Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Begini Nih Ceritanya, Mangkenye Obat Paten Mahal!

11 Juni 2012   12:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:06 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya juga paten, ya wajar dong kualitasnya lebih baik daripada obat generik. Sayangnya, obat paten hanya untuk orang beruang kutub (hehehhe...) karena harganya mahal, mau 3 sampe 5 kali lipat harganya daripada obat generik.

Pengalaman satu setengah tahun di dunia farmasi membuat awak ni benar-benar memahami bagaimana ceritanya obat paten jadi mahal. Sudah 4 tahun berlalu dan baru sekarang diceritain, gpp deh agak telat. Mudah-mudahan ada pengambil keputusan yang mbaca tulisan ni dan menggugah semangatnya tuk mengatasi masalah ini, kasian tuh orang-orang miskin macam awak ni....

Memang betul koq, biaya penelitian tuk menemukan obat paten tu muwaahhhaaal bangets, 900-1800 juta USD (Kompas), tapi bukan tu aja faktor utama yang buat obat paten jadi mahal. Sebagai perbandingan aja ya, obat paten hipertensi yang pernah awak pegang, harga pabrikannya katakanlah Rp. 3000/tablet tapi klo dah di tangan pasien harganya bisa jadi Rp. 6000, wuih gilak gak tuh harganya naik 2 kali lipat.

Koq bisa gitu? gini jalannya,  harga dari sononya 3000, trus ampe di Indonesia, setelah biaya ijin, pajak dan sejenisnya, jadi 3500, trus setelah biaya menciptakan demand alias promo melalui penggajian detailer man atau medical representatif, jadi 4000, trus ampe barang tu di distributor, jadi 4500, trus masuk pula ke subdistributor, jadi 5000, ampe di apotik jadi 5500, promo-promo hantu jadi deh total harganya 6000.

Promo-promo hantu (ilegal) ni yang harus benar-benar diperhatikan para pengatur negara ini (Kompas, Tempo, Sip Bulletin). Maksud awak begini, biar dokter-dokter sasaran mau ngeresepin obat perusahaan itu, dokternya diajak bedagang, pembayarannya melalui pembiayaan seminar lokal maupun luar negeri, ada juga yang dibayarin dengan paket wisata dan umroh, ada juga yang bayar cash...

Duuhh jadi ingat dokter yang baik, waktu awak tugas di Banda Aceh, dia bilang:

"Dokter itu baik, pedagang itu baik, tapi dokter yang pedagang itu tidak baik"

Kata dia tulisan itu terpampang di dinding Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, benar gak tuh? Hayoo yang orang UI...

Cerita di atas memang gambaran kasar, namun kira-kira demikianlah yang terjadi di lapangan.

Permasalahan mahalnya obat ini memang ribet banget, seperti lingkaran setan, kalau perusahaan benar-benar mengikuti prosedur legal, hilang deh namanya dari peredaran bisni obat yang hiper kompetitif. Konon ada pulak pemerintah yang sibuk ngurusin perut dan kelaminnya. Dokter juga serba salah, butuh bertahun-tahun tuk balikin modal biaya pendidikannya yang ampe ratusan juta.

Masuk akal jadinya SBY "diam-diam" aja dan banyak mengeluh, masalah kesehatan yang ribet banget, masalah kesenjangan sosial yang tinggi, masalah bbm yang gk kelar-kelar, masalah korupsi yang menggerogoti partainya, masalah pornografi, masalah politik luar negeri, masalah masalah masalah. Klo SBY benar-benar mikirin tu semua, bisa mati berdiri dia wkwkwkwk... (sapa suruh jadi presiden heheheh).

Hadoohh Tuhan, kompleksnya pemasalahan bangsaku ini...

Salam Hangat Sahabat Kompasianers ^_^

Catatan Kecil: Gara-gara awak meriang, flu, teringat obat, jadi deh tulisan ini hahahahay...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun