Sistem immun tubuh manusia berdasarkan bentuk fisiknya terdiri atas dua yaitu selular dan cairan. Masing-masing memiliki cara kerja yang berbeda, namun menjalin kerjasama yang erat, tidak terpisahkan antara satu sama lain. Keduanya berada di dalam sistem peredaran darah.
Sistem immun memiliki database, mengenal seluruh komponen yang menyusun sistem biologis tubuh. Ketika ada benda asing berupa zat kimia atau mikroorganisme (antigen) masuk ke dalam tubuh, sistem immun akan merespon dengan mengerahkan “pasukannya” untuk mengepung benda asing tersebut. Mengidentifikasi, menciptakan zat penetralisir (antibodi), melenyapkan atau mengeluarkannya dari tubuh melalui keringat, urin, feses dan berbagai mekanisme lainnya.
Ada kalanya sistem immun ini kalah oleh benda-benda asing dan menyebabkan tubuh menjadi sakit. Secara alami sistem immun akan belajar dari kekalahan tersebut dan mencari cara untuk mengalahkannya. Dalam hal ini rasa sakit yang timbul (demam, radang dan lain-lain) bisa dikatakan sebagai tanda kepada kita untuk memberikan bantuan. Oleh karena itulah kalangan medis biasanya memberikan zat tambahan berupa vitamin, mineral dan sejenisnya sebagai suplai bagi sistem immun dan untuk meningkatkan kinerjanya.
Apabila benda asing tersebut adalah mikroorganisme penyebab penyakit, kalangan medis akan memberikan zat anti sesuai dengan jenis mikroorganismenya yaitu zat antibiotik.
Cara Kerja Immunisasi
Berasarkan karakter sitem immun tubuh manusia, para ilmuwan terinspirasi untuk merangsang sistem immun untuk menghasilkan zat antibodi dengan cara memasukkan mikroorganisme penyebab penyakit, dimana daya atau kemampuannya untuk menyebabkan sakit telah dilemahkan. Sehingga apabila nantinya ada mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk ke alam tubuh, sistem immun akan mengalahkan/melenyapkannya dengan mudah.
Ada berbagai cara yang dilakukan untuk melemahkan kemampuan mikroorganisme penyebab penyakit, cara ini dikenal dengan Attenuation. Diantaranya adalah dengan cara pemanasan, diekspos dengan cahaya tertentu, dengan zat kimia dan sebagainya. Teknik ini pertama kali ditemukan oleh Louis Pasteur antara tahun 1877-1887. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, konsep ini telah berkembang dengan pesat.
Penutup
Prinsip dasar immunisasi adalah pencegahan. Tidak ada satu metode medis yang tidak beresiko, bahkan obat yang telah dijual secara bebas pun memiliki efek samping, demikian jualah immunisasi. Para ilmuwan medis telah merancang teknik immunisasi yang memiliki resiko sekecil mungkin. Hal ini bisa diterima karena resiko timbulnya penyakit tanpa immunisasi lebih besar daripada dengan immunisasi. Kedua anak saya telah diimmunisasi di puskesmas, alhamdulillah mereka baik-baik saja.
Informasi mengenai bahaya-bahaya immunisasi sebaiknya disikapi dengan bijaksana dan tidak gampang terpengaruh. Bagi ibu-ibu, khususnya yang memiliki anak balita, yang masih ragu-ragu mengenai immunisasi dianjurkan untuk konsultasi dengan bagian ibu dan anak di puskesmas atau dengan dokter anak. Situs berikut bisa lebih membantu dalam memahami immunisasi Parenting, Ayahbunda, UNICEF, dan Muslim (Fikih/Hukum Syariat Immunisasi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H