"Tempat ini keren banget, Bim. Gue suka vibes-nya," kata Ayesha sambil melihat-lihat interior kafe.
"Gue tahu lo bakal suka. Tempat ini punya aura yang tenang dan inspiratif," jawab Bima sambil tersenyum.
Mereka memesan makanan dan melanjutkan obrolan yang selalu mengalir dengan mudah. Kali ini, topiknya lebih mendalam. Bima bertanya tentang pandangan Ayesha terhadap kehidupan dan keyakinan.
"Ayesha, gue penasaran. Gimana sih lo melihat hidup ini dari perspektif keyakinan lo?" tanya Bima dengan serius.
Ayesha berpikir sejenak sebelum menjawab, "Buat gue, hidup itu tentang menjalani setiap momen dengan penuh rasa syukur dan berusaha jadi pribadi yang lebih baik. Keyakinan gue ngajarin gue untuk selalu berbuat baik dan menghargai perbedaan."
"Menarik. Gue juga percaya kalau hidup ini tentang belajar dan berkembang. Agama gue ngajarin untuk selalu mencintai sesama dan mencari kedamaian," kata Bima.
Percakapan itu membuat mereka semakin dekat. Mereka merasa bahwa meskipun berbeda keyakinan, ada banyak nilai-nilai universal yang mereka bagi. Mereka merasa bahwa perbedaan itu justru membuat hubungan mereka semakin kaya dan penuh warna.
Minggu demi minggu berlalu, hubungan Ayesha dan Bima semakin erat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, baik itu mengunjungi pameran seni, hiking di akhir pekan, atau sekadar nongkrong di kafe favorit mereka.
Namun, mereka sadar bahwa hubungan mereka tidak akan selalu mudah. Suatu malam, setelah makan malam bersama, Ayesha memulai percakapan yang lebih serius.
"Bima, kita harus jujur sama diri sendiri. Hubungan kita nggak akan mudah karena perbedaan keyakinan. Keluarga gue pasti punya pandangan sendiri, dan gue yakin keluarga lo juga," kata Ayesha dengan nada serius.
Bima mengangguk. "Gue tahu, Ayesha. Gue juga mikirin itu. Tapi gue percaya kalau kita bisa menghadapi ini bersama. Kita perlu jujur sama keluarga kita dan berusaha mencari jalan tengah."