye terbuka. Jika adzan telah berkumandang pada saat acara sedang berlangsung, kegiatan acara biasanya hanya dihentikan sementara.

Uniknya, pesan kampanye yang tersampaikan adalah kedamaian, benar-benar tidak ada kesan radikal, mempolitisasi atau memperalat agama demi kepentingan politik semata. Acaranya berjalan sukses, aman dan lancar.

 Selain itu, paradigma baru ini dilengkapi dengan adanya gerakan bersih-bersih lapangan setelah acara kampanyenya selesai.

 Apakah ini benar-benar menjadi paradigma baru kampanye politik ala Indonesia, menjadi tren untuk masa-masa kampanye politik di masa depan?

[-Rahmad Agus Koto-]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun