"Raja Jawa memiliki sebuah istana besar  dan mewah paling menakjubkan yang pernah saya lihat, dengan tangga lebar dan megah ke arah ruangan di bagian  atas, semua anak tangga secara bergantian terbuat dari emas dan perak. Seluruh dinding bagian dalam dilapisi oleh lapisan emas tempa, di mana gambar-gambar kesatria diukirkan pada lapisan emas tersebut. Setiap kesatria berhiaskan sebuah mahkota emas kecil yang  dihias dengan beragam batu mulia.Â
Atap istana ini terbuat dari emas murni dan seluruh ruangan di bagian bawah dilapis berselingan oleh lempeng-lempeng berbentuk kotak yang terbuat dari emas dan perak." (Lihat: James R Rush, Jawa Tempo Doeloe, Komunitas Bambu, Depok, 2012;2)
Terhadap kenangan perjalanan Odorico ini, James R Rush berkomentar dalam bukunya Jawa Tempo Doeloe: "Jika mengingat bahwa ingatan Odoric tidak begitu tajam dan bahwa para penyunting serta penyusun tergoda untuk membumbui tulisan Odoric, sulit dipastikan di mana kenyataan berubah menjadi khayalan dalam penjelasan singkat Odoric mengenai Jawa. Namun, cengkih dan pala memang berlimpah di Jawa saat itu."Â
Sementara itu Bernard H.M. Vlekke dalam bukunya Nusantara, Sejarah Indonesia, menulis: "...20 tahun setelah penyebaran pertama Islam, misionaris pertama Gereja Katolik tiba di Indonesia---imam Fransiskan, Odorico da Perdenone, yang menjelajahi seluruh Asia tapi tidak pernah menetap dan mulai mengkhotbahkan Kabar Baik. Observasinya sangat dangkal dan tidak tepat sehingga tidak menambah pengetahuan kita tentang Indonesia abad pertengahan."
Komentar-komentar negatif dari dua ahli sejarah Nusantara ini, tidaklah mengurangi dan menghapuskan kenangan akan kemerdekaan beragama di Majapahit. Islam pun diterima di kalangan elit Majapahit sebagaimana dibuktikan kehadiran makam Islam bertarikh tahun saka di pemakaman Trawulan  dan Tralaya di Jawa Timur di dekat situs Istana Majapahit. Tarikh Saka tersebut menurut M.C Ricklefs, menunjukkan makam-makam orang-orang Muslim Jawa bukan Muslim non Jawa.
Dengan begitu jelas: kedatangan Odoric di Istana Majapahit semakin menguatkan dan menambah pengetahuan kita tentang Majapahit yang terbuka dan toleran terhadap orang asing beserta pengetahuan  dan agama yang dibawanya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H