Zaman Soeharto lebih enak dibanding zaman now, begitu kata sebagian pihak. Ada juga humor yang membenarkan hal itu karena di zaman Soeharto istrinya masih muda, sedangkan saat ini sudah peot (keriput).
Ditengarai cukup banyak kaum milineal yang tidak tahu sejarah yang berkait dengan zaman Soeharto, makanya mudah dibohongi dengan frasa "Zaman Soeharto lebih enak dibanding zaman now".
Mengapa bisa begitu? Bukankah teknologi sudah sedemikian maju dibanding puluhan tahun silam? Ada mbah Google, tinggal tanya apa saja akan keluar jawabannya.
Salah satu sebabnya adalah kaum milineal cenderung tidak suka sejarah, tapi lebih senang main game. Maka wajar saja cenderung tidak tahu, apalagi berkait dengan kebebasan berbicara.
Kalau kaum milineal dianggap wajar tidak banyak tahu hal yang berkait dengan zaman Soeharto, bagaimana dengan kaum tua, bahkan boleh dibilang sudah tua bangka, tapi masih saja mengatakan lebih enak zaman Soeharto dibanding zaman now, termasuk masalah yang berkait dengan kebebasan berbicara?
Jawaban sederhananya, mungkin otaknya sudah somplak, dan salah satu sebabnya adalah faktor usia.
Mau bilang apa kalau otaknya sudah somplak?
Zaman Soeharto kembali disinggung oleh juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Irma Suryani Chaniago menanggapi pernyataan Jokowi yang ingin menabok para penyebar hoaks.
Sila baca juga: Inikah Strategi dan Taktik Jokowi di Balik Pernyataannya yang Kontroversial?
Menurut juru bicara TKN Jokowi-Ma'aruf Amin tadi, Jokowi serius untuk memberantas hoaks, kemudian dibandingkannya dengan zaman Soeharto yang mengkritik saja bisa hilang.
"Ini enggak boleh main-main. Untung sama Pak Jokowi, kalau zaman Pak Soeharto hilang itu orang. Zaman Pak Jokowi masih mending ditabok. Zaman Pak Soeharto hilang, bukan sekadar tabok," katanya di sini.