Tante Luna dan Tante Miyabi pun prihatin dengan adanya  tindakan kekerasan yang menimpa sejumlah jurnalis di acara munajat 212.Â
Menurut Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), peristiwa tersebut dimulai ketika ada seorang pria yang diduga pencopet ditangkap dan terjadilah  keributan.
Beberapa pemuda berseragam putih dengan tulisan Laskar FPI melarang wartawan merekam kericuhan itu. Mereka merampas ponsel dan memaksa menghapus rekaman video, juga melakukan tindak kekerasan terhadap seorang jurnalis seperti diberitakan di sini.
Tante Luna dan Tante Miyabi pun prihatin setelah membaca berita lainnya di sini. Menurut Ketua Jurnalis Independen (AJI) Asnil Bambani Amri, penganiayaan dan intimidasi tersebut melanggar Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.Â
Yang lebih membuat Tante Luna dan Tante Miyabi pun prihatin, belum ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tuntas sampai pengadilan.
Mengapa bisa begitu ya? Mereka pun tak habis pikir, masih saja ada tindak kekerasan, penganiayaan, dan intimidasi di "zaman online-online".
Bukankah citra negatif atas tindakan tidak terpuji tadi sangat mudah tersebar di "zaman online-online", apalagi dilakukan pada tempat terbuka?Â
Tante Luna dan Tante Miyabi pun prihatin, karena acara munajat 212 tadi diduga hanya kedok atau topeng untuk kampanye Pilpres 2019.Â
Politikus pendukung Prabowo-Sandi, Zulkifli Hasan mengajak massa meneriakkan nomor dua saat ia menyebut kata presiden. Bawaslu pun kini sedang mengusutnya, karena kampanye rapat terbuka baru boleh dilakukan pada 24 Maret-13 April 2019.Â
Sungguh Tante Luna dan Tante Miyabi pun prihatin. Kok masih ada politikus di "zaman online-online" yang tidak tahu aturan?
Setelah mendesah sejenak, mereka pun saling berpandangan. Kita ini kayak politikus yang satu itu ya, yang ngetop dengan ucapan prihatin.