Flash back!
Setelah melalui pergulatan dan perang opini antara yang pro dan kontra di berbagai media massa, akhirnya konser Lady Gaga yang seyogianya akan dilaksanakan di Gelora Bung Karno, Jakarta, tanggal 3 Juni 2012 yang lalu, gagal terlaksana. Keputusan penggagalan yang diambil oleh pihak manajemen Lady Gaga sendiri [Kompas].
Bagaimana dengan Kontes Miss World 2013 yang akan diadakan di Jakarta dan Bali, tanggal 8-29 September 2013 nanti? Akankah menyusul gagalnya konser Lady Gaga, seiring meningkatnya tensi penolakan terhadap acara ini?
Lady Gaga mungkin lebih kontroversial daripada kontes Miss World, namun dasar penolakan yang kontra terhadap kedua even tersebut secara prinsip sama, bertentangan dengan norma-norma budaya agama, khususnya agama Islam yang merupakan agama mayoritas di Indonesia, dan secara resmi telah ditolak oleh organisasi Islam resmi terbesar di Indonesia, yaitu Majelis Ulama Indonesia.
Saya termasuk dalam pihak yang menolak diadakannya kontes tersebut dengan argumen sebagai berikut,
1. Rasialis
Secara tidak langsung, kontes kecantikan ini menjadi ajang “rasialis” antara ras yang cantik dengan yang tidak. Hal ini telah bersinggungan dengan hak azasi manusia perempuan, menyudutkan perempuan yang tidak cantik. Menimbulkan anggapan bahwa hanya yang cantiklah yang pantas mewakili perempuan, menjadi duta sosial dan sejenisnya.
2. Benturan Peradaban atau Pemikiran
Khususnya antara kalangan liberalis sekuler dengan kalangan beragama Islam. Dari sudut pandang Islam, kecuali wajah dan kedua telapak tangan perempuan, seluruh tubuhnya adalah aurat yang harus disembunyikan dari yang bukan muhrimnya.
Sedangkan kaum liberalis sekuler umumnya memandang kecantikan dan keindahan perempuan adalah anugerah yang pantas untuk diperlihatkan ke khalayak umum (total ataupun sebagian) sebagai wujud rasa syukur dan menganggap hal tersebut tidak merugikan orang lain.
Sebagai mayoritas beragama Islam, adalah suatu kewajaran kontes Miss World ini untuk ditolak diadakan di Indonesia.
3. Eksploitasi Bisnis
Merendahkan derajat perempuan dengan cara mengekploitasi kecantikan dan keindahannya untuk kepentingan bisnis, menjadi sarana yang digunakan untuk mempromosikan produk-produk bisnis.
Well Dear Readers...
Kita beruntung hidup dalam alam demokrasi yang relatif fair, silahkan mengemukakan pendapatnya masing-masing mengikuti norma-norma dan hukum yang berlaku di negara kita.
Untuk acara Miss Worl ini, saya tidak akan begitu ngotot, apalagi sampai menggunakan kekerasan untuk menggagalkannya. Biarlah pihak-pihak yang terlibat langsung, khususnya pemerintah yang mengambil kebijaksanaan apakah acara ini pantas digagalkan atau dilanjutkan.
Salam Hangat Sahabat Kompasianers...
[-Rahmad Agus Koto-]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H