Mohon tunggu...
Ajoy
Ajoy Mohon Tunggu... Relawan - Buruh serabutan. Gajian adalah hal menyenangkan meskipun hanya sesaat, indomie kemudian.

Orang yang mampu tidur berjam-jam, hobi rebahan, cita-cita anak sultan, dan nulis "Selamat pagi, Aku"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memorial untuk Kita Semua

8 Desember 2021   10:09 Diperbarui: 8 Desember 2021   10:09 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada, 2 Desember 2021 cerita seorang perempuan yang mencoba bertahan hidup di tanah yang hancur, rapuh, dan dingin yang membuatnya tidak bisa berpijak lebih lama lagi.

Tulisan ini untuk mengingatkan kita semua bahwa pernah ada salah satu korban pelecehan seksual yang terabaikan. Dia adalah salah satu dari ribuan perempuan-perempuan yang tidak mendapatkan perlindungan dari keluarganya, masyarakat, pemerintah, dan negara.

Perempuan itu Novia Widyasari Rahayu, berusia 23 tahun mengakhiri kepedihannya karena dikhianati orang-orang yang tidak memiliki nurani. 

Ia mati dibunuh berkali-kali oleh hukum, kultur, dan pengkhianatan. Namun kita harus terus mengabadikannya agar tidak lupa dan tidak membiarkan kejadian itu terulang kembali.

Sudah seharusnya dan secepatnya masyarakat bahu membahu membantu korban-korban kekerasan, melindungi, dan memberikan ruang aman. Bukan sibuk menyalahkan dan menghakimi. 

Di luar sana, korban-korban masih banyak banyak yang terabaikan, tetapi percayalah masih banyak orang-orang baik yang  memiliki ketulusan hati, bersama-sama mendukung dan melindungi.

Kejadian-kejadian yang dialami perempuan itu disalahkan, disudutkan, diasingkan, bahkan disingkirkan dari kehidupan masyarakat. Tidak dianggap selayaknya manusia, dihina, dianiaya mental dan fisiknya, padahal PEREMPUAN itu adalah KORBAN.

Tidak hanya laki-laki, perempuan lain sesamaanya pun  selalu menyalahkan bagaimana seharusnya perempuan itu berpakaian, berperilaku, berhati-hati, berlindung dan hal-hal  Kenapa banyak sekali aturan untuk para perempuan? Lalu bagaimana dengan laki-laki? Apakah tidak ada aturan untuk mereka menjaga pikiran buruk dan menjaga sikapnya terhadap perempuan dan  atau orang lain?

Kita tahu, bahkan kita semua tahu. Banyak sekali kasus pelecehan, pemerkosaan, kekerasan, terhadap perempuan. Tidak banyak yang berani mengemukakannya di publik karena memiliki kekhawatiran atas respon yang didapat hanya akan menghancurkan mentalnya dan menimbulkan efek trauma yang panjang. 

Baru belakangan ini, perempuan-perempuan lebih banyak yang berani speak up, namun itu pun setelah melewati proses dan masa yang panjang untuk mencoba berbicara kepada publik meski melalui tulisan, tetapi setidaknya mereka telah mendapat kekuatan dukungan untuk mengutarakannya, sebab mereka tahu, bahwa mereka tida sendiri.

Perempuan itu kehilangan dukungan dari orang-orang terdekatnya, bahkan keluarganya menghina, mencibir dengan kata-kata yang tidak pantas. Ia dihancurkan, patah hati dan tak bisa rekat kembali. 

Semangatnya hilang, kehidupannya berganti menjadi ketakutan-ketakutan yang mengikuti setiap kedipan matanya. Ia diikuti bayang-bayang kematian setiap saat, kekecewaan, kemarahan, kesedihan, memeluknya erat-erat hingga ia sesak. 

Sampai ia ingin segera mengakhiri penderitaannya yang ia pikul sendiri dengan sianida di tangannya dan duduk di atas pusara ayahnya.

Media berlomba-lomba mengulik peristiwa ini, cerita perempuan yang diunggah beberapa hari sebelum ia mengakhiri hidupnya melalui media sosial menjadi riuh dan diperbincangkan di semua media massa. 

Akhirnya kasus ini terangkat dan menduduki posisi paling atas dan isu yang menjadikan masyarakat murka dan terus menuntut hukuman setimpal bagi pelaku pemerkosaan, pemaksaan aborsi, yang dilindungi oleh latar belakang yang didukung oleh kekuatan jabatan.

Pelaku adalah Bripda Randy Bagus, ia melakukan pemerkosaan dan memaksa korban melakukan aborsi sebanyak dua kali selama berpacaran. 

Korban mengalami depresi berat sebelum akhirnya meninggal dengan menenggak racun. Namun pelaku hanya dijatuhi hukuman tindakan aborsi dan pelanggaran kode etik. 

Pasal pemerkosaannya tidak dianggap dan tidak diikutsertakan dalam hukumannya. Padahal bukti-bukti sudah terkantongi jelas. Namun negara ini seolah menyembunyikan banyak sekali kebusukan-kebusukan yang terus ditanam.

RUU PKS masih menjadi bagian yang jauh dari harapan para perempuan. Undang-uundang perlindungan terhadap perempuan menjadi fatamorgana dalam padang pasir yang membentang luas di negara Indonesia. Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi fenomena yang terus menghantui dan mencekam bagi perempuan. 

Rasa aman menjadi sesuatu yang hilang dari kehidupan perempuan, namun perempuan tetap disalahkan dalam rape culture, patriarkisme, dan seksisme.

Bagaimana dengan laki-laki yang tidak diajarkan bagaimana mengontrol pikiran kotor mereka?

Masihkah Perempuan yang akan tetap disalahkan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun