[caption id="attachment_310640" align="aligncenter" width="531" caption="GTA"][/caption]
Beberapa waktu yang lalu saya saya singgah di warnet game online yang dipenuhi oleh anak-anak berseragam sekolah SMP dan SMU. Selain Point Blank (PB) yang sangat populer, Grand Theft Auto (GTA) adalah salah satu game kekerasan yang digemari oleh mereka.
Menurut saya PB sudah cukup "keras" bagi anak-anak pelajar, tetapi jauh lebih keras lagi GTA. Di artikel ini saya sengaja menonjolkan GTA, karena dari puluhan game yang pernah saya mainkan, GTA ini benar-benar ekstrim, game yang sarat dengan kekerasan, pornografi dan kata-kata umpatan (Kata-kata umpatan jenis kelamin, sudah biasa saya dengar di warnet-warnet yang pernah saya singgahi, termasuk oleh anak-anak SD).
Dimainkan dalam konteks kekinian, bukan alam fantasi, up to date dengan gaya hidup ABG saat ini.
Di game ini pemain bisa melakukan pelanggaran hukum apa saja. Untuk menyelesaikan misi gamenya, pemain memperoleh poin mulai dari memukul, membunuh kerumunan orang termasuk polisi di ruang-ruang publik seperti rumah sakit, super market dan di jalanan. Menghancurkan kendaraan yang parkir atau sedang berjalan, mencuri mobil, dan melakukan bisnis narkoba.
Selain kekerasan, saya juga pernah menyaksikan adanya adegan hubungan seks dimainkan secara gamblang di game ini.
Karakter yang dimainkan di dalam game bisa mendapatkan kembali "kesehatan"-nya dengan membayar pelacur untuk berhubungan seks, dan dapat membunuh pelacur setelah itu untuk mendapatkan uang mereka."
Semuanya ditampilkan secara vulgar, wew...!
Menyimak hal ini, saya jadi bertanya-tanya, apa mungkin game ini dan game sejenis lainnya yang menjadi pemicu kasus-kasus penembakan (non-terorisme) di ruang-ruang publik yang sudah terjadi beberapa kali di Amerika dan negara lainnya? Salah satu kasus yang mengarah pada pembenaran bahaya game ini adalah kasus penembakan seorang anak terhadap neneknya hingga tewas (CNN).
Brad J. Bushman, Professor of Communication and Psychology, Ohio State University telah mempelajari 130 penelitian yang melibatkan 130 ribu partisipan dari seluruh dunia (Huffington Post).
Hasil penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa video game kekerasan meningkatkan pikiran agresif, perasaan marah, menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat, tekanan darah meningkat dan perilaku yang lebih agresif. Game kekerasan juga menurunkan perilaku menolong, mengurangi perasaan empati dan kasih sayang bagi orang lain.
Efek terjadi pada pria dan wanita dari segala usia, terlepas dari mana di dunia mereka hidup.
Hal ini juga mengingatkan saya pada artikel saya, "Mirror Neuron System, Membentuk Peradaban Manusia?". Artikel tersebut mengulas tentang perilaku meniru mammalia, yang berhubungan dengan bagaimana mekanisme berpikir, proses belajar, komunikasi, memahami tindak-tanduk/gerak-gerik orang lain, interaksi dan konflik sosial.
Dan sesuai dengan wejangan Lao Tsu,
"Perhatikan pikiranmu karena pikiran akan jadi perkataan. Perhatikan perkataanmu, karena perkataan akan menjadi tindakan. Perhatikan tindakanmu karena tindakan akan jadi karakter. Perhatikan karaktermu, karena karakter akan menentukan takdirmu (siapa dirimu)."
Bahanya GTA dan game-game kekerasan lainnya begitu nyata, yang sangat berpotensi mengganggu kenormalan tumbuh kembang kejiwaan anak-anak yang memainkannya. Dalam perspektif jangka panjang bisa membahayakan kemanusiaan.
Mustahil rasanya GTA dan game-game kekerasan ini dibendung apalagi versi online.
Satu-satunya solusi yang terbaik adalah benar-benar memperhatikan pendidikan moral, agama, dan pengawasan orangtua di rumah terhadap anak-anak. Jangan mengandalkan sekolah atau institusi pendidikan dan pemerintah karena bagaimanapun sifatnya hanya mendukung.
[-Rahmad Agus Koto-]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H