Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Sains Umumnya Tidak Diminati Masyarakat? Akar Masalah dan Solusi

11 Mei 2017   07:40 Diperbarui: 11 Mei 2017   08:30 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

22 April 2017 yang lalu, CNN memberitakan ada sekitar 600 demonstrasi di seluruh dunia. Demonstrasi ini relatif unik dan langka. Demonstrasi "March of Science" yang menuntut supaya kemajuan dan perkembangan Sains lebih diperhatikan, khususnya oleh pemerintah.

Lalu, secara global mengapa Sains tidak begitu diminati masyarakat, khususnya di Indonesia?

Sebelum mencoba menjawab pertanyaan itu, saya hendak menceritakan pengalaman saya sendiri yang langsung terkait dengan pertanyaan tersebut.

Sekitar tahun 1999, saya prihatin dengan keorganisasian di linkungan kampus, organisasi yang kebanyakan berdasarkan kesamaan suku, agama, atau politik.

Menurutku itu kondisi yang janggal, khususnya di lingkungan kampus FMIPA, Pertanian atau Kefokteran. Seyogianya lingkungan itu didominasi oleh organisasi atau klub sains.

Hal itu menginspirasiku untuk mendirikan klub sains. Saya mengajak seseorang yang memiliki keprihatinan yang sama. Pada tahun itu, kami mendirikan organisasi resmi dibawah pengawasan Departemen Biologi Universitas Sumatera Utara. Kami menamakannya Microbiology Science Club (MSC) dan saya dipercayakan sebagai Ketua MSC pertama.

Seiring waktu, klub ini relatif berjalan lancar meskipun kemajuan dan perkembangannya tidak begitu cepat. Jumlah anggotanya waktu itu sekitar 20-30 orang mahasiswa/i.

Selain membuat penelitian-penelitian yang sifatnya terbatas, kegiatan rutin MSC diantaranya mengunjungi industri-industri yang memiliki divisi yang erat kaitannya dengan Mikrobiologi, seperti Industri Minuman Teh dan Industri Makanan Instan.

Setelah melewati 4-5 pergantian kepengurusan dua tahunan, akhirnya MSC perlahan-lahan dorman atau bagai kerakap diatas batu, hidup segan mati tak mau. Saya tidak tahu bagaimana nasib klub sains itu sekarang.

Berdasarkan pengalaman tersebut dan dari informasi-informasi umum, ketidakberminatan masyarakat umum erat kaitannya dengan kondisi perekonomiannya.

Di benak masyarakat umum, yang paling penting dan mesti diutamakan adalah kebutuhan atau status perekonomian. Dengan perekonomian yang mapan, kesejahteraan lebih terjamin.

Kemudian, berkaitan juga dengan kondisi keadilan sosial, budaya dan politik. Elemen-elemen kehidupan sehari-hari yang langsung berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Otomatis, hal-hal tersebut menjadi prioritas utama yang diperhatikan pemerintah.

Sementara itu, aplikasi sains sifatnya relatif lambat, manfaatnya secara umum tidak bisa langsung diaplikasikan dan dirasakan masyarakat.

Solusi untuk persoalan ini?

Pada prinsipnya, Sains bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Dalam hal ini, orangtua dan para guru semestinya mensosialisasikan pentingnya sains bagi kehidupan kepada anak-anaknya.

Di sisi lain, pemerintah harus sangat memperhatikan kondisi kesehatan, pendidikan dan perekonomian masyarakat. Lebih aktif lagi mendorong para pelajar (akademisi) untuk melakukan peneitian-penelitian sains yang sifatnya praktis, yang manfaatnya bisa langsung atau lebih cepat dirasakan masyarakat.

Solusi yang terkesan klise... 😅

Tapi ya memang begitulah semestinya. Sekarang, berhasil atau tidaknya ya bergantung kepada kesungguhan masing masing pihak...

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun