Berdasarkan hasil studi Center for Disease Control and Prevention (CDC), waktu tidur pelajar yang tidak cukup (dibawah delapan jam sehari) berhubungan dengan gaya hidup tidak sehat, depresi, masalah tingkah laku, prestasi akademik yang menurun, penyalahgunaan narkoba dan tawuran (CDC).
Mariana Figueiro, Ph.D., Asisten Profesor dan Direktur Program Rensselaer Polytechnic Institute's Lighting Research Center (LRC) dan Dr. Mark Rea, direktur LRC, dari hasil penelitian mereka yang pertama pada tahun 2009 mengenai dampak cahaya terhadap sistem biologis tubuh menyimpulkan bahwa salah satu penyebab gangguan tidur para pelajar adalah kurangnya tubuh terhadap terpaan (exposure) cahaya pagi (Science Daily).
Pada Mei 2012, International Journal of Endocrinology mempublikasikan penelitian lanjutan mereka. Penelitian ini menunjukkan bahwa tubuh yang diekspos selama 80 menit dengan cahaya gelombang pendek "biru" (karakteristik cahaya pagi) dapat membantu memperbaiki gangguan tidur yang dialami para remaja, sehingga dapat menghadapi tantangan kegiatan harian dengan lebih baik (Science Daily).
Level hormon kortisol yang diproduksi oleh kelenjar adrenal, mengikuti pola ritme 24 jam (biological clock). Konsentrasi Kortisol perlahan-lahan semakin menurun hingga sore hari, kemudian perlahan-lahan naik kembali pada malam hari. Konsentrasi kortisol meningkat secara tajam 30-60 menit pada saat baru bangun pagi. Pola ini dikenal sebagai cortisol awakening response (CAR).
Nilai CAR yang tinggi berasosiasi dengan persiapan tubuh yang lebih baik untuk menghadapi stres dan tantangan kegiatan harian.
Hasil penelitian terakhir ini membuktikan bahwa cahaya gelombang pendek level rendah meningkatkan kadar CAR para remaja. Disisi lain cahaya ini menekan produksi hormon melatonin yang menyebabkan kantuk.
Gangguan tidur yang dialami para remaja mungkin disebabkan oleh berbagai faktor, namun paling tidak hasil penelitian ini memberikan solusi untuk memperbaiki gangguan tidur yang mereka alami.
Meskipun objek penelitian ini adalah para remaja, berdasarkan studi yang saya lakukan mengenai gangguan tidur, secara umum hasil penelitian ini bisa diterapkan untuk semua umur.
***
Penelitian ini mengingatkan saya pada kegiatan senam pagi atau apel pagi yang rutin dilakukan setiap hari saat saya SD hingga SMA dulu. Ternyata kegiatan tersebut sangat baik, membantu para pelajar untuk menghadapi aktivitas akademik dengan lebih baik.
Akhirnya terbukti secara ilmiah bahwa tips pribadi yang saya lakukan selama ini untuk mengatasi gangguan jam tidur (SPDS) benar-benar efektif, yaitu berjemur beberapa saat di bawah sinar matahari pagi, biasanya saya sengaja menghadapkan wajah ke matahari dan menatapnya sekilas. Detailnya dapat dilihat di tulisan yang saya tautkan.
Semoga bermanfaat
Salam Hangat Sahabat Kompasianers
[-Rahmad Agus Koto, S.Si-]
Tulisan Terkait:
- Inti Terapi Sendiri dan Update Hasil Terapi Delayed Sleep Phase Syndrome (DSPS)
- Yess… Terapi Sendiri Delayed Sleep Phase Syndrome (DSPS), Berhasil!
- Harmonisasi Gaya Hidup Sehat dengan Jam Biologis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H