Normalisasi Waduk Pluit semakin lama arah beritanya semakin tidak jelas terkait pemindahan warga yang menempati lahan negara di sana.
Apakah benar, warga yang tidak atau belum bersedia dipindahkan ke rumah susun diusir oleh preman?. Mosok sih cara-cara seperti ini masih digunakan?. Teringat kejadian beberapa waktu yang lalu ketika sejumlah oknum Kopassus menyerbu sebuah lapas dan menembak mati tahanan titipan di sana. Reaksi masyarakat bukan hanya mengecam, tapi tidak sedikit yang memujinya.
Mengapa?. Karena tahanan titipan itu diduga keras preman yang meresahkan, menjengkelkan atau mirip seperti itu.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) membantah isu tadi, dan dengan tegas mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan cara-cara yang humanis dalam merelokasi warga di sana. Sama sekali tidak menggunakan tenaga, jasa atau bantuan preman.
Tapi ada pepatah yang mengatakan, tidak mungkin ada asap jika tidak ada api. Olkarit (oleh karena itu) ada wartawan yang bertanya kepada Jokowi tentang preman yang membantu mengusir warga sekitar Waduk Pluit.
Wartawan itu punya data yang meyakinkan atau tidak sebelum bertanya?. Punya informasi yang akurat atau sekadar pertanyaan asal jeblak dengan tujuan beritanya laku dibaca orang?.
Yang menarik adalah jawaban Jokowi ketika ditanya masalah preman ini. "Kata siapa, preman siapa, memang wajah saya wajah preman apa?".
Ha-ha-ha...humoris juga Gubernur DKI Jakarta yang satu ini. Mungkin karena selama ini apabila tercetus kata preman yang terbayang adalah wajah yang menyeramkan dan layak untuk ditembak mati.
Seharusnya wartawan itu mendahulukan logika sebelum bertanya. Mana mungkin Jokowi menggunakan bantuan preman untuk mengusir warga di sana. Tapi wartawan itu pun tak bisa sepenuhnya disalahkan mengingat tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, kecuali...
*****