Mohon tunggu...
A Jul
A Jul Mohon Tunggu... Guru Yoga -

Ah, masa?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Spiritual dan Agama, Apa Bedanya?

13 Mei 2016   12:38 Diperbarui: 13 Mei 2016   12:48 2868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Gambar: tomkanedotcom"][/caption]

Bagi sebagian besar orang di dunia, agama itu ya spiritual. Dan spiritual itu ya agama. Padahal, keduanya itu tidak bisa disamakan atau dianggap sama begitu saja karena ada beberapa hal yang fundamental yang membedakannya.

Perbedaan yang paling jelas adalah dalam spiritual tak ada ketentuan khusus tentang bagaimana seseorang itu menjalankan praktek-praktek spiritualnya. Sedangkan di dalam agama, untuk menjalankan tiap-tiap bagian dari ajarannya terdapat ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan khusus untuk menjalankannya. Tidak ada satu pun agama di dunia ini yang membebaskan pemeluknya dari menjalankan ajaran keagamaannya secara begitu saja tanpa ada aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang menjadi syarat atau dasar pelaksanaannya. Nah, hal inilah yang paling terang yang dijadikan pembeda utama dari ajaran-ajaran spiritualitas dan agama.

Kalau demikian, lantas pakai cara atau gaya apa para spiritualis menjalankan ajaran-ajaran spiritualnya? Ya pakai gaya bebas lah :) Mau pakai gaya atau cara apa pun boleh-boleh dan syah-syah saja, asalkan maksud dan tujuan ajaran spiritualnya itu tercapai atau terlaksana. Tidak merubah dari maksud dan tujuan ajaran itu. 

Umumnya spiritualis tidak memiliki pandangan yang kaku perihal sesuatu. Umumnya malah sangat terbuka dan memiliki pandangan yang bebas terhadap hal-hal lain yang berada di luar(ajaran)nya. Saking terbuka dan bebasnya, para spiritualis kadang dikesankan sebagai sekelompok orang-orang yang tidak punya pandangan tertentu terhadap dan tentang kehidupannya sendiri. Hampir-hampir mirip orang-orang yang labil dan tidak memiliki keyakinan mutlak kepada hal-hal tertentu. 

Nah, jelas toh bedanya dimana? Kalau di dalam agama jelas kebebasan dalam cara dan gaya dalam melaksanakan ajaran-ajarannya itu tidak diperkenankan. Melanggar sedikit saja aturan-aturan yang sudah ditetapkan itu sudah bisa dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran agama loh. Atau kadang dianggap penodaan pada ajaran agamanya itu. Atau setidak-tidaknya, pelaksanaan agamanya itu dikategorikan tidak syah sehingga harus diulang. Kayak HER gitu :) Harus diulang karena pelaksanaan yang pertama tidak syah. Ada aturan atau ketentuan yang terlewati. 

Btw, kalau di spiritual ada penilaian "GAGAL" dan "HER" juga ya? :) Ya ada. Kalau dalam hal itu ya hampir sama dengan agama. Mengenal "GAGAL" dan "HER". Lha bagaimana menilainya kalau rujukan ajarannya saja tidak punya (ada)??? Siapa bilang orang spiritualis tidak punya acuan atau anggaran dasar rumah tangga? :) Ada dong acuan atau ad/artnya. Nih acuan atau ad/artnya.

Seperti yang telah disinggung diatas tadi bahwa orang-orang spiritualis tidak memiliki keyakinan mutlak pada sesuatu atau pada satu hal yang tertentu atau pada satu hal yang spesifik saja, karena spiritual memang bersifat netral terhadap segala apa pun yang tidak netral. Kalau tidak netral berarti bukan spiritualis tuh :) Nah, netralitas itulah ad/art atau acuan ajarannya. 

Untuk bisa menjaga netralitas spiritualnya, orang-orang spiritualis tidak bisa dan pastinya tidak akan terdorong untuk meyakini sesuatu secara berlebihan atau secara mutlak. Karena ketika dirinya terdorong ke suatu hal secara berlebih-lebihan, apalagi sampai main mutlak-mutlakan, maka netralitas spiritnya pasti akan tercoreng (ternoda). Tercoreng oleh sesuatu yang kemana dirinya itu terdorong. Pada keadaan yang seperti ini, netralitas spiritual diri pasti akan lenyap. Pasti! Nah, inilah landasan atau ad/artnya orang-orang spiritualis.

Setiap spiritualis harus tahu dan mengenal betul dimana batasan netral dan tidak netralnya spiritual diri. Kalau melanggar batasan netralitas spiritualnya itu maka, seketika itu juga ia terjatuh atau ia keluar dari ajaran spiritualnya. Pijakan spiritualitas dirinya hilang dan hancur. Nah loh! :) Dan kalau sudah begitu, tiada maaf bagimu, bro! :) Kalau mau kembali lagi ke jalan itu ya silahkan ngulang lagi dari awal jalan itu! Tidak bisa ujug-ujug meloncat atau menerobos masuk lagi ke tengah-tengahnya, apalagi ke ujungnya. Terpaksa harus mengulang lagi :)

Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun