Â
Umumnya, selama ini kita mengenakan pakaian yang komposisinya sebagian besar terbuat dari serat selulosa yang diperoleh dari pohon-pohon kapas. Nah, bayangkan jika kita sudah bisa membuat pakaian dari bahan selulosa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (selulosa mikrobial) di dalam ruangan.
- Menghemat waktu, tidak perlu menunggu pohon-pohon kapas tumbuh sekian tahun hingga menghasilkan kapas.
- Menghemat secara signifikan lahan-lahan produksi pohon-pohon kapas, yang sedikit banyaknya akan mengurangi peralihan fungsi hutan menjadi hutan produksi, dus ramah terhadap lingkungan.
Suzanne Lee, adalah seorang fashion designer yang berasal dari London, yang sangat konsen dengan "bayangan" di atas. Lee mendirikan Biocouture untuk mewujudkan bayangannya itu, lembaga konsultan desain biokreatif yang pertama di dunia. Ide Biocouture diawali dari proyek akademiknya, Fashioning The Future: tomorrow’s wardrobe, pada tahun 2004 (Next Nature). Atas ide dasar Biocouture-nya itu Lee memperoleh penghargaan dari Time, penemuannya dimasukkan ke dalam The 50 Best Inventions of 2010.
Selanjutnya Lee mendirikan Biofabricate pada tahun 20114, even konferensi tahunan lembaga, komunitas dan atau orang orang yang berminat terhadap material baru yang sangat ramah lingkungan, material yang diciptakan via mikroorganisme, jamur dan sel-sel hewan di dalam "laboratorium". Sekedar info, pertemuan kedua akan diadakan tanggal 22 bulan ini di New York.
Terkait hal ini, saya juga menemukan "alat tenun" selulosa mikrobial yang diciptakan oleh Naja Ryde Ankarfeldt, yang disebutnya dengan "Microbial Skin Grower". Alat ini sifatnya prototype dan hanya untuk demonstrasi (Breathing Thing).
Â
Hingga kini, realisasi "bayangan" ini di dalam kehidupan sehari hari masih bayangan, karena adanya kendala teknis dari sudut pandang bisnis yaitu pengolahan selulosa mikrobial yang efektif dan efisien hingga karakteristiknya bisa memenuhi parameter-parameter yang diinginkan oleh dunia bisnis (kualitas), serta belum ditemukannya proses produksi yang maksimal, dengan bahan yang murah dan melimpah (kuantitas).
Sementara itu, saya sendiri sudah mempelajari selulosa mikrobial semenjak tahun 1999, saat masih kuliah di Dept. Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara. Dari ratusan referensi-referensi yang telah saya pelajari, saya yakin bayangan-bayangan (impian) terkait aplikasi dari selulosa mikrobial ini (silahkan baca di artikel-artikel yang saya taukan) akan terealisasi di dalam kehidupan masyarakat sehari hari secara luas dalam satu atau dua dekade ke depan.
Btw, saat ini saya sedang mengerjakan rancangan pendirian pabrik produksi Biomasker Kosmetika dari bahan air kelapa (nata de coco). Jika ada teman-teman pembaca yang hendak diskusi terkait Biomasker ini atau terkait selulosa mikrobial, silahkan menghubungi saya di Halaman Facebook ini, "Microbial Cellulose Research, Production, Training and Consultant". Thanks.
Â
Catatan
Saya sengaja menggunakan istilah nata de coco untuk artikel ini, karena istilah selulosa mikrobial belum familiar bagi masyarakat umum. Nata de coco adalah selulosa mikrobial dari bahan air kelapa, namun selulosa mikrobial belum tentu nata de coco karena selulosa mikrobial bisa dihasilkan dari media media lain yang mengandung gula/karbohidrat, seperti air sisa pengolahan tahu (Nata De Soya), air sisa pengolahan ubi (Nata De Cassava),
Â
Artikel Terkait
Nata De Coco, Karakter Kimiafisik dan Aplikasi
Nata De Coco, Mekanisme Pembentukan, Proses Produksi dan Pengolahan
Masker Bioselulosa di Luar Negeri Sedang Booming, di Negara Kita?
Supermaterial yang Akan Mengubah Wajah Dunia Industri
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H