Mohon tunggu...
AJ Susmana
AJ Susmana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

AJ Susmana, dilahirkan di Klaten. Dapat dihubungi via Email ajsusmana@yahoo.com Selain menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga "menulis" lagu.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Kebudayaan Kita

14 Mei 2023   21:00 Diperbarui: 14 Februari 2024   04:22 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Walau sekolah melukis sejak di kelas menengah, dia sudah merasa kalah dengan komputer, dan tak mau mengembangkan bakat melukis karena komputer akan makin lebih cerdas dalam soal menggambar dan akhirnya memilih sibuk dengan memilih perangkat untuk menggambar.
 
Tapi AI..si robot..bisa mengambil cara kerja Otak, hanya Hati atau perasaan yang juga memenuhi panggilan kemanusiaan tentu masih sulit dikuasai robot.  Bagaimana pun robot tak akan pernah menjadi manusia karena tidak dipenuhi dengan perasaan yang susah ditebak kedalamannya dan cara kerjanya: "Dalamnya laut dapat diduga tetapi dalamnya hati siapa yang tahu?" kata pepatah.

Satu set bagian kehidupan kita telah dicuri atau diambil-alih, tentu kita tidak diam saja. Kita juga harus mengejar ketertinggalan kita dalam bidang teknologi..teknologi yang telah bisa merendahkan pengetahuan manusia karena sudah memiliki sistem epistemologi sendiri. Kita harus banyak belajar dan mengejar ketertinggalan.

***

Di hadapan kita, adalah problem bangsa. Bagaimana menyatukan kekuatan sehingga menjadikan kita satu bangsa senasib sepenanggungan baik secara otak dan hati untuk mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaiman telah disebutkan  seperti... memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa...dengan sumber daya manusia dan alam yang dimiliki. 

Kita tidak perlu menanyakan berapa jumlah kekayaan kita...Baru baru ini, Menko Polkam kita, Mahfud MD, kembali mengulang  pernyataan Abraham Samad bahwa jika dan sekali lagi jika, pekerjaan tambang kita bersih dan tidak dikorupsi, baru dari tambang saja ya..setiap orang dari kita ...mempunyai uang sebanyak 20 juta rupiah setiap bulan tanpa kerja.

Tetapi kita tahu, Wakil DPR kita, para pemimpin kita, Utusan Daerah kita, termasuk Presiden kita..apakah bekerja untuk mendekatkan rakyat pada kenyataan selain drama-drama yang terjadi di sekitar kita..padahal dalam bidang seni drama kita ini ahlinya bukan?

Di Lampung, tentu banyak orang, sebagian kawan kita, entah yang di LMND, di Partai...bicara tentang keburukan infrastruktur dan bobroknya layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan, tetapi hanya ocehan Bima dari luar negeri yaitu Australia..seorang tiktoker yang konsisten bicara keburukan infrastruktur terutama jalan sehingga viral di dunia maya...yang bisa berhasil menggerakan banyak orang untuk bersegera melakukan perubahan di dunia fana..maksudnya offline. 

Karena tak bisa distop, menjadi viral seperti virus, bisa diduplikat tuntutannya atau menyebar di provinsi-provinsi lain,  politisi yang cerdas pun mengkapitalisasinya...pun Presiden..atas dasar itu...turun ke Lampung untuk menyelesaikan...dan menjadi pahlawan ... dan memang itu tugasnya..padahal tentu tahu dengan aparatus negara...Wakil Rakyat di Parlemen, Utusan Daerah,..Rapat Kabinet ..laporan warga dan media...tanpa perlu ada kritik Bima yang viral soal infrastruktur...pun ..seharusnya kerusakan jalan dan bobroknya pelayanan publik bisa disegerakan untuk diatasi.

Apa yang disampaikan Bima terus-menerus soal  infrastruktur dan pelayanan publik ..itulah yang seharusnya menjadi panggilan kita juga dalam menuju dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Bima sebatas kritikus dan dia menjadi kritikus yang berhasil, telah menjadi wakil rakyat dan utusan daerah yang sebenarnya ketika wakil dan utusan kita terdiam karena terlena oleh gemerincingnya dinar dan dollar.  

***

Panggilan kemanusiaan mewujudkan keadilan dan kemakmuran itulah api kebudayaan kita yang selalu menjadi alasan untuk berlawan dan membangun kekuatan. Kita pun percaya atau tahu  bahwa seruan kita selama ini hanya seperti seruan Yohanes di Padang Pasir, tak ada yang mendengar, atau hanya memantul di dinding-dinding bisu, sementara seruan Bima menjadi kenyataan hanya melalui seruan konsisten di dunia maya yaitu melalu media sosial, khususnya TikTok.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun