Mohon tunggu...
AJ Susmana
AJ Susmana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

AJ Susmana, dilahirkan di Klaten. Dapat dihubungi via Email ajsusmana@yahoo.com Selain menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga "menulis" lagu.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Visi Politik Kertanagara

7 Februari 2023   22:16 Diperbarui: 7 Februari 2023   22:22 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila kita melihat sejarah masa lalu mosaik pendirian kekuasaan-kekuasaan di Nusantara, Republik Indonesia yang didirikan itu hanyalah salah satu jenis kekuasaan yang bisa bangkit dan juga tumbang. Usia Republik Indonesia saat ini telah melewati  Kerajaan Singhasari yang tumbang pada tahun ke-70 sejak pendiriannya tahun 1222 M. 

Sriwijaya hampir berusia 700 tahun: berdiri pada abad ke-7 dan berakhir pada abad ke-13. Majapahit adalah kerajaan yang meliputi kurun waktu sekurangnya 193 tahun jika titik akhirnya adalah tahun 1486. Namun, ada dugaan bahwa kerajaan Majapahit baru benar-benar musnah pada dasawarsa kedua abad ke-16 atau berlangsung selama 230 tahun. (Lihat juga: Supratikno Rahardjo, Peradaban Jawa, Komunitas Bambu, Jakarta, 2011;57)

Dua kerajaan yaitu Sriwijaya dan Majapahit yang memiliki usia panjang ratusan tahun dengan wilayah kekuasaan yang luas sebagaimana kita tahu selalu menjadi inspirasi dalam melawan kolonialisme dan membangun Indonesia yang jaya.  

Setidaknya Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945, menyampaikan bahwa "Kita hanja 2 kali mengalami nationale staat yaitu didjaman Sri Widjaja dan didjaman Madjapahit. Diluar dari itu kita tidak mengalami nationale staat... Nationale staat hanja Indonesia seluruhnja, jang telah berdiri didjaman Sri Widjaja dan Majapahit dan kini pula kita harus dirikan bersama-sama." 

Atas dasar pemahaman sejarah kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit inilah Bung Karno menyampaikan dasar Negara yang pertama yaitu Kebangsaan Indonesia. "Kebangsaan Indonesia jang bulat! Bukan kebangsaan Djawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali atau lain-lain tetapi kebangsaan Indonesia, jang bersama-sama mendjadi dasar satu nationale staat."

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa geopolitik nusantara sebagaimana yang sudah dicapai Sri Wijaya, Majapahit dan Republk Indonesia adalah cita-cita ideal tempat seharusnya sebuah kekuasaan berdiri di Nusantara. Visi dan Misi pendirian kekuasaan bisa berganti-ganti tapi kesatuan wilayah nusantara itulah yang menjadi landasan ideal tempat berdirinya Nationale staat. 

Keluasan wilayah itu sendiri semakin diperkokoh dan disatukan oleh ratusan tahun penjajahan Belanda yang menimbulkan perasaan senasib sepenanggungan rakyat dan bangsa-bangsa di nusantara sehingga semakin mantab dan bulat tekad untuk menjadi satu bangsa, satu tanah air  dan satu bahasa, sebagaimana ditunjukkan dalam Sumpah Pemuda 1928. 

Begitulah klaim kita kemudian di hadapan hukum internasional bahwa wilayah Republik Indonesia adalah bekas jajahan Belanda yang disebut dengan Hindia Belanda sehingga tidak meliputi jajahan Inggris di Kalimantan Utara dan Semenanjung Malaysia; juga Timor-Timur jajahan Portugal. Republik Indonesia yang baru berdiri itu pun bertekad merebut Papua Barat sebagai kesatuan Indonesia karena merupakan jajahan Belanda. Sementara itu Timor-Timur, yang digabungkan ke Indonesia tidak mendapatkan dukungan internasional dan bulat secara nasional.

Pada hari-hari ini, Indonesia pun di hadapkan pada sengketa wilayah di sekitar Laut Tiongkok Selatan. Semua ini menunjukkan bahwa batas-batas wilayah masih terus bisa berubah. Indonesia pun bersiap menghadapi sengketa Laut Cina Selatan. 

Beberapa kali terjadi "persinggungan" antara kapal-kapal patroli TNI AL dengan kapal nelayan serta penjaga pantai China. Presiden Joko Widodo pun sempat menggelar rapat kabinet di atas kapal perang di perairan Natuna sekaligus mengirimkan pesan kepada China bahwa Indonesia akan mempertahankan wilayahnya yang terpencil itu.

(http://internasional.kompas.com/read/2016/07/13/15392271/terkait.sengketa.laut.china.selatan.indonesia.tingkatkan.keamanan.di.natuna)

Kita pun tahu, pada tahun kelahiran Hayam Wuruk, 1334 M,  Gajah Mada, sebagai seorang Patih Majapahit yang baru saja dilantik   mengucapkan sumpah yang kemudian terkenal sebagai Sumpah Palapa  yaitu tekad  hendak menyatukan Nusantara di bawah Majapahit. Apa yang menjadi landasan Sumpah Palapa? Apakah hanya sekadar program politik Majapahit untuk memperluas wilayah kekuasaan?

Setidaknya, kalau kita membaca peristiwa-peristiwa sejarah sebelum Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa, politik Nusantara dihadapkan pada politik penaklukan Kekaisaran Mongol yang berjubah China yaitu Khubilai Khan, pendiri Dinasti Yuan. Itulah yang dihadapi secara langsung oleh Kertanagara, Raja Singhasari. Kertanagara pun mulai bersiap menghadapi penyerangan Mongol dengan mengirimkan bala tentara melalui ekspedisi Pamalayu  agar bisa mencegah bala tentara Mongol memasuki perairan Jawa dan menjalin persekutuan dengan negara-negara Asia Tenggara seperti Champa yang menolak tunduk pada Kekaisaran Mongol.

Dengan begitu Kertanagara mempunyai visi politik menyatukan Nusantara sebagai persiapan  menghadapi kekuatan super power pada waktu itu: Kekaisaran Mongol. Sayang sekali, Singhasari di bawah kuasa Kertanagara yang sudah bersiap itu tidak mendapatkan kesempatan untuk menghadapi bala tentara Mongol. Kertanagara dijatuhkan dan Singhasari pun tamat. Tetapi jelas bagi kita, visi Kertanagara tidak pernah tamat dan berakhir. Di bawah Raja Putri: Tribhhuwana Tunggadewi, yang juga adalah cucu Kertanagara; dan Mahapatih Gajah Mada,  visi Kertanagara itu semakin dikukuhkan dengan Sumpah Palapa.

Republik Indonesia yang masih dalam perjalanan: yang seharusnya terus mendaki menuju puncak,  lihatlah pada Kecerdasan, Keberanian dan visi Kertanagara dan penerusnya daripada terus berada dalam situasi "Paregreg" mengobarkan kebencian sesama bangsa atas nama SARA: Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan yang terbukti memperlemah Majapahit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun