Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Selfie", Antara Narsis dan Eksplorasi Diri

12 Desember 2013   04:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:02 2834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_283313" align="aligncenter" width="562" caption="Selfie Obama dkk. @Roberto Scmidt - AFP"][/caption]

Foto "selfie" Presiden AS Barrack Obama dengan PM Inggris David Cameron, dan PM Denmark Helle Thorning-Schmidt, yang diambil ditengah-tengah upacara penghormatan terakhir bagi Nelson Mandela di Afrika Selatan, Selasa (10/12/2013), saat ini sedang hangat dibicarakan di dunia maya [1].

Foto ini memicu munculnya berbagai kritikan, karena waktu dan tempat pengambilan foto yang dianggap tidak etis.

Terlepas dari kehebohan yang ditimbulkan foto tersebut, disini saya hendak menelaah sisi positif dan negatif fenomena foto selfie, tipe fotografi yang sedang booming seiring booming-nya media sosial online, dari sudut pandang psikologi sosial.

The Oxford Dictionaries mendefenisikan selfie sebagai foto diri yang diambil diri sendiri, biasanya menggunakan kamera smartphone dan webcam yang kemudian di-upload ke situs media sosial [2].

Kata ini terdeteksi untuk pertama kalinya di media sosial online Flickr pada tahun 2004, dan bulan Agustus 2013 yang lalu, The Oxford Dictionaries memasukkan kata ini ke dalam database-nya, kemudian memilih kata selfie sebagai "Word of The Year" untuk tahun 2013 [3]

[caption id="attachment_283315" align="aligncenter" width="464" caption="Selfie Luar Angkasa @BBC UK"]

1386789033284307062
1386789033284307062
[/caption]

Sisi Negatif Selfie, Narsisisme

Salah satu hasil penelitian menemukan bahwa foto selfie yang terlalu sering di-share melalui media online, yang mengindikasikan narsisisme bisa berdampak negatif bagi hubungan sosial dalam pernikahan, pertemanan dan pekerjaan [4].

Dari hasil studi yang lain, ditemukan bahwa perempuan lebih cenderung membagikan (sharing) foto selfie daripada laki-laki sebagai akibat dari cultural fixation dan penampilan perempuan. Hasil studi ini meyimpulkan bahwa perempuan yang menilai dirinya berdasarkan penampilan atau penilaian orang lain cenderung membagikan foto selfie-nya secara online, namun ironisnya aktivitas ini tidak berpengaruh secara signifikan dalam peningkatan harga dirinya (self esteem) [5].

Sisi Positif Selfie, Eksplorasi Diri

Christine Erickson, kontributor tetap situs Mashable menyebutkan bahwa foto diri (self image) adalah suatu hal yang penting dan tidak selalu disebabkan oleh narsisisme. Melalui foto diri, seseorang bisa mendefenisikan dirinya sendiri dan memberitahukannya kepada yang lain, karena kita membutuhkan persepsi, pertimbangan (judgement) dan penilaian (appraisal) orang lain dalam mengembangkan karakter sosial kita [6].

Sementara itu, Pamela Rutledge, Direktur Media Psychology Research Center Adjunct Faculty, Massachusetts School of Professional Psychology and Fielding Graduate University, berpendapat bahwa terdapat sembilan alasan melakukan selfie yang tidak berhubungan dengan narsisisme [7].

  1. Selfie mempermudah (facilate) diri dalam mengeksplorasi identitas diri. Salah satu cara yang paling efektif untuk mengenal diri kita sendiri adalah dengan cara melihat diri kita melalui bagaimana orang lain memandang kita.
  2. Selfie mengidentifikasikan gairah atau minat yang memperkuat identitas sosial kita. Misalnya foto selfie yang sedang mengenakan kostum olahraga klub tertentu.
  3. Selfie dilakukan terkait konteks bukan karena "keakuan". Misalnya ekspresi artistik dalam fashion dan teknik fotografi.
  4. Selfie sebagai bentuk pertanyaan untuk mendapatkan respon (feedback) dari orang lain. Misalnya "Kamu suka pakaian yang sedang kupakai ini?".
  5. Selfie bukan semata-mata hanya untuk mendapatkan persetujuan atau pengesahan (validasi). Cukup sering kita mendengar bahwa selfie bertujuan untuk memperoleh persetujuan (approval). Kita semua meminta persetujuan. Sebagai makhluk sosial, kita membutuhkan koneksi dan validasi sosial. Kita ingin dianggap bernilai, diapresiasi, dan menjadi bagian grup yang kita anggap penting.
  6. Selfie memiliki banyak makna. Melalui selfie, kita sebagai pengamat akan mencari makna dibalik foto selfie tersebut, mencari apa yang sebenarnya yang hendak diperlihatkan.
  7. Selfie lebih terasa nyata daripada potret tradisional. Selfie adalah salah satu kebiasaan selebritis, sebagai bentuk usaha untuk mendekatkan dirinya dengan fansnya, karena selfie lebih bersifat intim dan personal.
  8. Selfie sebagai usaha untuk menormalkan citra diri. Hal ini biasanya berlaku pada tokoh-tokoh terkenal atau selebritis, dimana foto-foto mereka di media massa seringkali terlihat "jaim" (jaga imej), cantik, gagah dan sebagainya. Hal ini menimbulkan anggapan sebagian orang bahwa mereka mengidap narsis, karena foto-foto itu hasil dari rekayasa atau settingan. Untuk menormalisasi anggapan ini, mereka pun membuat foto selfie yang memperlihatkan diri mereka apa adanya, atau diri mereka dalam kehidupan sehari-hari.
  9. Selfie menawarkan pelakunya untuk menarasikan hidupnya melalui gambar-gambar. Foto diri saat terlihat cantik, jelek, muda, tua, bersedih, galau, gembira, bahagia dan sebagainya. Sebagai bentuk usaha untuk "mengabadikan" peristiwa-peristiwa yang dialami, perjalanan hidup yang telah dilalui, hingga pada suatu saat, ketika kita melihat foto-foto selfie itu kembali, mungkin kita bisa menemukan sesuatu atau hikmah, yang tidak kita peroleh saat peristiwa-peristiwa itu berlangsung.

Dari pemaparan di atas, kita bisa mengetahui bahwa ada manfaat dan kerugian selfie. Ahh yaa... ujung-ujungnya semua kembali lagi ke pepatah klasik,

"Sesuatu yang berlebih-lebihan itu tidak baik."

Salam Hangat Sahabat Kompasianers...

Oh ya teman-teman pembaca, ijin nitip satu foto selfie saya yaa... sebagai representasi poin-poin yang disebutkan oleh Pamela Rutledge, kecuali no 7 dan 8 ^^

[-Rahmad Agus Koto-]

[caption id="attachment_283317" align="aligncenter" width="461" caption="Selfie @Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam"]

1386796692395127576
1386796692395127576
[/caption]

Sumber Data

  1. Kompas, "Foto "Selfie" Obama di Acara Mengenang Mandela".
  2. Oxford Dictionaries, "The Oxford Dictionaries Word of the Year 2013 is..."
  3. Greatist, "It's Not You, It's Me: The Science Behind the Selfie."
  4. Psychology Today, "What Your Selfies Say About You."
  5. Buffalo (PDF),"Contingencies of Self-Worth and Social-Networking-Site Behavior"
  6. Mashable, "The Social Psychology of the Selfie."
  7. A Think Lab, "The Psychology of #Selfies: Narcissism or Self-Exploration?"
  8. BBC UK, "Self-portraits and social media: The rise of the 'selfie'
  9. Times, "Why Selfies Matter"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun