Mohon tunggu...
AJ Susmana
AJ Susmana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

AJ Susmana, dilahirkan di Klaten. Dapat dihubungi via Email ajsusmana@yahoo.com Selain menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga "menulis" lagu.

Selanjutnya

Tutup

Book

Sumbangan Kaum Barbar bagi Dunia Islam?

6 Februari 2023   09:38 Diperbarui: 6 Februari 2023   10:10 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah "Bengis" ada hubungannya dengan kemunculan dan sepak terjang Jenghis Khan yang bengis itu? Kebengisan Temujin mulai ditunjukkan dalam proses awal menuju pendirian Kekaisaran Mongol yaitu ketika Temujin berhasil menuntaskan balas dendamnya kepada suku Tatar, yang dahulu membunuh ayahnya Yesugei dan telah menyebabkan kesengsaraan pada Temujin kecil yang berumur 9 tahun beserta ibunya dan saudara-saudaranya yang  "....terpaksa menukar gaya hidup penggembala menjadi penghuni hutan."  

Temujin sendiri yang memimpin pembantaian hampir semua laki-laki dewasa suku itu. (h.102). Selanjutnya hampir semua penaklukan yang dilakukan oleh Jenghis Khan tak lepas dari sifat kebengisan. Peter Jackson menulis di Epilog (h.623) " Setiap pengamat muslim pada pertengahan abad ke-13, yang diminta memberikan kesimpulan tentang bangsa Mongol, mungkin akan mengulang kata- kata buronan dari Bukhara yang dikutip Juwayni: 'Mereka datang, mereka menghancurkan, mereka membakar, mereka membunuh, mereka menjarah, lalu mereka pergi."


Buku ini tak hendak mengamini kata-kata Juwayni di atas. "Namun historiografi terbaru lebih cenderung sepakat dengan penilaian yang diberikan Rashid al-Din: Peristiwa atau keadaan apakah pada zaman ini yang lebih penting dibandingkan awal masa pemerintahan Jenghis Khan sehingga mampu memulai era baru? Perlu diakui, Rashid al-Din menulis kisah sejarahnya lebih dari empat dasawarsa setelah Juwayni, dibawah (dan tidak kurang pentingya, untuk) seorang Ilkhan muslim; ...Namun, sangat banyak cendekiawan yang kini setuju dunia mengalami perubahan yang signifikan setelah penaklukan itu dan, dalam setiap aspek, bukan menjadi lebih buruk." (h.623-624).

Begitulah buku ini pun memberikan perspektif baru bagaimana Penaklukan Mongol yang menjamin kebebasan beragama semua rakyat taklukannya, memberi sisi positif juga bagi perluasan agama Islam ke seluruh dunia terutama ke bagian timur. Di bawah kuasa cucu Jenghis Khan: Kubilai Khan, Islam mendapatkan kebebasan mengarungi dan memperluas jejaringnya di Asia Timur termasuk Nusantara. 

Marco Polo yang tiba di Aceh kini tahun 1292 M memberikan kesaksian tentang kerajaan-kerajaan yang setia pada Khan dan juga Perlak,  yang baru saja masuk Islam akibat pengaruh pedagang Saracen. (Anthony Reid, Penyusun, Sumatera Tempo Doeloe, dari Marco Polo sampai Tan Malaka, Komunitas Bambu, Depok, 2014;7). 

Tan Ta Sen pun menginformasikan dan meyakinkan bahwa  pasukan penyerang ke Singasari untuk menghukum Raja Kertanagara tahun 1293 M itu banyak yang beragama muslim dan dipimpin para komandan muslim seperti Shih-pi dan Ike Messe, yang berasal dari Uighur, yang kelak memberikan  basis kemudahan operasi Cheng Ho.  "Jika ada serdadu Mongol di antara pasukan penyerbu, itu pasti berjumlah sedikit dan lebih bersifat simbolis."(Tan Ta Sen, Cheng Ho, Penyebar Islam dari China ke Nusantara, Kompas, Juni 2018;261)

Buku ini layak dibaca oleh sidang pembaca Indonesia yang pada hari ini mayoritas memeluk Islam. Ia memberikan informasi yang detil mengenai kebangkitan Mongol dan bagaimana akhirnya mereka berubah dari bangsa barbar dan menindas umat Islam hingga menjadi mualaf-Islam dan juga menyumbangkan pertemuan antar budaya terutama Asia dan Eropa yang damai di bawah kuasanya.

 Begitulah misionaris pertama Gereja Katolik, Odorico da Perdenone, seorang imam Fransiskan pun tiba di Majapahit tahun 1322 M. Dengan begitu buku ini tentu saja memberikan pelajaran yang berharga bagi bangsa seperti Indonesia yang bercita-cita menjadi mercusuar dunia. Bukankah kemunculan Majapahit dan kejayaannya di bawah Raja Hayam Wuruk hingga masa kematian Gajah Mada  tahun 1364 M  justru tercapai ketika Tiongkok berada di bawah kuasa Mongol?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun