Benar-benar terkejut membaca artikel Admin Kompasiana, "Kompasiana Freez Berubah Wujud Menjadi Majalah Digital" yang memberitahukan bahwa Kompasiana Freez, salah satu fitur unik Kompasian diputuskan oleh manajemen Harian Kompas untuk tidak dimunculkan lagi di koran tersebut.
(Dititik ini timbul pertanyaan, apakah keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan Tim Pengelola Kompasiana atau pertimbangan dari Tim Pengelola Harian Kompas).
Berita ini berhasil 'memaksa' saya untuk membuat artikel ini di sela-sela kesibukan saya sekarang. Dimana aktivitas saya di Kompasiana akhir-akhir ini agak berkurang. Pemberitahuan ini menimbulkan kekecewaan dan juga kegembiraan.
Kecewa karena Kompasiana Freez dihilangkan dari Harian Kompas, padahal munculnya empat artikel saya (kita) di harian yang bergengsi ini merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Menjadi ajang untuk menguji kualitas dan atau aktualitas kepenulisan diri, selain Head Line dan Trending Article tentunya.
Gembira karena Kompasiana Freez berubah wujud menjadi majalah digital dan majalah cetak nantinya. Dari satu sudut pandang perubahan ini adalah suatu kemajuan, formatnya 'naik 'kelas.
Kembali ke judul.
'Dipecat', saya memang sengaja memilih kata tersebut, karena berdasarkan kronologisnya timbul kesan Kompasiana Freez memang sengaja disingkirkan dari Harian Kompas. Coba simak kalimat-kalimat berikut yang saya kutip dari buku "Kompasiana: Etalase Warga Biasa" karya Pepih Nugraha.
"Namun ironisnya, lembaran Kompasiana Freez terancam akan ditutup karena tim bisnis pencari iklan (account executive) masih "kebingungan" menjual spot iklan di halaman yang seluruh kontennya dari jurnalisme hibrida ini, padahal dua tim bisnis, masing-masing dari Kompas.com dan Harian Kompas sudah dikerahkan untuk mencarinya dan masih belum menemukan pola penjualannya. Alhasil, lembaran yang semula penuh warna (full colour) diturunkan menjadi "hanya" hitam putih saja. Lembaran yang semula bagian dari rubrik milik Redaksi Kompas, terpental menjadi hanya sekedar rubrik Klasika milik bisnis."[Hlm. 171-172]
Sedangkan mengenai format majalah, Pepih Nugraha justru mengajukan ide ini kepada Manajemen Kompas sebelum lahirnya Kompasiana Freez di Harian Kompas, namun ditolak oleh manajemen.
"Namun karena manajemen tidak -atau halusnya belum- melihat prospek bisnis yang menguntungkan dari majalah gratis yang kontennya berasal dari online di Kompasiana, maka "Freez" kandas sebelum lahir, padahal dummy sudah lengkap dan siap naik cetak."[Hlm. 153]
Dengan perubahan wujud Kompasiana Freez ini, maka terwujudlah cita-cita pendiri Kompasiana ini.
"Namun saya tidak menyerah begitu saja. Ketika ada kesempatan "disekolahkan" selama satu tahun di Prasetya Mulya, tugas akhir saya adalah proyek dan prospek bisnis yang akan menjadi konten Harian Kompas yang terbit setiap pekan. Jelas lebih bergengsi karena Harian Kompas dibaca oleh sedikitnya dua juta pembaca setiap harinya. Meski demikian, membuat dan mencetak "Freez" sebagai majalah gratis tidak pernah padam dan pada saatnya nanti saya berniat menghidupkannya kembali dengan atau tanpa bantuan manajemen perusahaan."[Hlm. 153].
Sampai disini kembali timbul pertanyaan, apakah perubahan wujud Kompasiana Freez ini terwujud atas atau tanpa bantuan manajemen perusahaan.
Terlepas dari itu semua, saya berharap perubahan ini membuat Kompasiana menjadi lebih baik lagi.
[-Rahmad Agus Koto-]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H